Tuduhan bahwa Sukarno terlbat bahkan menjadi dalang G30S dilayangkan dengan sangat keras oleh Antonie C. A. Dake melalui bukunya Sukarno File: Berkas-berkas Sukarno 1965-1967, Kronologi Suatu Keruntuhan---dilaunching di Jakarta 17 Nopember 2005. Pasca terbitnya buku ini, terjadilah "perang pernyataan" antara pendukung Sukarno dengan pendukung Suharto. Sukmawati Sukarno Putri mengatakan bahwa buku ini adalah bentuk character assassination (pembunuhan karakter) terhadap seorang bapak bangsa, sedangkan Soehardjo (Dirjen Bea Cukai saat itu) mengatakan bahwa buku Antonie Dake ini sangat obyektif, sarat informasi dan akurat. Mereka yang pro Sukarno bahkan mengajukan protes terhadap Sukarno File di beberapa daerah, seperti di Medan dan Yogyakarta. Di Medan, protes dilayangkan oleh massa dari Front Marhaenis dengan mendatangi Konsulat Jenderal Belanda, sebab Antonie C. A. Dake merupakan warga negara Belanda.
Perlu diketahui bahwa sebelum Sukarno File, kesaksian Widjanarko ini ternyata telah diterbitkan di negeri Belanda dengan judul The Devious Dalang (1974). Jadi Sukarno File hanya edisi ulangan dari The Devious Dalang yang di antaranya menuliskan kesaksian Widjanarko bahwa Presiden Sukarno pernah memanggil Brigjend Sabur dan Letkol Untung ke kamarnya dan menanyakan kesediaan mereka untuk menindak para jenderal yang dianggap tidak loyal. Kedua perwira ini kemudian menyatakan kesediaannya.
Ada satu hal yang dilupakan oleh Antonie C. A. Dake yaitu bagaimana suasana kebatinan Widjanarko saat ia diperiksa oleh Teperpu Kopkamtib. Hal ini baru terungkap 14 tahun setelah terbitnya The Devious Dalang---saat diskusi buku Sewindu Bersama Bung Karno (1988). Widjanarko mengemukakan bahwa pengakuan dirinya saat itu dilakukan karena terpaksa. Dengan demikian, kesaksian Widjanarko dengan sendirinya termentahkan.
Sebelum terbitnya Sukarno File, alasan menuduh Sukarno terlibat dalam gerakan pengkhianatan itu di antaranya adalah keberadaan dirinya di Halim Perdana Kusumah, karena Halim dianggap sebagai kompleks pemberontak menyusul tertuduhnya Angkatan Udara ikut terlibat. Mereka yang menuduh dengan alasan ini mungkin lupa bahwa keberadaan presiden di Halim karena di sana ada pesawat yang setiap saat dapat menerbangkan presiden jika ada keadaan yang membahayakan keselamatannya.
Alasan lainnya menuduh Sukarno adalah sikapnya yang dinilai tidak menunjukkan simpati terhadap para korban. Saat diberitahukan tentang penculikan para perwira, Sukarno merespon dengan mengatakan itu adalah riak kecil dalam arus revolusi Indonesia. Kemudian saat PKI mulai diserang karena dianggap menjadi dalang, Sukarno masih berusaha melindunginya dengan mengungkit jasa-jasa PKI yang yang turut serta membangun kemerdekaan Indonesia. Begitupun saat gelombang massa memintanya untuk membubarkan PKI, Sukarno tetap bersikukuh menolaknya. Saat Suharto memanfaatkan Supersemar untuk membubarkan PKI, ia masih sempat berteriak bahwa yang berhak membubarkan partai politik adalah presiden. Ia bahkan melayangkan surat protes kepada Suharto.
Jadi bagaimana kita bersikap terhadap kontroversi terkait Sukarno terlibat atau tidak, juga sehubungan dengan kontroversi pasca Sukarno File. Tempointeraktif telah melakukan jajak pendapat hanya dalam rentang setengah bulan pasca launchingnya Sukarno File. Hasilnya, dari 960 responden ada 66,35% yang tidak percaya bahwa Sukarno terlibat dalam G30S. Mungkin pendirian responden ini telah mewakili pikiran masyarakat Indonesia secara umum. Data selengkapnya dapat langsung merujuk pada diagram di bawah ini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H