Momentum persatuan Hamas dengan faksi militer lain di Palestina, yakni Fatah terjadi pada 23 April 2014. Sebelumnya selama tujuh tahun mereka berbeda haluan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Sudah dapat diduga, Israel tidak merestui pemerintahan Palestina bersatu ini. Bagi Israel, Hamas adalah teroris dan dalang bagi kehancuran mereka. Itulah sebabnya, Benjamin Netanyahu bukan hanya menyebut persatuan ini akan "memperkuat terorisme" tetapi juga mengajak dunia internasional agar tidak memberikan pengakuan terhadap mereka. Meski demikian, dunia internasional tidak menggubris himbauan Israel ini. PBB, Uni Eropa, Amerika Serikat, Cina, Rusia, India dan Turki menjalin kesepakatan kerja sama dengan pemerintahan baru Palestina ini.
Netanyahu segera merespon kesepakatan yang secara politis merugikan Israel itu dengan mengingatkan bahwa perjanjian kerja sama di antara mereka tidak sesuai dengan semangat perdamaian Palestina-Israel. Oleh sebab itu, Netanyahu memberi Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dua pilihan: berdamai dengan Hamas atau berdamai dengan Israel. Netanyahu membuktikan ancamannya dengan melancarkan serangan udara atas Jalur Gaza yang menyebabkan empat orang terluka.
Pemicu lain konflik Israel-Hamas pada tahun 2014 ini adalah Hamas dituduh bertanggung jawab terhadap penculikan dan pembunuhan tiga remaja Israel di West Bank pada Juni 2014. Selanjutnya Hamas juga dituduh berada di belakang serangan roket dari Gaza ke Israel. Merespon kedua hal tersebut, Israel melancarkan Operation Protective Edge dengan alibi membela diri. Operasi ini sekaligus menandai serangan besar ketiga selama 51 hari sejak 8 Juli 2014. Banyaknya korban sipil di Gaza akibat operasi selama hampir dua bulan ini membuat Hamas bersedia melakukan gencatan senjata pada 26 Agustus 2014.
Arus Teror Tahun 2015
 Istilah "Arus Teror" diciptakan sendiri oleh Israel untuk menyebut serangkaian insiden antara September hingga Nopember 2015. Insiden yang terjadi terkait dengan status Bukit Bait Allah ini menyebabkan jatuhnya banyak korban. 68 orang Palestina terbunuh oleh polisi perbatasan dan militer Israel.
Konflik Tahun 2020-2021
Konflik yang bergejolak sejak 10 Mei 2021 ini dipicu oleh sengketa lahan permukiman antara Muslim Palestina dengan Yahudi di Yerusalem Timur. Sebelum konflik pecah, Hamas meminta pasukan Israel yang tentu saja membela pemukim Yahudi agar meninggalkan Yerusalem Timur, tetapi diabaikan oleh Israel. Akibatnya, Hamas terpancing dan menyerang Israel dengan roket dari arah Gaza. Meski demikian, serangan balasan Israel justru lebih dahsyat dan menyebabkan 212 warga sipil Palestina menjadi korban termasuk wanita dan anak-anak, terhitung dari Mei 2021. Sedangkan korban luka sebanyak 1.500 orang.
Konflik di periode ini kemudian memunculkan Amerika Serikat (AS) sebagai mediator tepatnya pada saat Joe Biden yang memegang tampuk pemerintahan di negeri Paman Syam. Joe Biden menginisiasi pembicaraan tingkat tinggi antara Menteri Luar Negerinya, Antony Blinken dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Pada kesempatan itu, AS tetap memposisikan diri sebagai pihak pro-Israel dengan meminta Hamas menghentikan serangan, tetapi di pihak lain mendukung serangan Israel sebagai upaya pertahanan diri. Menurut AS, Hamas telah meluncurkan 1.200 roket ke wilayah Israel sehingga serangan Israel ke Palestina tidak dapat disalahkan. Â Meski demikian, Joe Biden tetap menghubungi Benjamin Netanyahu pada 15 Mei 2021 agar menginisiasi gencatan senjata. Bukan hanya itu, pada 7 April 2021 AS juga mengucurkan bantuan 235 juta dollar AS kepada Palestina melalui badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina.
Konflik dan Perang Terbuka 2023
 Konflik yang berubah menjadi perang terbuka Israel dengan Hamas ini berawal pada 7 Oktober 2023 setelah Hamas mengumumkan Operasi Badai Al-Aqsha. Menyusul pengumuman itu, Hamas menembakkan ribuan roket ke wilayah Israel. Hamas beralasan serangan ini adalah balasan terhadap perlakuan Israel terhadap warga sipil di Yerusalem Timur dan perlakukan mereka terhadap warga Palestina yang mereka tahan. Secara khusus mereka menyalahkan Israel yang telah menodai masjid Al-Aqsha dengan merayakan hari raya mereka di area masjid.