Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesan Sejarah dan Pahlawan dari Padang untuk Pemimpin Masa Depan

16 November 2023   08:14 Diperbarui: 16 November 2023   08:35 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Drs. La Malihu, M. Hum saat memaparkan materinya (Sumber: Pribadi)

Judul di atas sangat tepat untuk menyimpulkan hasil seminar dan webinar yang diselenggarakan pada Rabu, 15 Nopember 2023. Acara yang menampilkan beberapa nara sumber lokal dan nasional ini diselenggarakan oleh Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (UNP). Pembicara yang hadir langsung secara offline adalah Dr (cand.) Hendra Naldi, S.S, M. Hum (Dosen Sejarah UNP) dan Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma (Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia), sedangkan nara sumber secara online adalah Drs. La Malihu, M. Hum (Dosen Sejarah Universitas Negeri Makassar yang sedang mengambil Program Doktor di Universitas Indonesia). Hadir pula memberikan sambutan secara online adalah Dr. Zulkarnain (Ketua Perhimpunan Program Studi Sejarah se Indonesia).

Dr. Zulkarnain yang tampil pertama memberikan sambutan di antaranya menyinggung bahwa di Sumatra Barat banyak pahlawan sosok pemersatu yang patut ditiru, seperti Moh. Hatta dan Moh. Natsir. Tak lupa ia menyinggung bahwa mereka menjadi tokoh-tokoh besar yang banyak membaca buku sejarah, baik itu yang ditulis oleh kawan maupun lawan.

Dr. Zulkarnain (Sumber: Pribadi) 
Dr. Zulkarnain (Sumber: Pribadi) 

Sejalan dengan pesan Ketua P3SI, Dekan FIS UNP, Afriya Khaidir, S.H, M.Hum, MAPA, Ph.D menambahkan bahwa yang terpenting dari sosok-sosok pahlawan adalah nilai yang mereka wariskan. Nilai dimaksud adalah nilai kepahlawanan (heroism) misalnya ketika mereka tidak lagi berpikir tentang diri mereka sendiri tetapi berpikir tentang orang lain. Ia memberi contoh seorang bidan yang melayani orang melahirkan di atas perahu. Padahal ia bisa saja menunggu di rumahnya. Ia juga menyinggung cara Surabaya mewariskan nilai-nilai kepahlawanan dengan mengadakan reka ulang Pertempuran Surabaya khususnya di Jembatan Merah. Menurutnya, jembatan itu sesungguhnya tidak berwarna merah tetapi menjadi merah setelah dilumuri darah pada pemuda Surabaya yang terluka dan gugur dalam peristiwa heroik di kota Surabaya.

Memahami Dimensi Kepahlawanan

Dr (cand.) Hendra Naldi, S. S, M. Hum menjadi pembicara yang mengisi sesi pertama secara offline. Dipandu oleh Putri Fadhilah Azzahra (Walikota HMD Sejarah FIS UNP), ia memberi pesan bahwa ada empat dimensi kepahlawanan yang harus dipahami dan diwariskan nilainya untuk kepemimpinan di masa depan. Dimensi tersebut adalah (1) Heroik atau Patriotik; (2) Nasionalisme; (3) Rela Berkorban, dan (4) Membela Kebenaran. Hendra lalu mengurai satu persatu dimensi kepahlawanan dimaksud.

Pertama, heroik atau patriotik merupakan semangat juang untuk tidak mau dijajah. Ia lalu mengenang momen perjuangan Tim Nasional (Timnas) di Surabaya yang berhasil menahan imbang lawan dalam Piala Dunia U-17, meski dengan teknik bermain yang tidak terlalu baik. Ia lalu menghubungkan heroiknya mereka seperti pemuda-pemuda di Surabaya yang meski dengan senjata seadanya berhasil merepotkan Sekutu yang merupakan pemenang Perang Dunia II. Ia mengisahkan bagaimana kepemimpinan Bung Tomo yang mampu menggerakkan ribuan pemuda di Surabaya dengan teriakan "Allaahu Akbar." Teriakan inilah yang kembali menggema di Gelora Bung Tomo saat Timnas U-17 menahan imbang Panama. Bedanya bukan hanya takbir yang menggema tetapi juga shalawat yang dilantunkan oleh ribuan supporter Timnas di kota pahlawan. Akhirnya meski dengan skill yang tidak terlalu hebat, mereka dapat memperlihatkan hasil yang sangat patriotik. Pahlawan selanjutnya yang disinggung adalah Syafruddin Prawiranegara dari Sumatra Barat dan kepahlawanan sang istri. "Sang Presiden" Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) membiayai hidupnya saat menjadi Presiden PDRI di era Agresi Militer Belanda II (1949) melalui hasil penjualan emas sang istri yang tetap rela bekerja sebagai penjual gorengan.

Kedua, nasionalisme yang dalam konteks keindonesiaan, nation state kita terbentuk karena dipersatukan unsur historis yang sama. Ia lalu menekankan bahwa nation state Indonesia tidak boleh melupakan nilai-nilai kultural. Maksudnya masing-masing kita tetap membawa nilai kultural yang membentuk nasionalisme berbasis Bhineka Tunggal Ika. Perumpamaannya seperti makanan gado-gado yang semua elemen pembentuknya dapat dirasakan kehadirannya, termasuk yang non-pribumi sekalipun.

Ketiga, rela berkorban. Ini juga nilai yang harus diwariskan dan dikembangkan. Sebagai contoh seorang Bung Hatta yang tidak sempat memikirkan pernikahan karena sibuk memikirkan bangsanya.

Keempat, membela kebenaran yaitu dengan tegas menyatakan bahwa yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. Sebagai contoh sosok pahlawan besar kita yang rela ditangkap dan dibuang karena membela kebenaran, misalnya Bung Karno dan Bung Hatta.

Dr (cand.) Hendra Nadil saat memaparkan materinya (Sumber: Pribadi)
Dr (cand.) Hendra Nadil saat memaparkan materinya (Sumber: Pribadi)

Pesan Keteladanan Pahlawan untuk Pemimpin Masa Depan

Seakan menyambung pesan dari pembicara pertama, La Malihu sebagai pembicara kedua menceritakan keteladanan Bung Hatta dari sudut pandang dimensi rela berkorban. Ia rela dibuang ke tempat yang kurang pantas baginya. Ia menyinggung sebagian kita hari ini yang terkadang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) lengkap dengan gaji dan tunjangan tetapi menolak ditempatkan di daerah tertentu. Begitupun Bung Karno yang rela ditangkap dan diasingkan padahal ia bisa saja menerima tawaran Belanda untuk diangkat menjadi pegawai dengan gaji tinggi. Contoh lain adalah Jenderal Sudirman yang meskipun dalam keadaan sakit rela bergerilya untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.

Lebih lengkapnya, Dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) ini menyampaikan nilai-nilai keteladanan dari pahlawan bangsa yaitu rela meninggalkan zona nyaman, seringkali melakukan tindakan penuh resiko, mengorbankan jiwa dan masa depan diri dan anak cucu mereka, serta lebih mengedepankan ke-KITA-an daripada ke-KAMI-an. Khusus yang terakhir ini, ia menekankan bahwa karena prinsip seperti inilah maka meski kita terdiri dari ribuan pulau dan beragam budaya dan bahasa kita tetap dapat dipersatukan dalam satu Indonesia.

Ia tidak lupa mengkritik dengan elegan paradoks kepemimpinan masa kini yaitu politikus vs negarawan, kader yang tumbuh dari bawah vs kader yang tumbuh dari atas, politik transaksional serta money politik sebagai batu sandungan. Pada akhirnya, ia mengajak kita merenung apakah format pemilihan pemimpin hari ini perlu diubah?

Drs. La Malihu, M. Hum saat memaparkan materinya (Sumber: Pribadi)
Drs. La Malihu, M. Hum saat memaparkan materinya (Sumber: Pribadi)

Pesan Pahlawan yang Tumbuh Bersemi di Ranah Minang

Menyambung dua pembicara sebelumnya, Sumardiansyah Perdana Kusuma di antaranya menyampaikan pesan dan keteladanan dari pahlawan-pahlawan asal Sumatra Barat seperti Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Datuk Ibrahim Sutan Malaka, Sutan Syahrir, Mohammad Yamin, Hamka Datuk Indomo, Abdul Moeis, Achmad Mochtar, Mohammad Sjafei, Hajah Rangkayo Rasuna Said, dan Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah el Yunusiyah.

Mohammad Hatta misalnya berpesan, "Jatuh bangunnya negara ini sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar untaian pulau di peta. Jangan mengharapkan bangsa lain menghormati bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesame saudara sebangsa, merusak dan mencuri kekayaan ibu pertiwi."

Lalu Sutan Syahrir juga berpesan, "Dan hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan yang dapat mengantar kita maju dalam sejarah dunia."

Begitupun Mohammad Yamin yang berpesan, "Cita-cita persatuan Indonesia ttu bukan omong kosong tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri."

Lalu pesan dari Hajah Rangkayo Rasuna Said, "Kita berjuang dengan keyakinan! Jika kita menang dalam perjuangan kita, kita akan mendapatkan dua manfaat. Pertama, Indonesia akan merdeka. Kedua, surga seperti yang dijanjikan oleh Allah. Dan jika kita gagal (namun jangan sampai gagal), maka Indonesia Merdeka tidak akan tercapai, tapi Insya Allah surga masih menanti kita. Ini adalah keyakinan kita."

Menutup pesan-pesan pahlawan, Presiden AGSI yang akrab disapa Mas Ryan ini memberi quote yang diambil dari buku G.J. Renier (Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, 1997), "Dalam setiap sejarah selalu muncul manusia luar biasa, manusia seperti ini mengikuti arah perkembangan zaman dan masyarakat di mana ia berada, dia dapat mempercepat perjalanan atau bahkan perubahan, ia juga dapat menyingkirkan halangan-halangan yang merintangi, dan dia dapat membimbing orang-orang pada masanya."

Terakhir Mas Ryan membagikan quote yang ia ciptakan sendiri berdasarkan perenungannya tentang pahlawan. Ia berpesan, "Pahlawan adalah orang yang melampaui dirinya sendiri, terdidik dan tercerahkan. Dalam konteks Pahlawan Nasional ia adalah orang yang tiada "cacat" dan telah berjuang mengorbankan jiwa, raga, serta harta demi tegaknya Indonesia. Secara luas kita bisa melihat Pahlawan sebagai apresiasi atas berbagai pikiran dan tindakan positif yang berpengaruh terhadap lingkungan dan masyarakat. Menciptakan sesuatu yang berguna atau menjadi solusi atas sebuah persoalan. Selamat hari pahlawan, teladanilah kisah hidup orang-orang yang membawa manfaat dalam lintasan ruang dan waktu. Belajarlah dari Sejarah sebagai mata air keteladanan dan pintu gerbang kebijaksanaan bagi mereka yang mampu berpikir. Karena sesungguhnya bibit-bibit kepahlawanan ada di dalam diri setiap manusia dan tumbuh di sekitar kita. Tentu butuh kesadaran, inisiatif, serta momentum untuk mewujudkannya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun