Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hi Jat Nen Menanam Sawi di Atas Pasir

6 Februari 2020   05:07 Diperbarui: 6 Februari 2020   15:31 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali ke rutinitas di kebun sayur merupakan kenyataan selanjutnya bagi Hi Jat Nen alias Anen setelah merayakan Imlek 2571 Kongzili (25 Januari) dan pesta kembang api (27 Januari). Profesi sebagai pekebun sayur ini juga merupakan pilihan sebagian tetangganya di Kampung Jalan Laut, Sungailiat yang mayoritas (99 %) warganya beretnis Tionghoa.

Hi Jat Nen di pondoknya
Hi Jat Nen di pondoknya
Sudah 20 tahun pria kelahiran Kampung Jalan Laut, 24 Juli 1968 ini menekuni profesinya. Setamat SMP ia tidak melanjutkan pendidikan. Bekerja serabutan sebagai buruh pun pernah dilakoninya demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Sebidang lahan dengan luas 30 m X 30 m terletak di seberang jalan buntu belakang rumah orangtuanya menjadi medianya. Jaraknya pun hanya sekitar 200 m dari bibir pesisir, dan tidak jauh dari kawasan wisata pantai Puri Ansell (dulu: Batavia Beach), Tongaci, dan De Locomotief.

Dari jalan masuk ke kebun sawi Anen
Dari jalan masuk ke kebun sawi Anen
Dari ujung jalan buntu
Dari ujung jalan buntu
Gerbang ke kebun sawinya
Gerbang ke kebun sawinya
Sawinya sudah di kebun
Sawinya sudah di kebun
Dari kontur terbawah di kebun sawinya
Dari kontur terbawah di kebun sawinya
Dari permukaan laut, ketinggiannya sekitar 5 m. Jenis tanahnya adalah pasir, meski lebih kasar daripada pasir laut Bangka yang terkenal itu. Kira-kira dua-tiga kali ia terpaksa mendatangkan tanah kuning menggunakan dumtruck senilai Rp300.000,00 per satu kali angkut lalu mencampurnya dengan pasir di lahannya.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Lima Alasan Utama dan Satu Alasan Aduhai
Selama 20 tahun pula Anen telah mencoba menanam beberapa jenis tanaman sayur sampai akhirnya ia memilih satu jenis saja, yaitu sawi hijau. Pilihan ini, tentu saja, berdasarkan pada keuntungan, baik sejak proses maupun harga jual.

Alasan pertamanya adalah sawi bisa ditanam pada musim kemarau maupun penghujan. Memang, ketika musim kemarau, ia menyiram sawi sebanyak tiga kali sehari. Kalau hanya mendung, biasanya dua kali per hari.

Air tidak lagi menjadi kendala baginya. Awalnya ia masih mengusung air secara manual dari rumahnya, tetapi kemudian bisa menggunakan sumur bor, pompa bahkan dua buah, dan selang.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Alasan keduanya adalah kondisi lahan. Dengan kondisi berupa pasir, air tidak akan tergenang. Pencampuran dengan tanah kuning dan baru dua-tiga kali dilakukan selama 20 tahun itu memang untuk menggemburkan tanah, meskipun akhirnya tanah kuning meresap ke bawah karena tersiram hujan dan proses penyiraman.

Alasan ketiganya adalah suhu udara di lahannya. Suhu di sana sekitar 32C. Dengan suhu yang cukup tinggi, sawi bisa bertumbuh dengan optimal.

Alasan keempatnya adalah pengolahan tanah yang mudah. Dengan kondisi pasir, ia lebih mudah dalam pembolak-balikan tanah/pasir untuk proses penggemburan, pengudaraan, dan proses kimiawi tanah yang dibuatkan bedengan dengan tinggi 0,20 m, panjang 18 m, dan lebar 1,3 m, yang jumlahnya bisa sekitar 18 bedengan.

Alat utamanya berupa cangkul. Akan tetapi, gagangnya bisa mencapai 2 m. Dengan gagang sepanjang itu Anen tidak perlu mencangkul sambil membungkuk, dan daya jangkaunya lebih jauh.

Dokpri
Dokpri
Alasan kelima, bahkan puncaknya, adalah harga jualnya. Harga sawi di pasaran tidak pernah mengalami fluktuasi yang drastis alias cenderung konstan, karena kebutuhan sawi di pasaran selalu tinggi.

Ia sering mendapat harga tertinggi, yaitu Rp15.000,00/kg. Kalau anjlok karena gagal panen, harga terendahnya adalah Rp1.000,00/kg. Akan tetapi, ya, rata-rata harga sawi di pasaran biasa bisa berkisar antara Rp6.000,00/kg s.d. Rp7.000,00/kg.

Ia juga tidak bingung mengenai pemasarannya atau tempat pengepul sawi hijau. Ia sudah mendapat seorang pelanggan yang setiap hari membutuhkan lebih dari 200 kg, dan kapan saja bisa datang untuk panen sawi.

Biasanya ia memanen sawi dalam waktu 40 hari atau lima minggu sejak penyemaian. Masa penyemaian berlangsung sekitar dua minggu.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Kalau cuaca bagus, pengolahan bagus, dan kondisi sawi aman dari hama, satu bedengan bisa memberinya sawi siap panen sebanyak 140 kg. Akan tetapi, kalau sedang tidak beruntung, satu bedengan hanya menghasilkan sawi sebanyak 50 kg.

Selama menjadi pekebun sawi, pendapatan sekitar Rp5-6 juta bisa diperolehnya saban bulan. Paling mengenaskan, dan pernah dialaminya, keuntungan panen sawinya bisa anjlok dalam Rp1 juta saja per bulan.

Alasan lainnya yang aduhai bagi Anen adalah menjadi bos sekaligus pekerja di kebun sawinya. Dengan bekerja sendiri ia bisa leluasa mengatur waktu, bahkan beristirahat sepuas badan di pondok, bergawai, atau  menikmati gemulai ikan-ikan peliharaannya, misalnya ikan bulan, mas koki, dll. dan bunga-bunga teratai kecil. 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Ia tidak perlu merepotkan diri dengan hasutan tentang kesenjangan sosial dengan banyak kawan sekolahnya yang kini telah menjadi pengusaha, bertemu lagi pada pesta kembang api, bahkan seorang di antaranya justru mengadakan pesta kembang api pada 27 Januari lalu dengan biaya sendiri. Yang penting menjadi bos kebun sawi dan bisa santuy seperti bos-bos umumnya. 

Pemupukan  dan Pemeliharaan
Proses pertumbuhan sawi hingga panen tidak terlepas dari pemupukan. Ia menggunakan pupuk jenis NPK berbentuk padat. Pupuk pabrikan ini mengandung unsur Nitrogen, Fosfor, dan Kalium.

Untuk pemupukan, ia membutuhkan sekitar 5-6 kg pupuk NPK untuk 6-8 bedengan. Harga eceran pupuk itu Rp11.000,00/kg. Kalau harga per karung dengan bobot 50 kg, harganya Rp48.000,00.

Selama masa pemeliharaan seusai pemisahan dari semaian, pupuk butiran merah jambu itu diterapkan dengan dua proses, yaitu dengan perendaman, dan tanpa perendaman. Dengan perendaman, pemupukan dilakukan satu kali per dua hari, karena air adukannya lebih mudah meresap. Tanpa perendaman, pemupukan dilakukan satu kali per lima hari. Masing-masing diterapkan sesuai dengan usia sawi.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Peletakan rendaman atau butiran pupuk dilakukannya di sela tanaman sawi. Ia cukup tertib dan teliti, karena pupuk yang tersangkut di sela daun bisa merusak sawi.

Dalam masa pemeliharaan Anen hanya satu kali melakukan penyemprotan insektisida. Dengan perhitungan masa semai, pemindahan, dan panen, Anen akan memilih waktu di antaranya.  

Hama dan Hujan
Suatu siang Anen mendengar kabar bahwa tanaman sawi salah seorang tetangga mengalami gagal panen. Penyebabnya, apa lagi, kalau bukan hama. Kalau sudah begitu, si tetangga harus membersihkan bedeng tanah dari sisa sawi, dan membiarkan keadaan bersih hingga minimal satu minggu.

Di Kampung Jalan Laut, hama yang menjadi musuh bebuyutan bagi pekebun sawi ialah ulat dan semacam kutu loncat. Yang paling sulit dibasmi adalah semacam kutu loncat, dan hama ini selalu menjengkelkan Anen.

Indukan ulatnya
Indukan ulatnya
Hama ulat berasal dari serangga bersayap putih yang bentuknya pipih dengan panjang sekitar 5 mm. Kalau ulat berada di bawah daun dan jarang terlihat, serangganya mudah ditemukan pada permukaan atas daun.

Kutu loncat versi pekebun sawi di Jalan Laut
Kutu loncat versi pekebun sawi di Jalan Laut
Hama semacam kutu loncat berukuran lebih kecil. Mungkin sekitar 2 mm. Sebagaimana julukannya, hama mini itu memang bergerak dengan meloncat. Kalau sudah berkembang biak dengan pesat, hancurlah harapan pekebun sawi.  

Sebenarnya masih ada hama yang tidak terlalu diperhitungkannya. Hama tersebut adalah belalang. Hanya saja, penyemprotan insektisida bisa manjur untuk menghalau atau membunuh belalang.

Belalang juga pelahap
Belalang juga pelahap
Sementara hujan bisa termasuk bagian penjegal panen jika terlalu sering, karena air berlebihan bisa membusukkan bagian dalam sela sawi. Kalau hanya sekali dengan gerimis tipis-tipis, Anen tidak terlalu khawatir, dan justru membantunya dalam penyiraman sawi.

Memang, antara akhir 2019 sampai awal 2020, kemarau dan penghujan tidak sesuai lagi dengan rutinitas musim. Imlek dan penghujan juga seringkali dalam waktu atau masa yang beriringan. Hujan mampu mengambil bagian dalam peningkatan kekhawatiran Anen, selain dua hama yang bandel nan bengal yang sempat menghentikannya berkebun selama satu minggu.

Akan tetapi, Anen tetap berharap bahwa Imlek senantiasa mencurahkan rezeki, baik baginya maupun keluarganya. Paling tidak, ia bisa membayar pulsa listrik, air, menabung, dan iuran BPJS Kelas I secara rutin untuk mamanya (80-an tahun) yang kesehatannya harus diperiksa setiap bulan.

*******
Ruang Pandang, Sri Pemandang Atas, 6 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun