Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Pulau Rempang: Mencari Fakta, Mewaspadai Hoaks

22 September 2023   13:21 Diperbarui: 22 September 2023   13:28 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lebih sepekan ini perhatian masyarakat Indonesia terbelah. Di tengah rasa penasaran menanti tiga pasangan capres dan cawapres yang akan berlaga di Pilpres 2024, perhatian masyarakat Indonesia juga terarah ke Pulau Rempang. Apa yang sesungguhnya tengah terjadi? Kami akan mencoba menyuguhkannya secara kronologis.

Kasus Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau mulai mencuat dan menjadi komsumsi publik saat serangkaian video beredar di grup-grup whatsapp. Sejumlah video itu memperlihatkan sebuah kerusuhan atau bentrokan. Simpati meluas karena terlihat anak-anak sekolah juga ikut dievakuasi bahkan ada yang terdampak bentrokan terutama efek gas air mata yang ditujukan kepada massa. Aparat menyebutkan bahwa efeknya ikut dirasakan oleh anak-anak karena gas air mata terbawa oleh angin.

Rencana Pembangunan Kawasan Rempang Eco City

Rempang Eco City adalah proyek gabungan antara Otoritas Zona Bebas Indonesia dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang disebut telah bekerja sama dengan Xinyi Group. Rempang Eco City akan dipersiapkan menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi. Proyek ini sesungguhnya telah direncanakan sejak 2004. Diketahui sejak itu, PT MEG dipilih oleh Pemerintah Kota Batam dan BP Batam untuk mengelola lahan di Pulau Rempang dengan hak konsesi selama 80 tahun. Meski demikian, barulah sejak 2023 rencana pembangunan Rempang Eco City ini masuk dalam Program Strategi Nasional sesuai Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian RI No. 7/2023. Proyek ini ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun hingga 2080. Berdasarkan situs BP Batam, proyek Rempang Eco City membutuhkan lahan 7.572 ha (45,89% dari total lahan Pulau Rempang seluas 16.500 ha).

Bentrokan yang terjadi pada 7 September 2023  antara warga Pulau Rempang dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam. Bentrokan ini terkait rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City yang dinilai akan menghilangkan nilai historis masyarakat Melayu yang telah mendiami Pulau Rempang sejak sebelum Indonesia merdeka. Nilai historis yang dimaksud adalah 16 kampung tua yang telah berdiri sejak 1834. Warga di beberapa kampung tua inilah yang menolak untuk direlokasi. Meski demikian, pihak BP Batam menjelaskan bahwa bukan 16 kampung yang akan direlokasi dalam waktu dekat ini tetapi hanya tiga kampung. Ini sehubungan dengan kebutuhan 2.000 hektare yang akan dikembangkan lebih dulu sesuai kesepakatan (MoU) PT MEG dengan Xinyi Glass Holdings Ltd., dari China untuk membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa untuk memproduksi kaca.

Bentrokan warga dengan aparat (viva.co.id)
Bentrokan warga dengan aparat (viva.co.id)

Bukan Penggusuran Tetapi Penyerahan Hak Guna Usaha

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD di Jakarta sehari pasca bentrokan. Ia menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi di Rempang bukan penggusuran tetapi pengosongan lahan karena akan digunakan oleh pemegang haknya yang sah sejak 2001-2002, dalam hal ini sebuah entitas perusahaan. Lalu mengapa terjadi masalah seperti saat ini? Mahfud menjelaskan bahwa ada kekeliruan yang dilakukan, baik oleh pemerintah setempat maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengubah status fungsional tanah.

Bentrokan Kedua 

Bentrokan kedua ini terjadi setelah massa menggelar aksi demonstrasi di depan kantor BP Batam yang juga menuntut pembebasan tujuh rekan mereka yang ditangkap pada bentrokan empat hari sebelumnya. Meski polisi telah menangguhkan penahanan ketujuh orang tersebut, tetap terjadi bentrokan. Menurut kepolisian, massa melempari kantor BP Batam dengan batu dan kayu bahkan Molotov. Diterangkan pula bahwa sebanyak 26 aparat gabungan mengalami luka-luka. Adapun massa yang ditangkap pada aksi 11 September 2023 itu sebanyak 43 orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun