Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Israel Chaos dan Terancam Terbelah: Apa yang Terjadi?

26 Juli 2023   13:41 Diperbarui: 26 Juli 2023   13:44 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo besar di kota Tel Aviv menentang rencana pengesahan rancangan undang-undang peradilan (kata.data.co.id)

Entah apa yang terjadi di Israel? Negara yang dikenal sangat digdaya ini sedang meradang. Diberitakan oleh banyak media bahwa beberapa pekan terakhir unjuk rasa besar-besaran masih melanda negara ini. Unjuk rasa pada Rabu-Kamis (5-6/7) yang berujung bentrok dengan aparat kepolisian ini membuat Tel Aviv bagai "neraka". 

Ribuan massa di pusat kota memblokir sejumlah jalan dan menyalakan kembang api serta membakar ban. Kepolisian Israel terpaksa mengerahkan mobil gas air mata untuk mengamankan situasi. Kerusuhan ini dipicu pengunduran diri polisi Israel, Ami Eshed. Ia mundur karena tekanan sayap kanan, dalam hal ini Menteri Pertahanan Itamar Ben-Gvir karena "intervensi" lunaknya terhadap protes warga ke pemerintah.

Unjuk rasa berunjuk bentrok ini menjadi awal protes yang masih berlanjut dua pekan berikutnya. Uniknya, bukan hanya warga yang berunjuk rasa, ratusan personel militer cadangan juga ikut bergerak melawan pemerintah. Demikian yang terpantau oleh media hingga Selasa (18/7). Massa yang bergerak membawa bendera Israel berkumpul di pusat kota Tel Aviv menyerukan "Hari Perlawanan Nasional" menjelang pemungutan suara yang rencananya digelar di akhir Juli tahun ini.

Nyala api terlihat saat aksi demo di Tel Aviv (CNBC Indonesia)
Nyala api terlihat saat aksi demo di Tel Aviv (CNBC Indonesia)

Apa Pemicu Israel Chaos?

Melalui penelusuran terhadap beberapa sumber, aksi protes ini dipicu oleh usulan PM Benjamin Netanyahu untuk merombak (reformasi) sistem peradilan Israel. Juru Bicara aksi unjuk rasa bahkan mengancam bahwa tekanan kepada pemerintah akan terus berlanjut melalui tindakan pembangkangan tetapi tanpa kekerasan. Ia juga menyatakan massa akan terus turun ke jalan sampai rencana reformasi peradilan dibatalkan sepenuhnya. 

Sejumlah kritikus menilai rencana revisi yudisial peradilan akan melemahkan pengadilan dan menghilangkan pengawasan terhadap kekuasaan pemerintahan. Bahkan ada kalangan yang menilai RUU yang diajukan akan mencabut kekuasaan Mahkamah Agung untuk memblokir keputusan pemerintah.

Perwira dan Personil Militer Pun Mogok

Sehari setelah warga berkumpul di Tel Aviv, (Rabu, 19/7) diberitakan ratusan perwira militer memutuskan untuk tidak bertugas. Beberapa personil militer cadangan ikut bergabung. Bahkan 170 pasukan khusus utama Saveret Matkal beserta 80 cadangan aktifnya ikut mogok, padahal PM Netanyahu diketahui pernah bertugas di unit ini. PM Netanyahu sendiri dikabarkan terbaring sakit karena dehidrasi dan pusing. Bahkan ada media yang memberitakan bahwa Netanyahu dilarikan ke rumah sakit pada Sabtu (22/7) malam, atas saran dokter.

Tentu dapat dimaklumi mengapa PM Netanyahu goncang, karena aksi mogok ratusan perwira militer serta pasukan khusus utama akan melemahkan kemampuan pertahanan Israel. Hal ini diakui sendiri oleh Kepala Staf IDF Herzi Halevi bahwa pasukan yang absen sesi latihan akan merusak kesiapan militer. Apalagi diketahu juga bahwa di antara perwira yang mogok terdapat Komandan Angkatan Udara Israel, Tomer Bar disertai 106 cadangan Angkatan Udara.

Unjuk Rasa dan Mogok Militer Terjadi di Tengah Memanasnya Konflik dengan Palestina

Kekhawatiran PM Netanyahu yang diungkapkan oleh Kepala Stafnya tentu dapat dimaklumi, sebab sebelum aksi mogok ratusan perwira dan personil militernya, Israel baru saja mendapat serangan pada awal bulan ini, tepatnya sejak Selasa (4/7). Serangan yang menyasar kerumunan orang di kota Tel Aviv itu berbentuk penyerangan menggunakan mobil yang dilanjutkan dengan penikaman. Diberitakan 8 orang terluka dalam serangan ini. Menurut Polisi Israel pelaku yang merupakan warga Palestina dan berasal dari Tepi Barat berhasil dilumpuhkan.

Serangan bersenjata yang menargetkan warga Israel terjadi lagi dua pekan setelah serangan ke Tel Aviv, tepatnya pada Minggu (16/7). Ini artinya hanya berselang dua hari sebelum aksi mogok militer Israel. Lagi-lagi aksi penembakan oleh seorang warga Palestina di Tepi Barat itu menyebabkan tiga warga Israel terluka.

Selain serangan insidentil itu, suasana konflik Israel-Palestina memang sedang memanas. Pertempuran masih berlangsung sejak awal tahun ini di Tepi Barat dan mengakibatkan tewasnya lebih dari 150 lebih warga Palestina. Serangan Israel ini merupakan balasan terhadap serangan pejuang Palestina yang mengakibatkan tewasnya 26 orang Israel. Salah seorang yang tewas adalah tentara Israel.

Demonstran mendirikan tenda di depan gedung parlemen (detiknews)
Demonstran mendirikan tenda di depan gedung parlemen (detiknews)

Situasi Memanas, RUU Kontroversial Tetap Disahkan: Israel Terbelah?

Meski di tengah memanasnya kembali konflik Israel-Palestina dan bergejolaknya gelombang penolakan, RUU yang dinilai kontroversial tetap disahkan pada Senin (24/7). Seperti yang ditakutkan oleh massa yang berunjuk rasa selama tujuh bulan, semua anggota koalisi pemerintahan menyatakan mendukung. Sementara itu anggota parlemen oposisi memilih bersikap walk out dari pemungutan suara setelah negosiasi mereka menemui jalan buntu. Akibatnya pihak sayap kanan memenangi pemungutan suara dengan kemenangan mutlak 64-0.

Pihak oposisi khawatir undang-undang yang disahkan akan menjadi akhir dari demokrasi dan awal tidak terlindunginya minoritas non-Yahudi di negara ini. Oposisi juga meyebut rencana pengesahan itu adalah kudeta dan mengancam Israel. Lebih jauh pegesahan rancangan undang-undang yang membatasi wewenang Mahkamah Agung itu dianggap menjadi awal dari kediktatoran karena wewenang lembaga Yudisial ini dibatasi untuk mengawasi anggota parlemen dan pemerintah. Dalam RUU, pengadilan dilarang melakukan pemeriksaan atas keputusan kabinet dan menteri. Sebaliknya kekuasaan parlemen bertambah karena mereka diberikan kewenangan menunjuk hakim. Para kritikus juga menilai bahwa reformasi undang-undang ini akan melemahkan peradilan sehingga membahayakan kebebasan sipil, membahayakan ekonomi, dan melemahkan hubungan dengan sekutu Barat.

Sehubungan dengan alasan terakhir, keadaan dalam negeri Israel memang tidak luput dari pantauan negara sekutu mereka, di antaranya Amerika Serikat. Sebelum pengesahan, Presiden Joe Biden sendiri bahkan mengingatkan, "Dari sudut pandang teman-teman Israel di AS, sepertinya proposal reformasi peradilan saat ini tak lebih dari sekadar situasi yang semakin memecah-belah."

Anggota parlemen pro rancangan undang-undang peradilan Israel merayakan kemenangan (kompas.com)
Anggota parlemen pro rancangan undang-undang peradilan Israel merayakan kemenangan (kompas.com)
Kita tunggu perkembangan Israel pasca disahkannya undang-undang tentang reformasi peradilan Israel. Apakah Israel akan tetap chaos, atau bahkan terbelah seperti yang diingatkan oleh Joe Biden, atau PM Netanyahu dengan dukungan koalisinya tidak akan tergoyahkan dan justru dapat mengendalikan situasi dan menstabilkan kembali keadaan dalam negerinya? Menarik untuk kita tunggu. Apalagi pasca disahkannya rancangan undang-undang dimaksud, seperti telah diprediksi, massa kembali ke jalan-jalan kota Tel Aviv, bahkan protes berlanjut hingga malam hari. Seperti aksi sebelumnya, mereka juga kembali memblokir jalan utama di Israel. Mereka juga turut berunjuk rasa di stasiun utama kereta api dan bursa efek.sambil melemparkan uang kertas palsu sebagai simbol korupsi. Bedanya massa aksi terbesar dalam sejarah Israel ini akan bertambah setelah serikat buruh terbesar Israel Histadrud berunding untuk rencana aksi pasca pengesahan RUU.

PM Benjamin Netanyahu meninggalkan rumah sakit setelah dipasangi alat pacu jantung bertepatan dengan hari disahkannya RUU, Senin 24/7 (iNews.id)
PM Benjamin Netanyahu meninggalkan rumah sakit setelah dipasangi alat pacu jantung bertepatan dengan hari disahkannya RUU, Senin 24/7 (iNews.id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun