Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kerusuhan di Prancis: Isu Diskriminasi, Sumpah Khadafi, hingga Revolusi

18 Juli 2023   13:27 Diperbarui: 18 Juli 2023   14:32 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi unjuk rasa pasca penembakan Nahel (Kompas.id)

Himbauan keluarga Nahel agar pengunjuk rasa tidak lagi melakukan pengrusakan fasilitas umum tidak mampu menghentikan aksi massa. Bagi keluarga Nahel, kerusuhan yang dilakukan oleh pendemo bukan lagi bertujuan memperjuangkan kematian Nahel karena kerusakan yang diakibatkan sangat besar. 

Kerusuhan juga tidak mampu diredam pasca pernyataan Perdana Menteri Elizabeth Borne bahwa penembakan itu bertentangan dengan aturan dan pernyataan Presiden Emmanuel Macron bahwa penembakan terhadap Nahel tidak bisa dimaafkan. 

Kerusuhan baru berangsur mereda pada Senin, 3 Juli 2023. Meski demikian, polisi tetap dipersiapkan untuk menjamin kondisi tetap tenang pasca kerusuhan.

Mobil-mobil yang dibakar saat kerusuhan (Kompas.id)
Mobil-mobil yang dibakar saat kerusuhan (Kompas.id)

Tragedi Nahel Mengungkap Diskriminasi di Prancis?

Sebenarnya keluarga Nahel dan pengacaranya telah menyatakan bahwa penembakan terhadap Nahel tidak terkait dengan masalah rasial. Demikian pula yang disampaikan oleh pihak kepolisian dan pemerintah. 

Pemerintah mengklaim telah memilih sekulerisme sebagai fondasi kunci yang menjunjung tinggi kesetaraan untuk seluruh rakyat. Meski demikian, suka atau tidak suka, isu rasial dan diskriminasi tetap mengemuka seiring peristiwa itu, sebab prilaku aparatnya dinilai tidak mencerminkan prinsip kesetaraan ini. 

Dikutip dari salah satu media, sebuah lembaga pengawas hak asasi manusia di Prancis merilis pada 2017 bahwa pria muda berkulit hitam memiliki kemungkinan 20 kali lebih besar untuk diberhentikan oleh polisi. Lembaga Amnesty Internasional bahkan ikut bersuara di PBB terkait sikap kepolisian Prancis yang dinilai diskriminatif ini. 

Namun Kementerian Luar Negeri PBB justru menyatakan bahwa Prancis dan Kepolisian sedang berjuang melawan rasisme dan diskriminasi.

Prancis Sedang Termakan Sumpah Khadafi?

Ini adalah salah satu hal unik untuk diulik. Sebagaimana diketahui bahwa Prancis ikut berperan dalam persekutuan yang menumbangkan Moammar Khadafi di Libya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun