Dana perang yang membengkak berpengaruh pada kondisi politik. Keuangan negara yang mulai tidak sehat menyebabkan alotnya pembahasan dalam rapat kabinet 26 November 2023. The Times of Israel sendiri telah mempublikasikan peringatan Menteri Pertahanan, Benny Gants jika perang masih terus berlanjut. Menurutnya, pengalihan semua dana untuk perang merupakan kegagalan negara, karena itulah partainya tidak mendukung. Ia bahkan mengancam menarik diri dari kabinet jika rencana ini tetap dijalankan. Baginya, perlu dipikirkan segala upaya untuk melunakkan Hamas, apapun resikonya dan apapun bentuknya, tetapi bukan dengan cara melanjutkan perang.
Berbeda dengan sikap Menteri Pertahanan, Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben Gvir justru mendukung berlanjutnya perang di Gaza. Politisi berusia 47 tahun ini bahkan mengancam akan mendongkel pemerintahan jika Netanyahu menghentikan perang di Gaza. Ben-Gvir memang bukan sosok asing dengan sikapnya yang radikal terhadap Arab dan Islam. Ia bahkan dianggap mewakili Fasisme Yahudi. Tidak mengherankan jika ia pernah menolak gencatan senjata jangka panjang antara Israel dengan Hamas.
Ibarat gayung bersambut, Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich  juga tetap bersikeras mengucurkan dana ratusan juta Shekel untuk kebutuhan perang, meski anggaran itu ditarik dari peningkatan defisit, dana kementerian, dan pemotongan sejumlah dana lainnya termasuk koalisi partai di parlemen.
Gejolak di internal kabinet ikut berpengaruh ke tubuh militer Israel. Tiga jenderal Israel menolak melanjutkan perang setelah gencatan senjata berakhir di antaranya adalah Kepala Sensor Militer Israel yang selama ini mengomandoi serangan di Jalur Gaza. Meski demikian, Brigadir Jenderal Kobi Mandelblit mengaku terus mendapat tekanan dari PM Benjamin Netanyahu agar meneruskan perang di Gaza. Jika tidak, ia terancam akan dipecat.
Benjamin Netanyahu Diserang dan Diminta Mundur
Sebenarnya sebelum perang Israel-Hamas yang dimulai pada 7 Oktober 2023, Israel sudah pernah chaos akibat gejolak politik. Pemicunya adalah reformasi peradilan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Reformasi ini diprotes secara luas oleh rakyat Israel sehingga menimbulkan bentrokan dengan aparat selama berbulan-bulan.
Netanyahu kembali diserbu warganya sendiri setelah Israel memutuskan menyerang Gaza. Mereka menyalahkan Netanyahu yang telah menyebabkan warga sipil Israel juga menjadi target Hamas, bahkan di antaranya ada yang disandera oleh Hamas dan dibawa ke Gaza. Ia pun ramai dikritik di sosial media oleh rakyatnya sendiri, termasuk tekanan dari mantan Perdana Menteri Israel, yaitu Ehud Barak, Yair Lapid dan Ehud Olmert. Tiga mantan Perdana Menteri itu meminta Netanyahu mundur dari jabatannya karena dianggap tidak layak dan berbahaya.
Terbaru, pada pekan terakhir November 2023 lalu, diperkirakan 100 ribu rakyat Israel melakukan demonstrasi menuntut Netanyahu mundur. Demonstran berkumpul di depan rumah Netanyahu di Yerusalem Barat pada 25 November 2023. Pada demonstrasi kedua ini, massa bukan hanya meminta Netanyahu mundur tetapi juga melontarkan kalimat-kalimat bernada hujatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H