Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prahara 10 Muharam (Tragedi Karbala) dalam Catatan Penulis Dunia dan Indonesia

28 Juli 2023   07:33 Diperbarui: 28 Juli 2023   09:31 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "Battle of Karbala" (id.wikipedia.org)

Muharam adalah salah satu bulan yang sangat dimuliakan dalam Islam. Banyak peristiwa besar di bulan ini seperti diterimanya tobat Nabi Adam as, berlabuhnya bahtera Nabi Nuh as, diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari pembakaran Raja Namrudz, disembuhkannya Nabi Yakub as dari penyakit butanya, dibebaskannya Nabi Yusuf dari penjara Mesir, diampuninya Nabi Daud as, diselamatkannya Nabi Yunus as dari perut ikan paus, disembuhkannya Nabi Ayub as dari penyakitnya, diselamatkannya Nabi Musa as dari kejaran Firaun, dan diangkatnya Nabi Isa ke langit.

Mungkin muncul pertanyaan di benak kita: mengapa pada 10 Muharam (As-Syuro) umat Islam tidak merayakannya dengan kebahagiaan? Bukankah rangkaian peristiwa sejarah sebagaimana dituliskan di paragraf sebelumnya bermakna pembebasan bagi para Nabi dan tentu saja menjadi kisah kebahagiaan bagi mereka?

Tulisan kali ini akan mengungkap bahwa memang tidak sepantasnya kita meluapkan kebahagiaan pada tanggal 10 Muharam karena pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 61 H (680 M) telah terjadi prahara atau tragedi berdarah yang tidak akan terlupakan oleh umat Islam. Peristiwa tragis berupa pembantaian terhadap Imam Husain yang kemudian terkenal dalam sejarah sebagai "Tragedi Karbala". Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib syahid bersama tiga putranya, enam atau tujuh saudaranya, dan puluhan pengikut beliau.

Simpati Penulis Dunia

Simpati akibat tragedi yang menimpa keturunan Nabi  saw diluapkan dalam berbagai bentuk publikasi baik berupa buku/novel sejarah, film hingga berbagai konten di youtube yang sangat mudah ditemukan. Bahkan seorang novelis Kristen sekalipun bernama George Zaidan mengabadikan prahara berdarah ini dalam karya monumentalnya. Meski ada yang menganggapnya ahistoris tetapi karyanya patut diapresiasi karena mewakili simpati masyarakat non-Muslim terhadap Muslim dunia. Selain di Eropa, novel klasik juga terbit di Malaysia tahun 1982 dengan judul "Peristiwa di Padang Karbala" buah tangan Wan Yusof Hassan.

Selain di Eropa dan Asia, simpati lain penulis dunia terhadap prahara yang mengakibatkan terbunuhnya cucu Nabi Muhammad saw juga lahir di Amerika, tepatnya di Chicago (1994). Judulnya Massacre of Karbala (Maqtal al-Husain). Buku yang ditulis oleh Ali Husain Jalali ini telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Al-Huda tahun 2007 dengan judul "Tragedi 10 Muharam: Tetes Darah, Pemimpin Pemuda Surga".

"Sungguh, aku tidak melihat kematian (hanya sebagai kebebasan semata) tetapi sebagai kebahagiaan, dan hidup bersama orang-orang tak adil tidak lain hanyalah duka cita." Demikian perkataan Imam Husain yang dikutip di bagian depan buku ini.

Cover
Cover "Tragedi 10 Muharam" karya Ali Husain Jalali (dok. pribadi)

Simpati terhadap prahara yang mengorbankan keluarga Nabi Muhammad saw seakan tidak pernah usai. Di tahun yang sama dengan ditulisnya Massacre of Karbala, terbit pula "Syuhada Padang Karbala" oleh Mizan (1994). Buku ini merupakan terjemahan dari Silsilah Rawwad Al-Fidaa karya Musa Ash-Shadr yang sebelumnya diterbitkan oleh Ad-Dar Al-Islamiyyah, Beirut, Libanon.

Cover
Cover "Syuhada Padang Karbala" karya Musa as-Shadr

Buku selanjutnya masih terbit di Beirut dengan judul Abu Asy-Syuhada Husain bin Ali. Buku yang ditulis oleh Abbas Mahmud Al-Aqqad ini juga telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul "Husain Pejuang Sejati" dan diterbitkan oleh Pustaka Azzam (2002). Di tahun yang sama, Yayasan Fatimah menerbitkan buku "Tragedi Penindasan Keluarga Nabi saw", terjemahan dari Imam Hussein and The Day of Asyura karya Al-Balagh Foundation, Iran.

Ada pula buku "Mereka Meluruskan Revolusi ASHURA" yang berisi kumpulan ceramah tiga intelektual sekaligus yaitu Prof. Murtadha Muthahhari (Iran), Al-Allamah As-Sayyid Muhammad Hussein Fadlullah (Libanon) dan DR. Ali Syari'ati (Iran). Menariknya di sampul depan buku ini dikutip kalimat Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, Ir. Soekarno, "Hussein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap manusia yang menentang keangkuhan, ketika penguasa telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman."

Bukan hanya penulis dan penerbit di Libanon dan Iran yang menunjukkan simpati atas Tragedi Karbala, tidak ketinggalan penulis di Irak dan Kuwait. Di Irak, risalah tentang Tragedi Karbala ditulis langsung oleh keturunan Nabi saw yang hidup di antara 589-664 H. Silsilah beliau dari garis ayah bersambung ke Imam Husain dan dari ibundanya bersambung ke Imam Hasan. Karena itulah beliau disebut Dzul Hasabain (orang yang memiliki dua silsilah mulia). Beliau lahir di Hullah tetapi kemudian mengunjungi Karbala, Samarra lalu menetap di Baghdad. Beliau masih menetap di sana saat Mongol menghancurkan kota itu. Beliau bernama Sayyid Ibnu Thawus, sedangkan risalahnya berjudul Al-Mahluf fi Qathla Al-Thufuf. Diterjemahkan dan dicetak dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Mihr (1999) dengan judul "Duka Padang Karbala."

Sementara di Kuwait terbit risalah dalam bahasa Persia berjudul Waq'eat-e 'Asyura wa Fasuqh be Syubuhat karya Ali Ashgar Ridhwani. Risalah ini telah diterbitkan juga dalam edisi Indonesia oleh Penerbit Al-Huda (2008) dengan judul "Tragedi Asyura dan Menjawab Pelbagai Keraguan Tentangnya."

Selain perspektif historis ada pula penulis luar negeri yang mengkajinya melalui pendekatan sejarah dan fiqih sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Khotib Syekh Abdul Wahab al-Kasyi melalui karyanya Ma'sah Al-Husain Bainal Sail wal Muiib. Buku ini juga telah diterbitkan dalam edisi Indonesia oleh Yayasan Islam Al-Baqir (1996) dengan judul "Asyura dalam Perspektif Islam".

Penulis Indonesia pun Tidak Ketinggalan. 

Diantaranya novel sejarah karya penulis Indonesia adalah "Prahara di Nainawa" oleh Muhsin Labib.

"Peristiwa yang diceritakan dalam buku ini bukan hanya tragis, tetapi juga sangat ironis, karena terjadi hanya beberapa tahun dari wafatnya Nabi Muhammad saw. Belum pernah terjadi di masa jahiliyah, adanya pembantaian yang lebih keji dan lebih sadis dari pembantaian ini." Demikian potongan kalimat yang tertulis di sampul belakang novel yang diterbitkan oleh Yayasan Ulul Albab, Lhokseumawe Aceh (1999).

cover
cover "Prahara di nainawa" karya Muhsin Labib (dok. pribadi)

Selain deretan buku/novel di atas masih banyak buku-buku yang menunjukkan simpati terhadap salah satu tragedi terbesar dalam sejarah kelam umat Islam di antaranya "HUSEIN Pahlawan dan Syahid Besar" tulisan Prof. Fazl Ahmad dan telah disadur oleh Drs. H. A. Nawawi Rambe, "Tragedi Berdarah di Padang Karbala" tulisan Abu Ghozie As-Sundawie yang merupakan ringkasan kitab Higbah Miant Taarikh hlm. 229-243 karya Syaikh "Utsman bin Muhammad al-Khamis.

Tidak ketinggalan buku yang judulnya bermaksud menggugah perasaan duka dan simpati. Buku tersebut berjudul "Nabi Muhammad saw Berduka dan Menangisi Al-Husain. Mengapa Kita Tidak?". Buku yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar ini adalah buah tangan dari Abu Nu'man as-Sulaifi. Di antara dalil yang dikutip dalam risalah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi yang sanadnya bersambung kepada Asma' binti Umais (wanita yang membantu kelahiran cucu Nabi, Hasan dan Husain).

Dikisahkan dalam riwayat itu bahwa setelah Asma' membantu persalinan Fatimah, Nabi saw memintanya membawakan Al-Husain padanya. Ia pun menyerahkan Al-Husain yang berselimut kain putih. Beliau saw lalu mengumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Setelah itu beliau meletakkan Al-Husain di pangkuannya kemudian beliau menangis. Saat Asma' bertanya perihal alasan Nabi saw menangis, beliau berkata bahwa putranya ini kelak akan dibunuh oleh kelompok pembangkang dari agama.

Masih ada beberapa riwayat yang dikutip dalam risalah ini yang menunjukkan kepada kita bahwa tangisan Nabi saw terhadap Al-Husain yang dikabarkan akan dibunuh adalah sebuah fakta. Bahkan terdapat riwayat bahwa serombongan malaikat turun ke bumi membentangkan sayap-sayap mereka meratapi Al-Husain. Mereka bersama dengan Malaikat Jibril yang membawakan segenggam tanah kepada Nabi saw. Tanah itu berasal dari Padang Karbala.

Sebuah Renungan

Berdasarkan uraian dalam catatan sejarah ini, semoga menjadi renungan bahwa semestinya di momen 10 Muharam ini kita meneladani kesedihan dan tangisan Nabi atas kabar akan terbunuhnya cucu beliau Al-Husain. Kita meneladani kesedihan dan tangisan Nabi atas dasar kecintaan kepada beliau saw.

Muslim sejati dan pencinta Nabi tidak hanya memberikan tangisnya pada cucu beliau tetapi juga untuk Nabi, sang kekasih sejati. Bagaimana mungkin pencinta Nabi tidak menangis saat mengetahui perihnya kehidupan Nabi pilihan. Beliau terlahir sebagai yatim, di usia kanak-kanak ditinggal Ibunda yang menyusul suami terkasih. Selanjutnya menyusul kakek yang begitu dikasihi dan mengasihi.

Kesedihan berlanjut saat dakwah ditentang paman sendiri, pun paman yang dicinta dan membela sepenuh hati, juga tak mau bersaksi hingga ajalnya sampai. Saat usia di pintu senja, kabar duka akan terbunuhnya cucu yang baru hadir sudah pasti menambah perih. Persembahkan tangis kita bukan hanya untuk Al-Husain tetapi juga untuk kakeknya yang telah lebih dulu memberikan tangisnya pada cucu tercinta. Beliau bukan hanya mencintai cucunya tetapi seluruh umatnya termasuk yang belum sempat ditemuinya. Bahkan di akhir hidup masih menangisi umatnya yang akan ditinggalkan. Di sela-sela nafas terakhir, Sang Kekasih yang telah sangat lemah masih bisa berbisik, "Umatku...umatku...umatku." Semoga syafaat beliau untuk kita umat yang dicintainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun