Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dato Tallua: Kisah Perjalanan Dakwah Ulama Sumatra di Sulawesi Selatan

21 September 2022   17:10 Diperbarui: 21 September 2022   19:03 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Islamic Center Dato Tiro-Bulukumba. Diambil dari nama salah satu ulama Dato Tallua. Sumber Foto: Pribadi

Masih ada kekeliruan di sebagian kalangan pemerhati sejarah. Mereka beranggapan bahwa raja di Sulawesi Selatan yang pertama menerima Islam adalah Raja Gowa. Anggapan ini mungkin disebabkan oleh begitu besarnya hegemoni Kerajaan Gowa di jazirah Sulawesi bahkan di Nusantara bagian Timur. Padahal sebagaimana fakta sejarah bahwa sebelum mengislamkan Raja Gowa, Dato Tallua telah memutuskan ke wilayah Kerajaan Luwu untuk mengislamkan raja sekaligus rakyatnya berdasarkan informasi dari komunitas Melayu di Somba Opu.

Setibanya di istana Raja Luwu di Pattimang berlangsunglah dialog terbuka antara Dato Tallua yang diwakili oleh Datuk Sulaiman dengan Raja Luwu La Pattiware. Hadir pula pejabat-pejabat kerajaan dan disaksikan oleh rakyat. Setelah dialog beberapa hari yang membahas masalah kepercayaan, ibadat, pemerintahan, dan yang lainnya termasuk mengenai tauhid, barulah Raja Luwu beserta keluarganya bersedia memeluk Islam pada 15 Ramadhan 1013 H (4 Pebruari 1603 M). Setelah resmi memeluk Islam, Raja La Pattiware daeng Para'bung kemudian bergelar Sultan Muhammad Mudharuddin.

Setelah raja dan rakyat Luwu memeluk Islam, Dato Tallua memohon kiranya kerajaan Luwu membantu penyebaran agama ini ke negeri Bugis-Makassar lainnya. Namun Raja Luwu justru menyarankan agar mereka mendekati kerajaan Gowa-Tallo. Saran raja ini berdasarkan fakta bahwa pada saat itu Luwu hanya memiliki kemuliaan, tetapi Gowa-Tallo memiliki kekuatan dan kekuasaan yang diperlukan dalam penyebaran Islam. 

Menindaklanjuti saran dari Raja Luwu, Dato Tallua kembali bermusyawarah untuk kelanjutan dakwah Islam dan sempat terjadi perdebatan. Beberapa sumber menyebut bahwa Khatib Tunggal Abdul Makmur dan Khatib Bungsu Abdul Jawad berpendapat bahwa Raja Gowa perlu didekati untuk penyebaran Islam, sementara Datuk Sulaiman berpendapat sebaliknya. Akhirnya diputuskan Khatib Tunggal dan Khatib Bungsu memutuskan kembali ke Gowa, sementara Khatib Sulung Datuk Sulaiman melanjutkan dakwah Islam di Luwu.

Berdasarkan musyawarah diputuskan bahwa Khatib Tunggal Abdul Makmur dan Khatib Bungsu Abdul Jawad memutuskan kembali ke Gowa, sedangkan Khatib Sulung Datuk Sulaiman menetap di Luwu. Ternyata dalam perjalanan kembali ke Gowa, terjadi perbedaan pendapat antara Khatib Tunggal dan Khatib Bungsu. Khatib Tunggal berpendapat bahwa aspek syari'ah harus dikedepankan karena sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Gowa saat itu yang cenderung kepada prilaku yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti minum khamr (angnginung tuak) dan suka berjudi (abbotoro'). 

Sedangkan Khatib Bungsu berpandangan bahwa aspek tasawuf lebih penting dikedepankan karena sesuai dengan tradisi masyarakat, sehingga ajaran Islam akan lebih mudah diterima. Kedua ulama ini tidak menemukan titik temu dan masing-masing tetap teguh pada pendiriannya. Akibatnya mereka memutuskan untuk berpisah, Khatib Tunggal melanjutkan perjalanan ke kerajaan Gowa, sementara Khatib Bungsu singgah dan menetap di Tiro (sekarang wilayah kecamatan Bonto Tiro, Bulukumba). Inilah yang menyebabkan Khatib Bungsu kemudian digelari Dato Tiro.

Meskipun pendekatan tasawuf menjadi metode dakwahnya, Dato Tiro tetap memulai penyebaran Islam dengan mengajak Karaeng Tiro I Launru Daeng Biasa masuk Islam pada 1013 H (1604 M). Cerita tutur menceritakan bahwa sebelum memutuskan masuk Islam, Karaeng Tiro meminta adu kesaktian dengan Dato Tiro yang berhasil dimenangkan oleh Dato Tiro. Ketika Karaeng Tiro dikhitan, ia menggigil menahan sakit (versi lain ia menggigil ketika membaca syahadat yang masih asing baginya). Oleh karena menggigil, maka masyarakat menyebutnya Karaeng Ambibia (=yang menggigil).

Bagaimana dengan misi dakwah Khatib Tunggal di Kerajaan Gowa-Tallo? Khatib Tunggal mendarat pertama kali di tepi pantai Mangarabombang, Tallo dan memperlihatkan gerakan yang mengundang tanda tanya bagi masyarakat yang melihatnya. Kejadian ini kemudian dilaporkan kepada Raja Tallo I Karaeng Matowaya. 

Raja sendiri berkenan menyaksikan langsung kedatangan orang asing yang dilaporkan oleh masyarakat dengan segala keanehannya. Terkesan dengan penampilan dan tutur kata Khatib Tunggal, maka dengan kesadaran sendiri raja bersama saudaranya bersedia masuk Islam pada malam Jumat 9 Jumadil Awal 1014 H (22 September 1605) dan bergelar Sultan Awalul Islam. Raja Tallo yang juga Mangkubumi Gowa ini kemudian meminta Khatib Tunggal agar bersedia menetap di Tallo dan mengajarkan Islam kepada rakyatnya.

Menyusul Raja Tallo masuk Islam adalah Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabbia yang kemudian bergelar Sultan Alauddin. Khatib Tunggal sendiri terjun langsung menjadi guru agama Islam bagi kerabat istana kerajaan Gowa. Untuk kepentingan dakwah, Khatib Tunggal memohon kepada Raja Gowa agar bersedia membangunkan masjid di Kaluku Bodoa. 

Dua tahun kemudian seluruh rakyat Gowa dan Tallo sudah selesai diislamkan dan sebagai buktinya diadakan shalat Jum'at yang pertama di Tallo, yakni pada 19 Rajab 1016 H (9 Nopember 1607). Hari itu juga Sultan Alauddin mengeluarkan dekrit untuk menjadikan Islam sebagai agama kerajaan dan agama masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun