Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masa Depan Israel Pasca Perang dengan Hamas: Kegoncangan Ekonomi dan Politik?

8 Desember 2023   10:27 Diperbarui: 8 Desember 2023   10:27 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya pemberitaan tentang ancaman kebangkrutan ekonomi sudah sering muncul sebelum gencatan senjata Israel-Hamas, bahkan hal inilah yang di antaranya menjadi alasan Israel meminta gencatan senjata. Peringatan akan dampak terpuruknya ekonomi akibat perang sudah diperkirakan oleh sejumlah kalangan sejak sebulan lalu. Banyak ekonom senior di Israel yang juga memperingatkan PM Benjamin  Netanyahu agar menghemat anggaran pada masa perang ini. Kabar kebangkrutan ekonomi dan kegoncangan politik di Israel kembali mencuat dalam banyak pemberitaan karena memanasnya kembali perang dengan Hamas pasca gencatan senjata.

Gejolak Ekonomi Akibat Dana Perang

Kecanggihan teknologi perang Israel dalam perangnya melawan Hamas cukup menguras biaya. Sebagai contoh, teknologi Iron Dome bisa menghabiskan biaya 70 juta dolar dalam sehari. Meski menguras biaya, teknologi ini pun sering jebol dan tak mampu menahan roket-roket Hamas yang berhasil menghantam wilayah Israel. Total dana yang telah digelontorkan oleh PM Benjamin Netanyahu selama satu bulan perangnya dengan Hamas (Oktober-November) adalah sebesar 799 triliun rupiah.

Gambar sistem pertahanan udara Iron Dome Israel saat menangkal rudal-rudal dari Gaza (Kompas.com)
Gambar sistem pertahanan udara Iron Dome Israel saat menangkal rudal-rudal dari Gaza (Kompas.com)

Bank of Israel memperingatkan pemerintah agar tak mengeluarkan dana tambahan untuk perang. Bank Sentral Israel ini juga melaporkan bahwa total dana untuk perang di Gaza telah mencapai 53,5 miliar dolar atau setara 823 triliun rupiah. Hal ini juga menyebabkan hutang negara meningkat 121 Triliun Rupiah sejak 7 Oktober 2023.

Menteri Keuangan Israel,  Bezalel Smotrich juga telah menjelaskan bahwa anggaran 2023-2024 tidak lagi relevan akibat perang di Gaza. Dia menambahkan bahwa perekonomian juga sebagian lumpuh akibat mobilisasi massa cadangan militer dan serangan roket Palestina. Ia lalu memperingatkan ancaman kebangkrutan bagi Israel, kecuali Israel mengajukan bantuan kepada Amerika Serikat dan Eropa. Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan rancangan peraturan bahwa masyarakat, perusahaan dan yayasan filantropi boleh menyumbang untuk kepentingan perang. Rencananya peraturan ini akan diterapkan hingga akhir tahun dan pemerintah boleh memperpanjangnya. Peraturan ini menyusul defisit anggaran sebesar 22,9 miliar Shekel (6 miliar dolar AS) selama Oktober 2023.

Barisan tank Israel di Jalur Gaza yang sangat menguras biaya perang (Kompas.com)
Barisan tank Israel di Jalur Gaza yang sangat menguras biaya perang (Kompas.com)

Selain biaya mahal untuk kepentingan perang, Israel masih harus membiayai "perang media" untuk propaganda dan menciptakan opini. Biaya untuk ini makin membengkak sehubungan dengan masifnya serangan netizen pro Palestina terhadap mereka. Di antara propaganda dan opini yang harus mereka ciptakan adalah Hamas itu teroris dan Israel bangsa yang cinta damai. Kondisi ekonomi Israel semakin diperpuruk dengan aksi boikot produk Israel di berbagai negara ditambah turunnya nilai mata uang Shekel. Padahal Bank Sentral Israel sudah menjual cadangan devisa sebesar 30 miliar dolar AS untuk antisipasi jatuhnya mata uang Shekel jauh di bawah dolar. Meski demikian, Shekel tetap terpuruk sebagai mata uang dengan kinerja terburuk di dunia saat ini.

Perkiraan terpuruknya ekonomi telah dipublikasikan oleh harian bisnis Israel, The Marker yang menyebut bahwa sejak dua pekan pertama perang Israel di Gaza, neraca perdagangan Israel nol. Kerugian Israel setiap harinya akibat perang di Gaza sudah menembus 3,9 Triliun Rupiah. Bukan hanya itu, investor juga tidak merasa tenang lagi sementara masa depan kompensasi untuk mereka juga belum jelas. Apalagi perusahaan analis AS, Moody's menangguhkan peringkat A1 bagi investasi di Israel sehubungan dengan krisis yang terjadi di negara itu. Krisis inilah yang menyebabkan anjloknya perdagangan di Israel dan menyusut sebesar 11% sejak bulan Oktober menurut versi JPMorgan, sebuah lembaga keuangan dan investasi yang juga berpusat di AS.

Gejolak Politik hingga Netanyahu Terancam

Dana perang yang membengkak berpengaruh pada kondisi politik. Keuangan negara yang mulai tidak sehat menyebabkan alotnya pembahasan dalam rapat kabinet 26 November 2023. The Times of Israel sendiri telah mempublikasikan peringatan Menteri Pertahanan, Benny Gants jika perang masih terus berlanjut. Menurutnya, pengalihan semua dana untuk perang merupakan kegagalan negara, karena itulah partainya tidak mendukung. Ia bahkan mengancam menarik diri dari kabinet jika rencana ini tetap dijalankan. Baginya, perlu dipikirkan segala upaya untuk melunakkan Hamas, apapun resikonya dan apapun bentuknya, tetapi bukan dengan cara melanjutkan perang.

Berbeda dengan sikap Menteri Pertahanan, Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben Gvir justru mendukung berlanjutnya perang di Gaza. Politisi berusia 47 tahun ini bahkan mengancam akan mendongkel pemerintahan jika Netanyahu menghentikan perang di Gaza. Ben-Gvir memang bukan sosok asing dengan sikapnya yang radikal terhadap Arab dan Islam. Ia bahkan dianggap mewakili Fasisme Yahudi. Tidak mengherankan jika ia pernah menolak gencatan senjata jangka panjang antara Israel dengan Hamas.

Menteri Keamanan Israel, Itamar B-Gvir dalam suatu kesempatan kunjungan ke Yerusalem (Kompas.com)
Menteri Keamanan Israel, Itamar B-Gvir dalam suatu kesempatan kunjungan ke Yerusalem (Kompas.com)

Ibarat gayung bersambut, Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich  juga tetap bersikeras mengucurkan dana ratusan juta Shekel untuk kebutuhan perang, meski anggaran itu ditarik dari peningkatan defisit, dana kementerian, dan pemotongan sejumlah dana lainnya termasuk koalisi partai di parlemen.

Gejolak di internal kabinet ikut berpengaruh ke tubuh militer Israel. Tiga jenderal Israel menolak melanjutkan perang setelah gencatan senjata berakhir di antaranya adalah Kepala Sensor Militer Israel yang selama ini mengomandoi serangan di Jalur Gaza. Meski demikian, Brigadir Jenderal Kobi Mandelblit mengaku terus mendapat tekanan dari PM Benjamin Netanyahu agar meneruskan perang di Gaza. Jika tidak, ia terancam akan dipecat.

Benjamin Netanyahu Diserang dan Diminta Mundur

Sebenarnya sebelum perang Israel-Hamas yang dimulai pada 7 Oktober 2023, Israel sudah pernah chaos akibat gejolak politik. Pemicunya adalah reformasi peradilan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Reformasi ini diprotes secara luas oleh rakyat Israel sehingga menimbulkan bentrokan dengan aparat selama berbulan-bulan.

Netanyahu kembali diserbu warganya sendiri setelah Israel memutuskan menyerang Gaza. Mereka menyalahkan Netanyahu yang telah menyebabkan warga sipil Israel juga menjadi target Hamas, bahkan di antaranya ada yang disandera oleh Hamas dan dibawa ke Gaza. Ia pun ramai dikritik di sosial media oleh rakyatnya sendiri, termasuk tekanan dari mantan Perdana Menteri Israel, yaitu Ehud Barak, Yair Lapid dan Ehud Olmert. Tiga mantan Perdana Menteri itu meminta Netanyahu mundur dari jabatannya karena dianggap tidak layak dan berbahaya.

Terbaru, pada pekan terakhir November 2023 lalu, diperkirakan 100 ribu rakyat Israel melakukan demonstrasi menuntut Netanyahu mundur. Demonstran berkumpul di depan rumah Netanyahu di Yerusalem Barat pada 25 November 2023. Pada demonstrasi kedua ini, massa bukan hanya meminta Netanyahu mundur tetapi juga melontarkan kalimat-kalimat bernada hujatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun