Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Zionisme: Sejarah dan Pembuktian Literasi yang Mengubah Nasib Israel

1 November 2023   07:24 Diperbarui: 1 November 2023   12:08 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Migrasi bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina pada abad ke-19 (kompas.com)

Akhir-akhir ini bangsa Israel kembali menjadi perbincangan hangat seiring invasi besar-besaran mereka ke Palestina. Meski demikian, perbincangan itu lebih mengerucut ke tema kemanusiaan dibanding politik. Hal ini sehubungan dengan semakin banyaknya korban jiwa berjatuhan dan tervisualisasikan melalui banyak video di dunia maya. Hasilnya, simpati berdatangan dari segala penjuru dunia, bahkan termasuk dari kalangan Yahudi sendiri terutama yang menetap di luar Israel, khususnya di Eropa.

Sebagai pemerhati sejarah yang banyak menemukan fakta bahwa seringkali ada kekuatan literasi dalam berbagai peristiwa besar dunia, maka saya berusaha mencari referensi tentang hal itu. Hasilnya saya dijodohkan dengan buku berjudul Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia yang ditulis oleh Z.A. Maulani. Di bagian pengantar cetakan kedua buku ini diberikan keterangan bahwa buku ini mendapat sambutan yang sangat besar dari masyarakat. Buku tersebut telah mengundang serangkaian diskusi "bedah buku" yang melibatkan masyarakat luas, mulai dari pusat-pusat studi Islam di kampus-kampus seperti FISIP Universitas Indonesia Depok, FK Universitas Indonesia Salemba Jakarta, Universitas Negeri Jakarta Rawamangun, Universitas Krisnadwipayana Jakarta.

Selain kalangan perguruan tinggi, lembaga-lembaga kajian juga menggelar diskusi terkait kehadiran buku ini seperti Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Bandung Jawa Barat, Gerakan Anti Zionisme (GAZA), Yayasan Amanah, Medan Sumatra Utara, serta badan-badan kajian di lingkungan masjid-masjid seperti masjid Arief Rahman Hakim kampus UI Salemba, masjid at-Taqwa, Pejaten Jakarta, masjid al-Musyawarah, Kemayoran Jakarta, dan sebagainya.

Rangkaian diskusi di atas menjadi satu pembuktian bahwa tema Zionisme masih menjadi daya pikat. Ini pulalah yang menyebabkan edisi kedua buku yang telah direvisi ini menjadi "Buku Laris" versi Kompas 6 Juli 2002. Meski sudah lebih dari dua dasawarsa sejak terbitnya, bagi penulis, uraian di awal-awal buku ini menarik untuk ditarik ke masa kini. Terlepas dari misi Zionisme itu sendiri, penulis ingin membagikan pesan bagaimana kekuatan literasi menjadi penggerak utama Zionisme dan mengubah nasib bangsa Israel dan kaum Yahudi.

Salah satu buku yang ditulis oleh Theodor Herzl, Bapak Zionisme Modern (wikipedia)
Salah satu buku yang ditulis oleh Theodor Herzl, Bapak Zionisme Modern (wikipedia)

Israel Pernah Mengalami Perpecahan dan Penguasaan

Israel awalnya adalah sebuah kerajaan. Di antara raja yang pernah memerintah adalah Rehoboam. Putra Nabi Sulaiman alaihissalam (as) ini melanjutkan tahta ayahnya sejak 926 SM. Berbeda dengan ayahnya, Rehoboam adalah penguasa yang dikenal ambisius dan keras kepala, tidak pernah menghiraukan pendapat dari para mantan penasihat ayahnya. Sikapnya ini memicu pemberontakan sepuluh suku Bani Israel yang berdiam di kawasan utara di bawah pimpinan Jeroboam. Adapun yang setia kepada Rehoboam menyisakan dua suku yaitu Judah dan Benyamin.

Kerajaan Israel terus mengalami perpecahan internal yang memicu pertumpahan darah dan perebutan kekuasaan hingga masa sekitar dua abad sejak berakhirnya masa Nabi Sulaiman as hingga mereka ditaklukkan oleh Assyria. Lalu pada tahun 734 SM, Kerajaan Israel di utara yang dibentuk oleh sepuluh suku Bani Israel mencoba bersekutu dengan raja-raja lainnya untuk melawan Assyria, yang menjadi imperium yang mendominasi Timur Tengah pada masa itu. Raja Assyria Tilgath-Pileser III menjawabnya dengan melancarkan serangan yang mematikan untuk menghancurkan persekutuan itu. Kerajaan Israel diserbu dan rakyatnya mengungsi meninggalkan Tanah Israel, bersebaran ke seluruh penjuru imperium Assyria.

Sepuluh tahun berikutnya, sisa-sisa Kerajaan Israel masih mengalami serbuan dua raja Assyria yang menyebabkan kehancuran total mereka. Sisa-sisa rakyat Israel mencoba menyelamatkan diri dengan menyebar ke berbagai negara hingga mereka dianggap hilang dari sejarah. Sebaliknya, di atas Tanah Israel itu bermunculan bangsa-bangsa baru yang didukung oleh Assyria. Mereka adalah bangsa Cathia, Babilonia, Elamia, dan Sushania. Mereka semua disebut sebagai kaum Samaria.

Berselang lebih seabad sejak Kerajaan Israel musnah, Babilonia di bawah Raja Nebukadnezar mengambialih kekuasaaan setelah mengalahkan Assyria. Nebukadnezar dua kali menyerang sisa-sisa bangsa Yahudi di Judah, menawan dan mengangkut mereka ke pembuangan di Babilon. Bahkan dalam serangan kedua, Haikal Sulaiman dibakar habis menyisakan satu dinding yang kini menjadi Tembok Ratapan kaum Yahudi.

Meski penguasa baru Babilonia, Cyrus mempersilahkan mereka kembali ke Israel, mereka lebih memilih menetap di Babilonia. Sebagian lagi bermigrasi ke Mesir, kemudian Eropa seperti Rusia dan Jerman. Mereka yang berdiam di Rusia lalu menyebar lagi ke seluruh Eropa, Amerika dan Australia.

Theodore Herzl di Basel tahun 1897 (wikipedia)
Theodore Herzl di Basel tahun 1897 (wikipedia)

Literasi Mengubah Nasib Bangsa Israel

Lalu apa yang mengubah nasib bangsa Israel atau Yahudi hingga menjadi seperti yang kita kenal sekarang? Semuanya berawal dari seorang pemikir dan politisi mereka yang bernama Theodor Herzl (1860-1904). Dialah yang dikenal sebagai Bapak Zionisme Modern. Zionisme sendiri adalah suatu gerakan pulangnya 'diaspora' (terbuangnya) kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali bersatu sebagai sebuah bangsa dengan Palestina sebagai tanah air bangsa Yahudi, dengan Jerusalem sebagai ibukota negaranya.

Meski awalnya, Zionisme Internasional dicetuskan oleh Nathan Bernbaum di New York (1 Mei 1776), tetapi penyebaran gagasan ini melibatkan kekuatan literasi. Hal itu terlihat saat Yahuda al-Kalai (1798-1878) melemparkan gagasan pendirian sebuah negara Yahudi di Palestina yang didukung oleh Izvi Hirsch Kalischer (1795-1874) melalui bukunya. Buku yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan berjudul Derishat Zion (1826) itu berisi studi tentang kemungkinan mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina.

Buku Derishat Zion kemudian disusul oleh tulisan Moses Hess dalam bahasa Jerman. Tulisan berjudul Roma und Jerusalem (1862) itu memuat pemikiran tentang solusi "masalah Yahudi" di Eropa dengan cara mendorong migrasi orang Yahudi ke Palestina.

Perlu waktu lebih dari tigapuluh tahun, Zionisme untuk memperlihatkan konsepnya yang jelas sebagai gerakan politik untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina, yakni setelah terbitnya buku Der Judenstaat (1896). Buku ini ditulis oleh seorang tokoh Yahudi bernama Theodore Herzl (1860-1904). Ia adalah salah seorang tokoh besar Yahudi dan Bapak Pendiri Zionisme modern. Ia bisa disebut sebagai eksponen filsuf tentang eksistensi bangsa Yahudi yang memiliki pandangan paling jauh ke depan yang pernah dimiliki generasi Yahudi di sepanjang sejarah mereka. Ia tidak pernah ragu akan adanya "bangsa Yahudi". Ia menyatakan tentang eksistensi itu pada setiap kesempatan yang ada. Katanya, "Kami adalah suatu bangsa---Satu Bangsa."

Versi bahasa Inggris dari buku Theodor Herzl (wikipedia)
Versi bahasa Inggris dari buku Theodor Herzl (wikipedia)

Dalam bukunya, ia mengakui bahwa masalah Yahudi sesungguhnya lebih berbau sosial ketimbang keagamaan, meski ia tidak menafikan munculnya masalah kedua ini dalam beragam bentuknya. Ia juga menghubungkan tindakan Yahudi kepada dunia dengan berkata, "Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu klas proletariat revolusioner, pemanggul idea dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit, dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat."

Pendapat yang dianggap membangkitkan pandangan sejati yang telah lama terpendam dalam benak kaum Yahudi di atas menunjukkan bahwa Theodore Herzl memiliki tingkat literasi yang sangat tinggi. Hasilnya, karya Herzl telah menginspirasi bangsa Israel atau kaum Yahudi untuk tidak saja berdiaspora ke Palestina tetapi juga menguasai dunia dengan keuangan mereka. Sebab jika mereka kalah, maka mereka hanya akan menjadi klas proletariat revolusioner dan pemanggul idea dari suatu partai revoluioner. Sebaliknya, jika mereka menang maka mereka akan memiliki kekuasaan keuangan yang dahsyat.

Demikianlah pembuktian bahwa literasi membangkitkan persatuan bangsa Israel (Yahudi) untuk mengubah nasib mereka. Bangsa yang selama ratusan tahun mengalami perpecahan dan perebutan tahta hingga penguasaan oleh banyak bangsa, berbalik menjadi bangsa yang sangat kuat, baik secara politik, militer, dan ekonomi atau keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun