Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prahara 10 Muharam (Tragedi Karbala) dalam Catatan Penulis Dunia dan Indonesia

28 Juli 2023   07:33 Diperbarui: 28 Juli 2023   09:31 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cover "Prahara di nainawa" karya Muhsin Labib (dok. pribadi)

Dikisahkan dalam riwayat itu bahwa setelah Asma' membantu persalinan Fatimah, Nabi saw memintanya membawakan Al-Husain padanya. Ia pun menyerahkan Al-Husain yang berselimut kain putih. Beliau saw lalu mengumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Setelah itu beliau meletakkan Al-Husain di pangkuannya kemudian beliau menangis. Saat Asma' bertanya perihal alasan Nabi saw menangis, beliau berkata bahwa putranya ini kelak akan dibunuh oleh kelompok pembangkang dari agama.

Masih ada beberapa riwayat yang dikutip dalam risalah ini yang menunjukkan kepada kita bahwa tangisan Nabi saw terhadap Al-Husain yang dikabarkan akan dibunuh adalah sebuah fakta. Bahkan terdapat riwayat bahwa serombongan malaikat turun ke bumi membentangkan sayap-sayap mereka meratapi Al-Husain. Mereka bersama dengan Malaikat Jibril yang membawakan segenggam tanah kepada Nabi saw. Tanah itu berasal dari Padang Karbala.

Sebuah Renungan

Berdasarkan uraian dalam catatan sejarah ini, semoga menjadi renungan bahwa semestinya di momen 10 Muharam ini kita meneladani kesedihan dan tangisan Nabi atas kabar akan terbunuhnya cucu beliau Al-Husain. Kita meneladani kesedihan dan tangisan Nabi atas dasar kecintaan kepada beliau saw.

Muslim sejati dan pencinta Nabi tidak hanya memberikan tangisnya pada cucu beliau tetapi juga untuk Nabi, sang kekasih sejati. Bagaimana mungkin pencinta Nabi tidak menangis saat mengetahui perihnya kehidupan Nabi pilihan. Beliau terlahir sebagai yatim, di usia kanak-kanak ditinggal Ibunda yang menyusul suami terkasih. Selanjutnya menyusul kakek yang begitu dikasihi dan mengasihi.

Kesedihan berlanjut saat dakwah ditentang paman sendiri, pun paman yang dicinta dan membela sepenuh hati, juga tak mau bersaksi hingga ajalnya sampai. Saat usia di pintu senja, kabar duka akan terbunuhnya cucu yang baru hadir sudah pasti menambah perih. Persembahkan tangis kita bukan hanya untuk Al-Husain tetapi juga untuk kakeknya yang telah lebih dulu memberikan tangisnya pada cucu tercinta. Beliau bukan hanya mencintai cucunya tetapi seluruh umatnya termasuk yang belum sempat ditemuinya. Bahkan di akhir hidup masih menangisi umatnya yang akan ditinggalkan. Di sela-sela nafas terakhir, Sang Kekasih yang telah sangat lemah masih bisa berbisik, "Umatku...umatku...umatku." Semoga syafaat beliau untuk kita umat yang dicintainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun