Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konflik Rusia-Ukraina: Perang Dingin atau Perang Dunia?

14 Maret 2022   14:01 Diperbarui: 20 Maret 2022   10:32 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Rusia-Ukraina Mengulang Pola Perang Dingin?

Entah apa pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin ketika meletakkan karangan bunga di makam prajurit yang gugur saat PD II, sebab sehari setelahnya ia mengumumkan Operasi Militer Khusus ke Ukraina. Putin menyatakan operasi ini tidak bertujuan menduduki Ukraina tetapi hanya membebaskan rakyat dari penindasan yang dilakukan oleh pemerintahan Ukraina.

Benarkah operasi khusus ini untuk membebaskan rakyat Ukraina yang sedang tertindas, atau ini sejatinya merupakan respon militer dan politis akibat sanksi yang diberikan Uni Eropa dan Amerika Serikat terkait langkah Rusia mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Keduanya merupakan wilayah separatis di Ukraina Timur yang pro Rusia. Jika ini yang menjadi akar konflik Rusia-Ukraina maka patut dipertanyakan karena kedua wilayah ini telah mendirikan pemerintahannya secara sepihak sejak pecah konflik Ukraina pada 2014. Lalu mengapa Putin baru mengakuinya delapan tahun kemudian?

Mungkinkah pernyataan dukungan ini dikeluarkan Putin hanya untuk memantik respon Barat terkait pendirian Ukraina yang lebih memihak Barat? Mungkinkah pergerakan pasukan ke wilayah Ukraina adalah upaya diplomasi militer agar Ukraina meninggalkan Barat? Jika ini motivasi utama Putin, maka konflik Rusia-Ukraina sesungguhnya mengulang pola Perang Dingin Timur dan Barat yang diwakili oleh Rusia dan Amerika Serikat dengan locus yang dipilih adalah Ukraina.

Ukraina, negara yang berbatasan dengan “Timur” tetapi lebih memilih "bermesraan" dengan “Barat” telah memancing respon Rusia. Masuknya Ukraina sebagai anggota NATO itu sama saja dengan memberi pesan kepada Putin bahwa Rusia adalah ancaman terhadap Ukraina. Jika Ukraina tidak segera memberi respon yang tepat terhadap agresivitas Rusia, maka nasibnya bisa saja sama dengan negara-negara locus Perang Dingin seperti China, Korea, Vietnam, bahkan Indonesia. Hanya saja  negara yang disebut terakhir terhindar dari perang saudara.

Bagaimana dengan Ukraina? Keberpihakan negara ini kepada Barat juga terdeteksi dari keberadaan laboratorium biologi di Ukraina yang disponsori oleh Amerika Serikat. Rusia mengklaim bahwa AS menandai kegiatan biologis militer di Ukraina dan klaim ini telah mendorong Dewan Keamanan PBB untuk membahasnya. Sebaliknya, AS membela diri dengan mengatakan bahwa mereka bekerja dengan Ukraina justru untuk mencegah invasi Rusia untuk menyita bahan penelitian biologis di Ukraina, sekaligus memperingatkan kemungkinan penggunaan senjata kimia atau biologis oleh Rusia.

Lalu bagaimana dengan Ukraina? Terlepas dari persoalan laboratorium biologi, Presiden Zelensky tidak hanya menuduh Rusia mempekerjakan pembunuh dari Suriah tetapi juga menuduh Rusia melanggar hukum internasional dengan menculik Wali Kota Melitopol.

Adakah alasan lain untuk menyebut konflik Rusia-Ukraina mengulang pola Perang Dingin. Di antaranya adalah kesamaan pola pada Perang Dingin yaitu strategi negara-negara Barat mendukung Ukraina tidak secara terbuka tetapi melalui tentara asing. Terbaru diberitakan bahwa 16.000 tentara asing datang untuk membantu Ukraina. Rusia juga mencurigai Barat melalui Amerika Serikat dan Inggris telah mengirimkan senjata dan amunisi ke Ukraina sejak akhir 2021.

Lalu apakah konflik Rusia-Ukraina menjadi gerbang pembuka terjadinya Perang Dunia III? Menarik untuk diliterasi lebih lanjut.

Konflik Rusia-Ukraina Memicu Perang Dunia?

Secara khusus tulisan ini bukan ingin mengomentari video atau berita-berita yang menghubungkan konflik Rusia-Ukraina dengan Perang Dunia III, sebab ini adalah satu sudut pandang. Tetapi hal pertama yang harus dipahami bahwa maksud sejarah yang berulang  adalah kesamaan pola atau struktur. Misalnya, jika sebabnya sama maka akibatnya bisa diproyeksikan akan sama. Demikianlah pesan dari konsep kausalitas dalam sejarah. Inilah yang terjadi di PD I dan PD II.

Saat PD I di ambang pintu memang secara umum negara-negara Eropa telah terlibat dalam konflik yang diperparah oleh persaingan senjata dan pembentukan aliansi. Belum lagi jika mengadopsi pendapat Harun Yahya, pemimpin-pemimpin Eropa ketika itu memang sudah dirasuki oleh pemikiran Darwinisme Sosial di mana manusia dipandang sebagai bentuk lanjutan dari hewan yang bertahan hidup dengan cara berperang. Kondisi-kondisi Eropa menjelang PD I ini terjadi lagi menjelang PD II ditambah dengan semakin tajamnya pertentangan ideologi dan makin agresifnya spionase atau kegiatan mata-mata di antara dua blok. Keadaan ini makin diperparah dengan “impotensi” League of Nations atau Liga Bangsa-Bangsa yang dibentuk pasca PD I. Secara umum lembaga ini gagal melaksanakan fungsinya termasuk gagal menyelesaikan  konflik  di sejumlah wilayah seperti Manchuria dan Ethiopia. LBB juga gagal mencegah terjadinya perlombaan senjata di antara blok Barat dan Timur, seperti Jerman yang terus mengembangkan teknologi senjatanya.

Jadi, secara umum penyebab PD II (1939-1945) sama dengan penyebab PD I (1914-1918), hanya sebab khususnya yang berbeda. Lalu bagaimana dengan agresi Rusia ke Ukraina? Akankah memicu perang sebagaimana agresi Jerman ke Polandia yang memicu PD II. Hingga saat ini belum ada negara yang mengumumkan perang kepada Rusia, sebagaimana Uni Soviet mengumumkan perang kepada Jerman yang telah menginvasi Polandia. Amerika atau NATO juga belum memperlihatkan isyarat akan “menghentikan” agresi atau “membentengi” Ukraina. Terkini, Amerika Serikat baru diberitakan mempersiapkan pesawat canggihnya menyusul perintah Putin agar pasukan nuklirnya bersiaga. Adapun NATO hanya mengingatkan Rusia agar konflik Rusia-Ukraina jangan sampai keluar Ukraina. Sekutu NATO, Kanada bahkan menarik personel militernya dari Ukraina. Sekutu Barat lainnya, Israel juga menolak permintaan Ukraina untuk memberikan bantuan militer atau pertahanan. Israel justru mendesak Ukraina agar menerima ajakan Moskow untuk berunding.

Demikianlah, negara-negara Barat sangat berhati-hati bersikap untuk membantu Ukraina. Mereka lebih memilih tidak mendukung secara terbuka tetapi melalui tentara asing. Terbaru diberitakan bahwa 16.000 tentara asing datang untuk membantu Ukraina. Sehubungan dengan hal ini Rusia memperingatkan negara-negara Barat yang mengirim tentara bayaran asing untuk menghindari aktivitas pertempuran di Ukraina.

Bagaimana dengan sekutu Rusia? Korea Utara baru dikabarkan mempersiapkan mobilisasi pasukan untuk membantu Rusia. Sementara China lebih bersikap hati-hati menanggapi konflik Rusia-Ukraina. Negara ini bahkan menolak permintaan Rusia untuk pengadaan suku cadang pesawat. China bahkan memilih abstain terhadap Resolusi Majelis Umum PBB yang menyayangkan agresi Rusia ke Ukraina. Sikap China bertentangan dengan Federasi Rusia, Belarusia, Korea Utara, Suriah dan Eritrea. China hanya mendesak Amerika Serikat untuk menjelaskan detail laboratorium biologis yang mereka sponsori di Ukraina sekaligus memperingatkan Barat bahwa pengiriman senjata ke Ukraina akan memperburuk konflik. Sekutu terdekat Rusia, Belarusia juga belum menunjukkan isyarat akan membantu.

Jadi hingga saat ini belum ada cukup alasan konflik Rusia-Ukraina akan memicu terjadinya PD III, terlebih lagi operasi khusus Rusia ke Ukraina bukan untuk menduduki sebagaimana Jerman menduduki Polandia. Sekali lagi ini hanya sebuah diplomasi militer sehubungan dengan keberpihakan Ukraina kepada Barat dengan menjadi anggota NATO. Terbaru, pemerintah Ukraina telah memberi sinyal terkait permintaan Rusia untuk tidak lagi bergabung dengan NATO sehubungan dengan kemungkinan pertemuan Putin-Zelenzky untuk mengakhiri perang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun