Semoga selalu bernasib baik
Tempat berfoto dan Klenteng Amal Bakti
Di sebelah kanan, bidang vertikal berpapan aneka shio beserta ramalannya di Tahun Tikus Logam, tempat berfoto-foto, dan klenteng didominasi merah. Di atasnya, lampion dan payung yang tergantung pun merah. Nuansa kemeriahan sangat terwakili dengan perpaduan merah-putih.
Nuansa atraktif sejak di gerbang dan putih yang menguatkannya
Merah yang menaungi ketika masuk
Kelntang Amal Bakti dengan merah yang diperkuat putih
Merahnya malam dan putihnya pangkuan
Pasir putih sebelah kanan
Luasnya hamparan pasir dan malam yang aman
Nikmati suasana meski telah malam
Hamparan pasir putih yang menguatkan merahnya Imlek pun memberi semacam jaminan rasa aman (
safety) kepada orangtua dan anak-anak. Anak-anak bisa berlarian tanpa dibarengi oleh kekhawatiran orangtua, terlebih ketika malam hari.
Ruang berjualan juga disediakan oleh panitia kepada pedagang, khususnya makanan dan minuman ringan, baik yang berskala lokal maupun nasional. Harga sewanya sangat terjangkau, yaitu Rp50.000,00 per satu tenda biru.
Tenda biru untuk penjual makanan-minuman ringan
Menikmati suasana puncak festival tanpa lapar atau haus
Ada lagi dekat papan sejarah Jalan Laut diperuntukkan bagi sebuah agen motor dengan promo suatu merek. Bahkan, di luar area alias di pinggir jalan pun ada kesempatan untuk berjualan.
Mau begadang juga siap kopinya
Dekat gerbang ada penjual mainan anak-anak
Pinggir jalan juga boleh dipakai berjualan
Suasana dan PengunjungDari deretan lampion sepanjang jalan, suasana sangat semarak sejak mendekati jalan masuk ke sekitar klenteng. Tata ruang, tata benda di setiap sisi, dan tata lampu dibikin sedemikian rupa sehingga memudahkan siapa pun untuk mengenali lokasi acara.
Sejak resmi dibuka pada 12 Januari, para pengunjung bisa leluasa memasuki dan menikmati suasana di lokasi itu. Mau datang dan berfoto-foto pada pagi, siang, sore ataupun malam, lokasi selalu terbuka. Menjelang malam, lampion pun sudah dinyalakan.
Di bawah payung merah kita berfoto-foto
Berfoto selagi meriahnya merah
Di ruang khusus berfoto, apalagi.
Beberapa malam sebelum puncak acara, sebagian pengisi acara melakukan latihan. Pengunjung pun bisa menyaksikan sekelompok penari sedang berlatih. Mereka penari dari Jalan Laut dari kelompok
mei-mei,
amoi-amoi, dan
ame-ame.
Emak-emak masih bersemangat
Selain itu, ada pula pengunjung, khususnya Kong Hucu, yang menyempatkan diri untuk berdoa di Klenteng "Amal Bakti". Hal ini menambah nuansa tersendiri di antara kemeriahan umum dan kekhusyukan pribadi.
Klenteng terbuka untuk sembahyang
Pohon permintaan di kanan-kiri klenteng
Tidak heran, menjelang malam puncak festival, lokasi tersebut dikunjungi oleh banyak orang, baik warga setempat maupun dari luar kampung, termasuk beberapa duta pariwisata Babel. Penjaja makanan-minuman ringan, mainan, dan lain-lain pun turut meramaikan suasana.
Tidak ada ekslusivitas. Tidak ada strata sosial. Balita sampai kakek-nenek. Semua membaur dalam kemeriahan menuju acara puncak sebagaimana panji persatuan masyarakat Bangka, "Thong Ngin, Fan Ngin, Jit Jong." (Orang Tionghoa, Orang Melayu/Non-Tionghoa, Satu Adanya)
Mari kawal kemeriahan yang harmoni ini
Lancar acaranya, itulah harapan bersama
Partisipasi pun dilakukan oleh pihak keamanan, baik dari kepolisian maupun Satpol PP Kab. Bangka. Keberadaan pihak keamanan ini sangat penting untuk menjamin rasa aman (sekuritas) kepada siapa pun agar suasana selalu kondusif dan festival berjalan dengan lancar sesuai dengan yang direncanakan dan diharapkan oleh banyak pihak. Â Â
Lihat Sosbud Selengkapnya