Damainya membaca berita kerjasama bahu membahu secara serius, nyata, dan tulus dari pucuk pimpinan DKI Jakarta. Kedua teladan baru hari ini blusukan bareng. Berjalan santai mengunjungi kampung deret yang sedang dibangun. Saling berbagi informasi dan memberi masukan. Saling menyamakan persepsi untuk mencari yang terbaik demi kesejahteraan rakyat. Dengan inisiatif sendiri Ahok membuka payung dan sepayung berdua dengan Pak Gubernur ketika gerimis turun. Ternyata bisa lho, pemimpin dan wakilnya bekerja harmonis. Berdua berasal dari partai yang berbeda. Berdua berasal dari suku yang berbeda. Berdua memiliki karakter yang berbeda. Berdua memiliki fisik yang berbeda. Namun mereka bersatu padu untuk meningkatkan taraf hidup warga Jakarta, antara lain membantu menyediakan tempat tinggal yang lebih sehat dan nyaman.
Entah kenapa chemistry langsung tercipta di antara Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur. Keduanya bisa saling melengkapi dengan wajar. Bukan hanya sekali dua kali keduanya berbeda pendapat, apalagi diliput media. Misalnya Pak Gubernur meminta jajaran aparatnya meninggalkan kendaraan pribadi atau dinas di rumah, sebagai gantinya bisa naik sepeda atau kendaraan umum ke kantor. Ketika Pak Gubernur berkeringat bersepeda ke kantor, Pak Wakil Gubernur tidak begitu saja mengikuti permintaan Gubernur, malah sempat memakai kendaraan dinas yang mewah. Kontradiksi ini jelas menjadi bulan-bulanan media. Namun kedewasaan Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur mampu meredam kontradiksi yang terjadi. Keduanya biasa saja bersikap, dan tidak mempengaruhi kinerja dalam memberikan pelayanan terbaik untuk warga Jakarta.
Banyak yang berpendapat posisi wakil adalah ban serep. Namun ban serep pun, harus disiapkan selalu dalam kondisi baik. Karena ketika dibutuhkan, ban serep tidak berguna ketika kondisi rusak seperti bocor. Demikian juga dengan wakil gubernur. Gubernur hanyalah manusia biasa, ketika berhalangan menjalankan tugas, wakil gubernur harus siap menggantikan. Kondisi saling membutuhkan dan melengkapi ini tampaknya dimengerti benar oleh Jokowi-Ahok. Ketika Jokowi berada di depan, Ahok siap di belakang untuk mendukung. Ketika Ahok dikritik secara tidak konstruktif, Jokowi setia untuk menetralisir. Indah sekali bukan?
Memang hubungan harmonis Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta menjadi istimewa ketika pecah kongsi banyak melanda lebih dari 50% pasangan gubernur-wakil gubernur atau walikota-wakil walikota secara nasional. Topik ini juga sudah digali lebih dalam pada talkshow Mata Najwa-Metro TV kemarin malam. Intinya adalah, poin positif semestinya lebih banyak ditampilkan. Positifnya kerjasama Jokowi-Ahok pantas ditiru dan diacungi jempol. Bukan tindakan yang mudah untuk selalu mengerti posisi atau lugasnya tahu diri, ketika merasa diri pintar, berjasa, dikehendaki, atau istimewa. Kedewasaan berpikir dan bersikap serta kecerdasan emosi memang dimiliki oleh Jokowi-Ahok sehingga mereka menjadi duo keren.
Rakyat menghendaki para pimpinan negara bersikap arif dan bijaksana. Melihat segala sesuatu dengan jernih dan tidak dangkal dalam memberikan pernyataan. Tidak elok rasanya ketika mengetahui para elite negeri ini saling serang dan merendahkan. Lebih baik bekerjasama secara positif seperti yang dicontohkan Jokowi-Ahok. Semoga tahun politik ini dapat berjalan dengan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H