Ruang budaya pernah dibuka-ditutup oleh media-media cetak lokal. Ada pula ruang opini. Akan tetapi, media massa lokal tidak juga memberi kompensasi (honor) bagi para kontributor tulisan. Hal ini jelas menjadi keprihatinan bersama.
Tidak cukup ruang yang mewadahi karya-karya orang Balikpapan, wartawan tadi pun menyiapkan honor bagi penulis yang karyanya dimuat. Tidak perlu memaksakan diri dengan nilai jutaan rupiah, tetapi sekian rupiah yang suatu waktu bisa bertambah seiring dengan kemampuan pengelolaan ekonomi dan sponsorship.
Bagi saya dan kedua wartawan tadi, hal berupa ruang dan imbalan tidaklah hebat alias biasa saja. Akan tetapi, justru hal "biasa saja" itulah yang selalu andil dalam regenerasi penulis di daerah-daerah luar Kaltim.
Buku Kumpulan Karya Pilihan dan Lomba Tulis-Menulis
Buku dan lomba pun merupakan hal yang "biasa saja". Kompas dengan buku kumpulan cerpen atau puisi pilihan sudah sering memberi contohnya. Kegiatan lomba tulis-menulis pun sudah sering tampil, bahkan di media sosial dengan biaya dan seterusnya.
Persoalan yang menahun dan berputar di situ-situ saja adalah sepinya buku kumpulan-kolektif dan lomba tulis-menulis di Balikpapan. Keberadaan Dinas Pendidikan, Dinas Olah Raga Budaya dan Pariwisata, Dewan Kesenian, media massa yang berafiliasi dengan media-media nasional-besar, dan lain-lain tidak pernah benar-benar memberikan solusi dalam sebuah ajang dan wujud fisik, apalagi regenerasi yang berkelanjutan.
Kami sepakat bahwa menunggu atau "mengetuk" kepedulian pihak terkait merupakan kesia-siaan yang akut. Sudahlah. Lebih baik bagaimana rencana ke depan sebagai wujud kepedulian kelompok kecil.
Ya, wartawan asal Medan pun siap untuk mengagendakan kegiatan selanjutnya sebagai suatu solusi paling nyata di depan mata. Saya, sih, sudah siap sejak 2009, tetapi sampai pertengahan 2019 belum ada rekan yang begitu antusias dalam realisasinya.
Oleh karena itu selama dua minggu ini saya benar-benar memanfaatkan kesempatan untuk bisa berdiskusi secara langsung dengan mereka. Selanjutnya, diskusi melalui WA, terlebih 24/10 saya pindah ke luar Kalimantan, meski beberapa bulan akan pulang untuk sekian minggu, dan pergi lagi untuk sekian bulan.
Diskusi memang penting, tetapi eksekusi atau realisasi tidak kalah pentingnya. Peristiwa nasional memang perlu diketahui, tetapi persoalan menahun seputar tulis-menulis di daerah sendiri justru lebih penting untuk diselesaikan. Meski "biasa saja", tetaplah merupakan persoalan dan keprihatinan kronis jika tidak pernah diselesaikan.
Begitu saja dari saya. Terima kasih, Kompasiana!
Beranda Khayal, Balikpapan, 23 Oktober 2019