Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Saelan Bersaudara: Inspirasi Kepahlawanan Lintas Zaman

10 November 2023   13:23 Diperbarui: 10 November 2023   13:35 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maulwi (memegang bola) saat membela Timnas Indonesia di ajang internasional (cnnindonesia)

Langit tak selamanya mendung. Ungkapan ini tepat untuk menggambarkan rumah tangga Elly Saelan dan M. Yusuf. Masa-masa penuh gejolak telah usai, mulai dari Permesta, Kahar Muzakkar, hingga G30S/PKI. Saatnya Elly Saelan menyaksikan sang suami dapat menikmati ketenangan dan kecemerlangan karirnya. 

Sang suami berhasil mencapai puncak karir seorang prajurit dengan menjabat Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan pangkat Jenderal (1978). Di antara warisan sang panglima adalah keberhasilan program ABRI masuk desa yang hingga kini melekat di memori rakyat Indonesia.

Jenderal M. Yusuf (sumber: Wikipedia)
Jenderal M. Yusuf (sumber: Wikipedia)

Tetapi lagi-lagi sang suami diuji dengan sebuah fitnah yang tak jelas sumbernya. Popularitas sang suami dianggap dapat membahayakan posisi Presiden Suharto. Harga dirinya terusik, sehingga ia tak lagi pernah mau menghadiri siding kabinet hingga ia diberhentikan (1983).

Meski begitu, bintang sang suami belum juga pudar meski bintang itu tak lagi berupa tanda pangkat di bahu. Nama baik dan dedikasi sang suami yang tak perlu diragukan mengantarkannya mendapat amanah menjaga keuangan negara sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama satu dekade lamanya (1983-1993).

Jenderal M. Yusuf wafat tahun 2004 dalam usia 76 tahun didampingi oleh istri Elly Saelan. Bahkan sang istri meminta waktu khusus berdua dengan almarhum suaminya. Ia tak ingin diganggu saat membacakan Al-Quran di depan almarhum selama sekitar dua jam lamanya.

Elly Saelan menyusul suami tercinta berselang satu dekade kemudian yakni tahun 2014 dalam usia 85 tahun. Ia dishalati dalam masjid terbesar di Sulawesi Selatan yang namanya didedikasikan untuk suami tercinta Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend M. Yusuf. Selanjutnya almarhumah dimakamkan di Pemakaman Umum Panaikang tepat di samping makam suaminya dan putra tunggalnya.

Jenazah Elly Saelan bersiap dishalati di Masjid Al-Markaz Al Islami Jend M. Yusuf pada 12 Oktober 2014 (jpnn)
Jenazah Elly Saelan bersiap dishalati di Masjid Al-Markaz Al Islami Jend M. Yusuf pada 12 Oktober 2014 (jpnn)

Elly Saelan menjadi inspirasi kepahlawanan dengan kesetiaannya mendampingi sang Panglima hampir lima dekade lamanya (50 tahun). Ia telah menjadi pahlawan keluarga, sebab tidak ada suami yang hebat atau sukses tanpa seorang istri di sampingnya. Pahlawan tidak hanya identik dengan patriot bangsa dan negara di masa-masa perjuangan. 

Pahlawan bisa hadir di sepanjang lini masa dengan berbagai ragam perjuangannya. Sama halnya jika kita mengatakan bahwa Kartini bukan hanya milik abad ke-19 tetapi sepanjang abad bisa lahir Kartini-Kartini lainnya. Begitulah Elly Saelan menjadi pahlawan bagi keluarganya, pahlawan yang mengawal suaminya meniti karir pengabdian kepada bangsa dan negaranya.

Dengan demikian tiga Saelan bersaudara (Emmy Saelan, Maulwi Saelan dan Elly Saelan) menjadi satu potret keluarga yang utuh yang mempersembahkan jiwa dan raga mereka untuk bangsa dan negaranya. Tentu dengan demikian, NKRI harus bangga pernah memiliki ketiga putra dan putri terbaik bangsa ini melebihi kebanggaan orang tua mereka bertiga, Amin Saelan dan Soekamti (berdarah Jawa-Madura). Perlu diketahui bahwa ayah dari tiga Saelan bersaudara ini adalah pendiri sekolah Taman Siswa di Makassar, meski ia berprofesi sebagai Pamong Praja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun