Invasi Jepang ke Amerika Serikat (AS) memang sangat mengejutkan dunia, bagaimana bisa sebuah negara di Asia Timur berani memproklamirkan perang melawan AS. Tetapi jika ditelusuri sepak terjang Jepang sebelum memutuskan berkonfrontasi dengan AS, maka ditemukan jawaban bahwa rasa percaya diri Jepang tidak terlepas dari bergabungnya negara ini ke dalam aliansi Jerman dan Italia yang disebut "Aliansi Tiga Negara" (Sankoku Domei) pada awal 1940. Selain karena aliansi dengan Jerman dan Italia, keputusan Jepang terjun ke Perang Dunia II juga didukung oleh pejabat-pejabat tinggi Jepang baik sipil maupun militer, misalnya Menteri Luar Negeri Jepang, Matsuoko Yoosuke. Sebelumnya ia juga yang meyakinkan pihak Angkatan Laut Jepang yang sebelumnya tidak menyetujui Jepang bergabung dengan aliansi Jerman dan Italia karena khawatir membuka konflik dengan AS.
Apa yang dikhawatirkan oleh AL Jepang menjadi kenyataan. Bergabungnya Jepang ke blok Sentral (Poros) membuat Paman Sam berang, hingga memutuskan melakukan embargo minyak ke Jepang, disusul komoditi besi dan baja. Akibatnya ekonomi Jepang lumpuh, karena AS merupakan penyuplai tunggal kebutuhan industri Jepang. Puncaknya semakin parah saat AS membekukan semua aset Jepang di negeri Paman Sam tersebut sehingga hubungan perdagangan kedua negara berhenti total sejak Juli 1940.
Sinyal Perang dari Militer Jepang
Pasca terputusnya perdagangan antara kedua negara, Jepang lebih dulu berinisiatif memperbaiki hubungan. Bahkan ketika negosiasi tidak mengalami kemajuan berarti, Tokyo mengirimkan PM Pangeran Fumimaro Konoye ke Washington untuk bertemu langsung dengan Presiden Roosevelt pada Agustus 1941. Saat negosiasi tahap akhir berlangsung, Menteri Peperangan Hideki Tojo telah mengirimkan kapal selamnya ke Pasifik Selatan. Saat negosiasi buntu, Hideki segera mengirimkan nota kepada Kedutaan Besar mereka di Washington untuk memutuskan hubungan diplomatik. Presiden Roosevelt segera menyadari bahwa ini adalah pertanda perang segera dimulai.
Mengapa Pearl Harbour?
Bukan hanya Hideki Tojo yang telah siap untuk mengerahkan pasukan kapal selamnya, Menteri Angkatan Laut Shimada Sigetaroo juga sudah melaporkan kepada Kaisar Hirohito bahwa secara umum Angkatan Laut Jepang sudah siap untuk menyerang AS. Begitupun Kepala Staf Angkatan Darat, Sugiyama Hajime dan Kepala Staf Angkatan Laut, Nagano Osami. Maka diputuskanlah bahwa penyerangan ke AS akan dilakukan pada 8 Desember 1941 (7 Desember 1941 waktu AS) bertepatan dengan hari Minggu. Tidak main-main, Jepang mengerahkan 441 pesawat tempurnya untuk membombardir Pearl Harbour.
Lalu muncul pertanyaan: mengapa Pearl Harbour? Ternyata berdasarkan hitung-hitungan ahli strategi militer Jepang, armada AL AS di Pasifik ini dipandang merupakan satu-satunya kekuatan yang dapat menghalangi langkah Jepang menguasai Asia Tenggara. Sayangnya, perkiraan ini meleset, sebab meski serangan itu berhasil menenggelamkan 20 kapal perang dan merusak 188 pesawat, tak satu pun kapal induk yang jadi korban. Sebab, saat penyerangan, tiga kapal induk AS sedang tidak berlabuh di Pearl Harbour. Mengetahui hal ini, Laksamana Yamamoto, salah satu yang mencetuskan ide serangan ke Pearl Harbour segera memprediksi bahwa perang akan berlangsung berkepanjangan bahkan lebih jauh ia meramalkan bahwa Jepang tidak akan mampu mengalahkan AS.
Sumbu Bom Atom Hiroshima-Nagasaki Dinyalakan di Pearl Harbour
Tidak ragu lagi bahwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki merupakan serangan balasan AS terhadap invasi Jepang ke Pearl Harbour, dengan kata lain sumbu bom atom di Hiroshima-Nagasaki dinyalakan sendiri oleh Jepang di Pearl Harbour. Hal ini sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Presiden Truman saat mempersiapkan bom kedua untuk sasaran Kokura---tetapi karena faktor cuaca dan bahan bakar mulai menipis maka dijatuhkan di Nagasaki.
B.B.C dalam film doKumenter HIROSHIMA mengutip langsung suara Presiden Truman berpidato, "Dunia mencatat bahwa bom atom pertama yang dijatuhkan di Hiroshima adalah pangkalan militer. Jika Jepang tidak menyerah, bom-bom terpaksa dijatuhkan lagi di wilayah perindustrian. Aku mendesak warga Jepang untuk segera meninggalkan kota industri dan menyelamatkan diri mereka dari kehancuran. Aku sadar arti tragis dari bom atom. Dengan memiliki bom atom, kami memakainya. Kami memakainya terhadap mereka yang menyerang kami tanpa peringatan di Pearl Harbour, terhadap mereka yang kelaparan, tertindas dan menganiaya tawanan perang Amerika, terhadap mereka yang mengabaikan semua potensi kepatuhan hukum perang internasional. Kami memakainya untuk mempersingkat kepedihan perang untuk menyelamatkan ribuan pemuda Amerika."
Dengan demikian, sejarah mencatat bahwa invasi Jepang ke Pearl Harbour bukan strategi yang berhasil. Meski menenggelamkan 20 kapal dan 188 pesawat musuh serta 2.403 tentara musuh, terbukti Angkatan Laut AS mampu memberikan serangan balasan yang semakin memojokkan kekuatan Jepang dalam berbagai pertempuran laut. Tetapi, apa boleh buat sumbu telah dinyalakan dan akhirnya Jepang sendiri yang terbakar setelah Hiroshima dibom atom (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945).
"Serangan itu akan menandakan awal dari akhir kerajaan Jepang di Asia dan Pasifik," demikian kata Satona Suzuki, Dosen Sejarah Jepang dan Jepang Modern di SOAS, University of London (historytoday.com).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H