Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

78 Tahun Indonesia Merdeka: Memaknai Perjuangan Melawan Dominasi, Kolonisasi dan Eksploitasi

18 Agustus 2023   14:08 Diperbarui: 18 Agustus 2023   14:25 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penandatanganan dokumen penyerahan Jepang di atas kapal USS Missouri, 2 September 1945 (Kompas.com)

Para pemuda yang mengetahui penyerahan Jepang kepada Sekutu mendesak Sukarno dan Muhammad Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang. Para pemuda tidak menerima saat Sukarno dan Hatta ingin membicarakan proklamasi ini di dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) di mana mereka duduk sebagai Ketua dan Wakil Ketua. Para pemuda tidak ingin kelak jika kemerdekaan Indonesia disebut-sebut ada campur tangan Jepang. Akibat pendirian teguh Sukarno dan Hatta, para pemuda menculik keduanya dan membawanya ke Rengasdengklok. Peristiwa ini terjadi pada 16 Agustus 1945. 

Ahmad Subarjo yang kebingungan karena keberadaan Sukarno Hatta tidak diketahui mendapatkan firasat bahwa keduanya mungkin dibawa ke Rengasdengklok karena di sana ada kesatuan PETA yang bersimpati terhadap perjuangan kemerdekaan, sekaligus tempat berkumpulnya barisan pemuda. Firasatnya benar. Tetapi para pemuda hanya bersedia melepas Sukarno dan Hatta setelah ada jaminan dari Ahmad Subarjo bahwa proklamasi akan dilakukan paling lambat 17 Agustus 1945. Sekembalinya di Jakarta, ketiganya belum mendapatkan tempat yang tepat dan aman untuk membicarakan rencana prolamasi kemerdekaan. Meski Jepang telah menyerah tetapi tentara Jepang yang ada di Indonesia masih kuat dan bisa saja menggagalkan rencana proklamasi. Gayung bersambut, Panglima Angkatan Laut Jepang, Laksamana Maeda bersedia jika rumahnya dijadikan tempat membicarakan rencana proklamasi. Pada malam 17 Agustus 1945 itulah dengan bertempat di rumah panglima militer Jepang yang bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, naskah Proklamasi dirumuskan. Naskah itulah yang dibacakan pada esok harinya, bertepatan dengan hari Jumat, 17 Agustus 1945.

Demikianlah tinjauan historis tentang kesimpulan para pendiri bangsa yang mencantumkan kalimat di alinea ketiga: Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan dengan keinginan luhur...". Maka pendorong utama kita merdeka adalah keinginan luhur untuk merdeka karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Keinginan luhur yang dimanifestasikan dalam bentuk perjuangan tak kenal putus asa sehingga menyebabkan rakyat Indonesia mendapat naungan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.

Penulis berfoto di depan Diorama Proklamasi Kemerdekaan di Museum Nasional saat Study Tour tahun 1999 (dok. pribadi)
Penulis berfoto di depan Diorama Proklamasi Kemerdekaan di Museum Nasional saat Study Tour tahun 1999 (dok. pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun