Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenal Model Edutainment if History di Era Society 5.0

9 Desember 2023   07:57 Diperbarui: 9 Desember 2023   08:07 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Wawan Darmawan (ketiga dari kiri) bersama pengurus P3SI dan Nara Sumber lainnya (sumber: pribadi)

Edutainment if History menjadi salah satu fokus perhatian workshop yang digelar oleh Perhimpunan Program Studi Pendidikan Sejarah se-Indonesia (P3SI) di Menara Pinisi UNM pada 26 Oktober 2023. Workshop yang bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM) dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Sulawesi Selatan ini memang bertujuan mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.

Materi tentang Edutainment if History disampaikan oleh Dr. Wawan Darmawan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Anggota Tim Pengembang Pendidikan Karakter Kemendikbud (2010-2017) ini memulai presentasinya dengan mengutip kalimat hikmah dari sahabat Ali bin Abi Thalib, "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka hidup bukan di zamanmu."

Dosen Pendidikan Sejarah UPI Bandung ini kemudian berkisah tentang dirinya yang pernah dipukul oleh gurunya jika salah menunjukkan tempat pada Peta. Efek positifnya, ia kemudian menyimpan peta di kamarnya lalu mempelajarinya. Selanjutnya, ia tidak lagi dipukul karena telah dapat menunjukkan tempat di peta dengan tepat. Suatu ketika, gurunya tersebut melanjutkan pendidikan untuk jenjang S-1 (penyetaraan) dan ia yang menjadi dosennya. Ia lalu meminta mahasiswanya itu untuk menunjukkan suatu tempat di peta, tetapi kali ini tanpa memberi hukuman berupa pukulan. Kisah Dr. Wawan ini spontan mendapat sambutan tawa dari para peserta workshop.

Dr. Wawan Darmawan (ketiga dari kiri) bersama pengurus P3SI dan Nara Sumber lainnya (sumber: pribadi)
Dr. Wawan Darmawan (ketiga dari kiri) bersama pengurus P3SI dan Nara Sumber lainnya (sumber: pribadi)

Karakteristik Guru Abad ke-21

Sebelum membahas model Edutainment If History, Dr. Wawan Darmawan yang pernah berpengalaman sebagai Tim Penilai Guru Berprestasi Tingkat Nasional (2013-2019) menguraikan beberapa karakteristik guru abad ke-21. Secara singkat karakteristik dimaksud adalah pembelajar seumur hidup (life long Learner), kreatif dan inovatif memanfaatkan berbagai sumber dan kegiatan di kelas, mengoptimalkan teknologi misalnya dengan blended learning (tatap muka dan digital), melakukan reflektif (menilai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran), kolaboratif antara guru dan siswa dengan prinsip mutual respect dan kehangatan, student centered sebab ceramah tak lagi populer, dan pembelajaran berdiferensiasi (desain kelas sesuai bakat dan minat siswa).

Isu Pembelajaran Sejarah

Hal ini juga diingatkan oleh Dr. Wawan Darmawan yang telah menjadi dosen Pendidikan Sejarah UPI Bandung sejak 1999. Beberapa isu pembelajaran sejarah dimaksud di antaranya kurang efektif menggugah nilai kebangsaan dan cinta tanah air, berisi cerita/kisah belaka, makna peristiwa tidak tersampaikan, fokus pada pemenuhan materi dan nilai/evaluasi/raport, gaya mengajar konvensional/tidak kreatif, menurunnya rasa minat anak, tidak merangsang berpikir kritis, pemahaman yang sempit, dan kurang pada pemecahan masalah.

Mengapa Model Edutainment If History?

Setelah menjelaskan karakteristik guru abad ke-21 dan berbagai isu pembelajaran sejarah di atas. maka solusi yang dianggap tepat adalah pembelajaran "Edutainment." Alasan utama pemilihan model Edutainment If History adalah usaha penyesuaian terhadap sifat dasar anak, yaitu: memproses informasi dari lingkungan sekitar, ingin mengkomunikasikan gagasan dan perasaan (imajinasi), ingin belajar dan menemukan (ingin tahu). Berikutnya mereka ingin belajar secara tidak langsung dan kreatif untuk berkomunikasi dengan berbagai cara. Juga karena setiap anak dilengkapi dengan sifat bawaan yaitu insting untuk bermain, senang (fun), berbicara dan berinteraksi. Sifat-sifat dasar anak sebagaimana disebutkan di atas berdasarkan Fortson dan Reiff (1995).

Alasan berikutnya mengapa pembelajaran harus menyenangkan, karena mengutip Primadi (2000) bahwa belajar, berpikir dan berkreasi merupakan proses imajinasi yang akan terhambat bila pembelajaran bernuansa "ancaman". Hal ini karena kapasitas syaraf untuk berpikir mengecil bila otak menerima ancaman. Jika ini terjadi berarti otak dibajak secara emosional. Maka, mengutip Peter Kline dalam Revolusi Cara Belajar, belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan.

Pemilihan metode Edutainment If History merupakan upaya menciptakan pembelajaran menyenangkan yang sesungguhnya merupakan amanat Undang-Undang (UU). Menurut Dr. Wawan yang pernah menjadi instruktur nasional kurikulum (2013), terkadang hal ini dilupakan oleh guru padahal pembelajaran yang menyenangkan telah diamanahkan dalam UU No. 20 Pasal 40 ayat 2: "Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis."

Begitupun dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2005 Pasal 19 ayat 1: "Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologi siswa."

Konsep Edutainment If History

Edutainment secara sederhana merupakan kolaborasi atau perpaduan antara edukasi (pendidikan) dengan entertainment (hiburan). Dengan demikian, edutainment diartikan sebagai pendidikan yang menyenangkan. Lalu apa asumsi pembelajaran dengan model ini? Berdasarkan Hamruni (2008), ada tiga asumsi pembelajaran edutainment yaitu: pertama, perasaan positif-negatif yang akan mempercepat atau memperlambat pembelajaran; kedua,  potensi nalar dan emosi yang akan mempengaruhi loncatan prestasi; dan ketiga, motivasi yang akan mewujudkan hasil belajar yang optimal.

Konsep dasar edutainment (sumber: ppt nara sumber)
Konsep dasar edutainment (sumber: ppt nara sumber)

Adapun karakteristik dan konsep edutainment adalah lingkungan nyaman dan mendukung, materi relevan dan bermakna, paham dalam menyerap dan mengolah informasi, membangun kerja sama antar peserta didik, memaknai dan menilai yang dipelajari, aktivitas fisik sebagai bagian proses belajar, belajar melibatkan mental dan tindakan, serta rancangan pembelajaran mengakomodir kecerdasan (Hamruni, 2008).

Hemat penulis, tetap ada tantangan dalam menerapkan model edutainment secara umum. Perencanaan yang tidak matang dapat menyebabkan sisi entertainmentnya mendominasi saat menerapkannya. Ini tentu dapat menyebabkan tujuan pembelajaran tidak tercapai. Jika guru dan anak didik terlalu larut dalam sisi entertainmentnya, maka justru mematikan nalar kritis terutama pada level Higher Order Thinking Skill (HOTS) yang juga menjadi ciri pembelajaran abad ke-21.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun