Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pasca Debat Cawapres 2024: Kontroversi Penggunaan Istilah Sulit dalam Debat

27 Desember 2023   04:41 Diperbarui: 27 Desember 2023   04:48 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakar Ekonomi Syariah TKN Prabowo-Gibran saat menjelaskan tentang penggunaan istilah SGIE (sumber: video Liputan6)

Istilah SGIE masih ramai diperbincangkan di media sosial, terutama di platform Youtube. Hal ini terkait kontroversi penggunaan istilah yang tidak familiar saat Gibran bertanya tentang SGIE kepada Muhaimin saat Debat Cawapres pada Jumat,  22 Desember 2023 lalu. Selain kepada Muhaimin, Cawapres pasangan Prabowo ini juga bertanya kepada Mahfud MD tentang carbon capture and storage. Sebagian kalangan menyebut bahwa pertanyaan seperti itu adalah hal biasa, sebagian lagi menyatakan bahwa pertanyaan Gibran sengaja diajukan untuk menjatuhkan lawan.

Penggunaan Istilah Sulit Menurunkan Esensi dan Kualitas Debat

Analis Komunikasi Politik Universitas Padjajaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo menjelaskan bahwa penggunaan istilah asing atau singkatan tanpa penjelasan lebih lanjut akan menihilkan esensi debat. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Gibran hanya taktik untuk membingungkan lawan. Bahkan ia menyatakan bahwa taktik ini mirip dengan yang dilakukan oleh ayahnya pada Debat Capres 2019 saat ia menanyakan tentang TPID dan Unicorn kepada lawan debatnya. Masih menurut Kunto, penggunaan istilah awam dalam debat membuat orang terfokus dalam istilah tersebut sehingga tidak membahas hal yang substansial seperti kebijakan fiskal atau kebijakan makro.

Pendapat bahwa penggunaan istilah sulit akan menurunkan kualitas debat juga dikemukakan oleh Pengamat Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam. Menurut Direktur Eksekutif Indo Strategic ini, menjelaskan bahwa pertanyaan terkait pemahaman, substansi dan filosofi kebijakan lebih penting diajukan. Ia mengatakan bermain diksi tak tertebak seharusnya dihindari saat debat capres-cawapres.

Hal yang sama diungkapkan oleh Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto. Menurutnya, pertanyaan seperti yang diajukan oleh Gibran akan menurunkan kualiatas debat. Ia bahkan khawatir pertanyaan seperti itu hanya akan melahirkan capres-cawapres yang hanya akan menghafal singkatan.

Senada dengan kedua pendapat sebelumnya, Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi mengutip pendapat sebagian netizen juga menyatakan bahwa penggunaan SGIE oleh Gibran tidak relevan dengan level seorang calon wakil presiden. Begitupun Pakar Politik, Hanta Yudha yang secara umum memuji penampilan Gibran kecuali penggunaan istilah SGIE yang dianggapnya tidak perlu, karena ini belum tentu efektif untuk meningkatkan citra positif dirinya.

Tanggapan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Polemik tentang penggunaan istilah sulit oleh Gibran juga menuai polemik dari pihak lawannya saat debat. Dalam konferensi pers pasca debat, didampingi Capres Anies Baswedan, Muhaimin menjelaskan bahwa ia mengaku lupa dengan singkatan yang ditanyakan oleh Gibran karena begitu banyaknya singkatan. Tetapi ia menyatakan bahwa pertanyaan ini hal yang biasa yang penting kita mengerti substansinya.

Anies-Muhaimin saat konferensi pers pasca debat (sumber: video Tribunnews)
Anies-Muhaimin saat konferensi pers pasca debat (sumber: video Tribunnews)

Capres Anies Baswedan membela pasangannya. Ia menjelaskan bahwa jika pertanyaannya menyangkut terminologi teknis, jawabannya bisa dicari melalui Google. Tetapi yang dibutuhkan di tingkat kepemimpinan nasional adalah hal-hal yang substantif. Ia lalu menambahkan bahwa pertanyaan itu sah tetapi publik bisa menilai kualitas pertanyaannya lebih merupakan aspek technicality bukan substansi. Padahal makin tinggi posisi makin berfokus pada substansi dan pada tingkat kepemimpinan nasional adalah tingkat substansi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun