Sepulang dari Kupang, NTT, Kamis, 10/10, saya langsung "ditodong" oleh Novelis Balikpapan Alfiansyah untuk menjadi bagian dalam rencana sebuah acara diskusi. Sambil menikmati mi ayam di sebuah warung, saya pun menyanggupinya, apalagi nyaringnya rumor tentang ibu kota baru di Kaltim.
Untuk sementara saya da n penulis novel "Setiap Malam adalah Sepi" (2019) ini tidak perlu repot memikirkan perihal dinamika sosial-politik mutakhir, baik di lingkup lokal-regoinal maupun nasional. Masih ada pekerjaan rumah yang lebih penting untuk dikerjakan, khususnya tulis-menulis, literasi, dan dunia penerbitan di Balikpapan.
Memang cukup lama saya berada di luar Kota Minyak. Sekitar lima bulan (per 8/5). Suntuk dengan urusan bangunan sebagai arsitek sekaligus "eksekutor"-nya.
Sebelumnya, Rabu, 10/4, saya muncul untuk menemaninya dalam acara gelar wicara (talk show) Ngopi (Ngomong Pintar) di sebuah stasiun televisi lokal yang mengobrolkan perihal proses penerbitan novelnya. Sebelumnya lagi saya gagal menghadiri acara peluncuran novelnya pada Sabtu, 6/4.
Sejak 18/10/2014 saya memang mundur dari dunia semacam itu di Kota Beruang Madu. Selain hal-hal personal, saya sendiri sedang berupaya untuk mencari jalan paling mudah ditempuh bagi sebagian calon penulis di sana. Saya mengikuti aneka lomba penulisan sebagai uji mental, dan mencoba dengan penerbitan buku, karena saya yakin bahwa saya pasti akan kembali bersama mereka, dan mereka harus mudah menggapai keinginan mereka dalam hal penerbitan karya.
Saya pikir,biarlah saya sendiri yang menjalani aneka ujian dan pencarian jalan itu, karena saya sudah terbiasa sejak sebelum pindah ke Balikpapan pada 9/3/2009. Kalau saatnya tiba, saya akan "bentangkan" jalan lempang itu, supaya mereka leluasa mewujudkan impian mereka dengan memiliki buku karya sendiri dan selalu percaya diri.
Maka, Rabu, 16/10, pkl. 20.30 WITA di sebuah kedai kopi milik Maulidya, saya sanggupi diri saya untuk menjadi salah seorang "tukang kipas" (pemantik) dalam acara diskusi "Menerbitkan Buku Itu Gampang". Beberapa buku tunggal saya pun, yaitu kumpulan gombal (ini paling aneh!), kartun humor, catatan perjalanan, puisi, cerpen, dan esai, merupakan contoh paling nyata, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih genre kesukaan mereka.
Di samping itu, tentu saja, dengan kemudahan pencetakan buku melalui internet (daring/online) dengan sistem POD (Print On Demand) dan format-format atak umumnya. Ada tujuh poin yang saya sampaikan.
Pertama, mau membukukan tulisan serius ataupun main-main (ngocol, humor, curhat, dll.), tersedia banyak jasa pencetakan buku itu. Mereka bebas menjadi diri mereka sendiri, dan buku karya tunggal melengkapinya.
Kedua, soal karya, bisa berupa tulisan atau kartun humor sekian tahun silam, baik dalam blog pribadi maupun diska komputer. Yang terpenting, semua karya asli mereka sendiri, dan telah mereka persiapkan ataupun sedang persiapkan.
Ketiga, mau dicetak dalam jumlah berapa pun, mereka bisa berhubungan langsung dengan tempat percetakan daring. Mereka bisa menghubungi tempat itu secara daring, dan menentukan seberapa jumlahnya.