Lokasi keempat (lebih dekat daripada "Hendry Acun") adalah daerah Air Ruay yang berada di jalan menerus ke Pemali atau Mentok (Muntok, Bangka Barat), sebelum simpang BTN/Perumnas lama, atau sekitar 1,5 km dari rumah orangtua saya. Di situ ada sebuah warung yang buka pada pagi hari, dan menjual lakso (laksa), selain kue-kue.
Saya tidak bisa mengklaim bahwa tempat-tempat berkuliner khas Bangka tadi menjadi tempat mutlak alias satu-duanya. Lidah saya pun bukanlah patokan/ukuran yang mutlak berlaku bagi semua lidah atau selera orang, sebab sejak semula selera terbentuk oleh pengalaman pribadi. Nama makanan boleh sama, tetapi lidah setiap orang pasti berbeda.
Sebagian Kudapan Khas dan Pas yang Subyektif
Saya menyebutkan "sebagian", karena tidak semuanya harus saya masukkan ke tulisan ini, apalagi kalau tidak memuaskan selera lidah usang-subyektif saya. Subyektivitas selera saya pun berbeda dengan orang lain di sekitar saya, apalagi yang jauh entah di mana.
Meski subyektif, paling tidak, dengan masih berproduksi, bahkan bervariasi, hingga penambahan luasan ruang warung dan jumlah pengunjung itu bisa membuktikan bahwa selera saya mirip dengan selera sekian orang. Dengan begitu, saya tidak perlu malu hati sendiri.
1. Empek-empek khas Bangka dan Kuahnya yang Khas
Empek-empek khas Bangka berbeda dengan pempek khas Palembang. Kata "empek-empek" dan "pempek" saja sudah berbeda, apalagi bahan dasar (ikan air asin dan ikan air tawar), bahan tambahan (kosong dan telur), bentuk, kuah, dan rasanya.
Pempek Palembang dikenal dengan nama "kapal selam". Sebagian orang Bangka biasa menyebutnya "empek-empek telok (telur)".
2. Bakwan khas Bangka
Kata "bakwan", oleh masyarakat umum, sering disandangkan pada kudapan yang digoreng. Bahan utamanya dari tepung. Nama lainnya ialah "bala-bala", "ote-ote", dan seterusnya.