Benarkah Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu Israel membenarkan semua tindakan Israel di Palestina ataukah AS menerapkan standar ganda dalam menyikapi konflik Israel-Hamas?Â
Pertanyaan ini muncul sehubungan dengan Presiden Joe Biden yang justru memperingatkan Israel agar tidak menyerang rakyat sipil di Gaza terutama yang berlindung di rumah sakit. Hanya saja Israel tidak menggubris peringatan sekutunya ini.
Bukan hanya melarang Israel menyerang warga sipil, pada awal Nopember 2023, Joe Biden juga meminta Israel menghentikan serangan dan segera menyetujui gencatan senjata jangka pendek untuk upaya pembebasan sandera dan distribusi bantuan kemanusiaan. Itulah sebabnya Joe Biden menyebut gencatan senjata jangka pendek itu sebagai jeda kemanusiaan untuk membantu warga sipil di Jalur Gaza selama perang.
Terbaru, diberitakan pada 8 Nopember 2023, Joe Biden menegaskan ketidaksetujuannya jika pasca perang Israel-Hamas, tanggung jawab keamanan Gaza diberikan kepada Israel.Â
Joe Biden percaya bahwa pendudukan kembali Israel terhadap Gaza bukan tindakan yang tepat. Joe Biden justru menyarankan perlu adanya pembicaraan yang baik bagaimana kondisi Gaza dan tata kelola pemerintahannya pasca perang Israel-Hamas. Pernyataan Joe Biden ini merupakan respon terhadap pernyataan Netanyahu yang akan mengambil alih tanggung jawab keamanan di Gaza pasca perang.
Bukan hanya AS yang bersikap hati-hati, beberapa negara di Amerika Latin bahkan terang-terangan meninggalkan Israel. Pada akhir Oktober 2023, diberitakan bahwa Bolovia, Chili dan Kolombia telah memberikan sinyal dukungan mereka kepada Palestina dengan ramai-ramai meninggalkan Israel.Â
Dimulai dari Bolivia yang mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel pada Selasa, 31 Oktober 2023 sebagai bentuk penolakan dan kecaman terhadap genosida yang mereka lakukan di Jalur Gaza. Keputusan ini diambil setelah pertemuan mereka dengan Duta Besar Palestina. Menurut mereka aksi Israel ini mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
Selain pemutusan hubungan diplomatik, mereka juga menuntut diakhirinya serangan di Jalur Gaza. Hal ini karena serangan tersebut telah menimbulkan ribuan korban rakyat sipil di Palestina. Tetapi pihak Israel lagi-lagi menilai sikap Bolivia ini berarti mereka menyerahkan diri mereka kepada terorisme Iran.Â
Mereka sekaligus menuduh Bolivia bersekutu dengan Hamas. Sementara itu Chili dan Kamboja memanggil kembali kedutaan besar mereka di Israel untuk diajak berkonsultasi. Mereka meminta Israel bersikap proporsional dalam sikap mereka terhadap Gaza. Mereka juga menyayangkan sikap Israel menyerang kamp pengungsian di Gaza.
Dukungan Militer Iran, Hizbullah-Lebanon dan Houthi-YamanÂ
Mungkinkah sikap AS murni karena kemanusiaan atau juga karena mempertimbangkan tekanan Timur Tengah terutama Iran, Lebanon dan Yaman? Iran memang menjadi negara yang paling sering memperingatkan Israel agar segera menghentikan agresinya. Iran juga memperingatkan AS bahwa dukungannya ke Israel dapat memicu perang meluas ke wilayah lain.Â
Menurut Iran, AS terus memasok senjata ke Israel demi melancarkan perang mereka dengan Hamas. Hal ini sangat berbeda dengan sikap AS yang dianggap tidak peka untuk mengupayakan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Sekutu Iran, Lebanon terlebih dulu memasuki kancah perang terbuka membela Palestina melalui pasukan Hizbullah. Lebanon tidak menggubris peringatan Israel.Â
Sebelumnya, Menteri Ekonomi Israel, Nir Barkat memperingatkan Iran jika Hizbullah tetap ikut dalam perang. Ia bahkan mengancam, para pemimpin Iran tidak akan bisa tidur nyenyak jika Hizbullah berperang melawan Israel. Â
Lebih dari itu, Iran dan Lebanon akan musnah jika tetap memerangi Israel. Pesan Nir Barkat ini memperkuat peringatan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang mengancam Hizbullah jika ikut membantu Hamas. Netanyahu mengancam Hizbullah akan mengalami kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Diketahui bahwa Hizbullah telah melancarkan serangan ke Israel hanya berselang sehari dari serangan roket Hamas yang memulai Operasi Badai Al-Aqsha pada 7 Oktober 2023 silam.Â
Saat itu Hizbullah menyerang Israel Utara dari perbatasan Lebanon sehingga menimbulkan baku tembak kedua pihak. Di antara senjata Hizbullah yang dipercaya buatan Iran adalah peluru kendali (rudal) berkode 358 yang merupakan senjata anti pesawat dan dipakai menembak drone Israel pada 28 Oktober 2023.Â
Terbaru, 8 Nopember 2023 diberitakan bahwa Hizbullah menyerang bantuan logistik Israel di perbatasan Lebanon sebagai balasan terhadap serangan Israel yang menyebabkan meninggalnya seorang nenek bersama tiga cucunya yang masih balita. Hizbullah lalu mengingatkan Israel tidak akan mentolerir serangan terhadap warga sipil.
Bukan hanya Hizbullah, sayap militer Brigade Al-Quds juga sudah memasuki kancah peperangan disebabkan penolakan Israel atas gencatan senjata. Sayap militer Jihad Islam Palestina ini dipercaya memiliki personil hingga 8.000 prajurit.Â
Kelompok militer yang juga bergerak secara rahasia ini mendapat bantuan pelatihan militer dari Hizbullah dan dukungan senjata dari Iran. Mereka juga telah mengembangkan persenjataan sendiri sebagaimana yang dilakukan oleh Brigade Izzuddin Al-Qassam. Â
Sebagai upaya mengganggu pasokan senjata Iran ke Hamas, jet Israel sering menargetkan bandara di Suriah sejak 7 Oktober 2023. Sejak tanggal itu, Israel telah melakukan tiga kali pemboman di wilayah Suriah.Â
Hal ini menyebabkan bandara di Aleppo dan Damaskus ditutup berulangkali. Duta Besar Israel memberikan alasan menyerang bandara Suriah untuk mengganggu pengiriman senjata dari Iran ke Hamas.
Selain Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman juga terang-terangan mendeklarasikan perang dengan Israel. Deklarasi perang ini disampaikan oleh Juru Bicara Angkatan Bersenjata Houthi di Yaman, Yahya Saree bahwa negaranya resmi menyatakan perang dengan Israel.Â
Deklarasi perang ini ditandai dengan peluncuran sejumlah roket atau peluru kendali (rudal) ke wilayah Israel sejak 31 Oktober 2023. Rudal yang diluncurkan termasuk rudal balistik dan rudal bersayap. Houthi juga mengancam akan melakukan lebih banyak serangan sampai agresi Israel benar-benar berhenti.
Selain rudal, Houthi juga mengirim pesawat tak berawak dan sejumlah drone. Serangan pada 6 Nopember 2023 ini sekaligus menjadi yang kedua sejak Houthi mendeklarasikan perang melawan Israel.Â
Target serangan kedua ini adalah sejumlah sasaran sensitif Israel di wilayah pendudukan. Houthi juga menjanjikan akan terus menyerang Israel sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina. Bukan hanya menyerang Israel, pangkalan AS di Irak dan Suriah juga menjadi sasaran.Â
Pihak Washington telah mengakui hal ini dalam konferensi pers 6 Nopember 2023, bahwa pangkalan militer mereka di Irak dan Suriah telah diserang menggunakan pesawat tak berawak (drone) dan roket sejak 17 Oktober 2023. Mereka mengklaim sebanyak 45 tentara AS terluka parah akibat serangan itu, namun sehari kemudian diberitakan bahwa 45 tentara yang terluka parah itu telah tewas.
Meski demikian, hingga kini AS belum menunjukkan sikap konfrontasi terbuka atau sinyal serangan balasan terhadap Houthi, meski pemimpin Houthi bersama pemimpin Al-Qassam-Hamas telah memberikan ancaman terhadap mereka dan Israel. Ancaman ke AS dan Israel ini disampaikan oleh pemimpin Houthi bersama pemimpin Hamas melalui saluran tv Israel, Chanel 13 yang berhasil mereka retas.
Dukungan China, Rusia dan Korut Jadi Pertimbangan AS?
China---meskipun tidak terang-terangan mendukung seperti Iran, Hizbullah-Lebanon dan Houthi-Yaman---tetapi melalui Menteri Luar Negeri, Wang Yi, China telah menyatakan akan menghapus Israel dari peta dunia. Bahkan diketahui tak ada lagi nama Israel dalam peta online Alibaba dan Baidu China.Â
Sebelumnya Presiden Xi Jinping telah mendukung Palestina agar segera mendapatkan keanggotaan penuh di PBB tetapi ia menyatakan mendukung keberadaan Palestina dan Israel dengan perbatasan sebagaimana ditetapkan tahun 1967.Â
China juga telah memberangkatkan enam kapal perang termasuk kapal tempur andalan "Zibo" yang merapat ke Gaza sejak awal Nopember 2023. Ada yang menyebut tujuannya untuk memantau pergerakan USS Gerald F Ford, kapal induk tercanggih AS serta kapal tempur Washington.
Terbaru, China diberitakan kecewa terhadap AS karena telah memperpanjang konflik dengan memveto resolusi DK PBB yang diajukan oleh Brasil pada 18 Oktober 2023. Diketahui dari 15 negara anggota DK PBB, 12 negara setuju termasuk China, sementara Inggris dan Rusia abstain. Jadi AS menjadi satu-satunya negara yang menolak atau memveto resolusi DK PBB. Sebaliknya, AS juga membuat rancangan resolusi tetapi kali ini diveto oleh China dan Rusia.
Sebelumnya, China-Rusia ada di belakang mundurnya tentara Israel pasca mereka disergap oleh Brigade Al-Qassam Hamas pada Jumat malam, 28 Oktober 2023. Ada yang memberitakan bahwa rudal-rudal Hamas yang dipakai menyergap pasukan darat Israel berasal dari China dan Rusia.
Selain China dan Rusia, pernyataan dukungan terhadap Hamas juga disampaikan oleh Presiden Korea Utara (Korut), Kim Jong Un yang juga telah memerintahkan pejabatnya untuk mendukung Palestina.Â
Dukungan itu bukan hanya bantuan kemanusiaan tetapi juga persenjataan. Hal ini dibocorkan oleh mata-mata Korea Selatan. Sebelumnya tuduhan Duta Besar Israel untuk Korea Selatan bahwa ada senjata Hamas yang merupakan buatan Korut dibantah oleh Duta Besar Korut di PBB.
Bagaimana Dukungan Mesir, Turki, Arab Saudi dan Yordania?
Masyarakat Islam dunia memang menunggu respon keempat negara ini menyikapi krisis kemanusiaan di Palestina akibat serangan brutal Israel. Terkait serangan darat Israel, Menteri Luar Negeri Mesir berulangkali memperingatkan dampak-dampaknya.Â
Mesir kemudian mendesak agar Israel segera melakukan gencatan senjata demi melindungi warga sipil sekaligus melaksanakan resolusi gencatan senjata oleh PBB, serta membuka kesempatan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Jika mereka menolak, maka mereka harus siap menanggung sendiri akibatnya.
Pembelaan Mesir terhadap kemanusiaan di Palestina kembali dibuktikan saat negara ini mulai membuka pintu perbatasan Rafah di selatan Gaza sejak Rabu, 1 Nopember 2023. Tujuan pembukaan Rafah ini adalah evakuasi terbatas berdasarkan kesepakatan hasil negosiasi Mesir dengan Qatar, Hamas, Israel dan AS. Mereka yang akan melewati perbatasan ini adalah mereka yang memegang paspor asing dan warga Gaza terutama yang terluka. Â
Bagaimana dengan Turki? Presiden Erdogan mendesak Israel menghentikan serangannya di Gaza karena akan memperdalam krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.Â
Adapun langkah politis yang menandai sikap konfrontasi Turki terhadap Israel adalah saat Erdogan menarik Duta Besarnya dari Israel. Bukan hanya itu, pengumuman Erdogan pada Sabtu, 4 Nopember 2023 itu juga berisi pemutusan semua komunikasi dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.Â
Erdogan juga memberi pesan bahwa Netanyahu secara pribadi harus bertanggung jawab terhadap banyaknya korban sipil di Jalur Gaza. Erdogan bahkan bersumpah akan melakukan segala cara untuk membawa pelanggaran dan kejahatan perang yang dilakukan Israel ke Mahkamah Pidana Internasional.
Israel makin dikucilkan dunia? Kesimpulan ini tidak berlebihan apalagi setelah Turki memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Israel. Turki sendiri adalah negara di kawasan Timur Tengah yang merupakan anggota NATO, sehingga dengan demikian Israel mengalami kerugian secara politik setelah Turki menarik staf diplomatiknya dari Israel.
Bagaimana pula dengan Arab Saudi? Pangeran Muhammad bin Salman telah melayangkan protes kepada Israel dan Amerika Serikat sehubungan dengan konflik di Gaza. Menurutnya invasi darat yang digelar Israel dapat memperparah situasi dan memperpanjang siklus kekerasan.
Adapun Yordania menunjukkan dukungan yang lebih konkret lagi. Negara ini memprakarsai digelarnya sidang majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengeluarkan resolusi agar Israel-Hamas melakukan gencatan senjata. Hasilnya, 120 negara mendukung diadakannya gencatan senjata. Sementara 14 negara menolak termasuk Israel dan AS. selebihnya, 45 negara ragu-ragu mengambil sikap dan memilih abstain.
Selain memprakarsai voting untuk gencatan senjata di majelis umum PBB, Yordania juga pada 6 Nopember 2023 telah memberi peringatan tegas bahwa Israel telah gagal membedakan target serangan antara militer dengan warga sipil. Dengan demikian alibi Israel menyebut serangannya sebagai aksi membela diri akibat serangan Hamas adalah keliru.Â
Sebelumnya pemerintah Yordania telah menarik duta besarnya dari Israel. Yordania memang menjadi negara yang akrab dengan Palestina, bahkan menjadi rumah besar tempat tinggal pengungsi dari Palestina. Yordania juga mengancam deklarasi perang jika Israel terus memaksa mengusir penduduk Palestina hingga mereka akan menyeberangi perbatasan dengan Yordania. Karena itulah tentara Yordania telah memperkuat posisi di perbatasan.
Yordania melalui Raja Abdullah II bukan hanya memperingatkan Israel agar tidak memperluas konfliknya dengan Hamas apalagi yang menjadi korban adalah rakyat sipil. Ia menyinggung bahwa ini terjadi akibat tidak adanya solusi politik. Yordania sebelumnya telah mencoba memprakarsai jalan ini di majelis umum PBB.Â
Secara langsung, Raja Abdullah juga telah melakukan pembicaraan dengan Sekjend NATO dan rencananya juga Direktur CIA. Perlu diketahui bahwa Yordania memang merupakan salah satu sekutu AS di Timur Tengah, selain Arab Saudi.Â
Meski demikian, Yordania juga aktif membantu Palestina secara medis. Negara ini telah menyiapkan rumah sakit lapangan di Gaza dan intens mengirimkan perlengkapan medis ke rumah sakitnya tersebut melalui personil Angkatan Udara yang disebut oleh Raja Abdullah II sebagai prajurit tak takut mati.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa konflik Israel-Hamas memperjelas keberpihakan beberapa negara di dunia terhadap masa depan Palestina. AS memilih berhati-hati dengan tidak membenarkan semua tindakan dan keputusan Israel.Â
Meski demikian, negara adidaya ini tidak melakukan langkah konkret pencegahan termasuk secara politis di PBB. Tampaknya AS mencoba menerapkan standar ganda demi menghindari konfrontasi dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah. Apalagi beberapa negara di kawasan itu merupakan sekutu mereka seperti Arab Saudi dan Yordania.
Sikap AS memilih berhati-hati menyikapi konflik Israel-Hamas juga dengan "merelakan" pangkalan militernya di Suriah dan Irak menjadi "bulan-bulanan" Houthi di Yaman hingga mengakibatkan 45 pasukannya tewas. Meski demikian, belum ada sinyal mereka melakukan serangan balasan.Â
Faktor terakhir mengapa AS sangat berhati-hati dan tidak gegabah, karena Joe Biden paham betul bahwa Hamas tidak sendirian. Ada pasokan senjata dari China, Rusia dan Iran bahkan operasi militer dari sekutu Iran yakni Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman.
Belum lagi tekanan politik negara-negara besar di Timur Tengah seperti Mesir, Turki, Arab Saudi dan Yordania. Negara yang disebut terakhir---meski kurang populer seperti Mesir, Turki dan Arab Saudi---tetapi sepak terjangnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Yordania memiliki pengaruh besar di mata negara-negara Arab dan Timur Tengah. Salah satu penggagas dan pendiri sekaligus pemimpin Organisasi Konferensi Islam (OKI) adalah Raja Abdullah dari Yordania.
Pengaruh Yordania tidak sebatas di Timur Tengah atau dunia Arab, kita masih ingat bagaimana Yordania memprakarsai voting di majelis umum PBB terkait usulan gencatan senjata Israel-Hamas baru-baru ini. Meski ditolak oleh 14 negara, tetapi Yordania telah berhasil membuka mata dunia terkait sikap negara-negara di dunia terhadap konflik Israel-Hamas dan kemanusiaan di Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H