Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengolok Jomlo

7 September 2019   21:05 Diperbarui: 7 September 2019   22:14 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Malam Minggu merupakan malam yang beraneka rasa, termasuk bagi kaum jomblo, eh, jomlo. Saya juga tengah jomblo, eh, jomlo sekarang, karena sedang berjauhan jarak dengan istri saya.

Jomblo ataukah jomlo, ya?

Dalam Kamus
Kata kamus, jomblo itu tidaklah baku. Akan tetapi, kok malah paling sering dipergunakan dalam komunikasi atau pergaulan umum, ya?

Pengertian umum di kalangan kaum muda belia, kata tersebut dipakai untuk menyebutkan seseorang yang tidak memunyai kekasih, pacar, atau pendamping hidup. Berbeda dengan janda atau duda, yang pernah memunyai pendamping hidup.

Kata "jomlo" adalah kata baku. Kata "jomlo" berasal dari kosakata Sunda, dan sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) termasuk versi daring (online). Dalam arti kamus, jomlo artinya "gadis tua".

Produk Budaya Patriarki Vs. Budaya Kekinian
Jomlo, gadis tua atau perawan tua merupakan produk pergaulan budaya patriarki yang jelas merujuk pada bias jender. Maksud saya, ada sebutan "jomlo" untuk perempuan tetapi tidak ada untuk pemuda tua atau bujang lapuk.

Anehnya, justru ketika menjadi kata tidak baku alias "jomblo", persoalan bias jender pun selesai! Artinya, "jomblo" versi tidak baku alias tidak resmi dalam arti kamus (gramatikal) malah menghapus sisi bias budaya itu. Gadis dan pemuda sama-sama mendapat sebutan itu jika tidak memiliki pasangan.

Jomlo jadi Obyek Olok-Olok
Status "jomlo" dalam budaya umum sejak zaman old memang sering menjadi pergunjingan atau olok-olok. Di beberapa daerah orang-orang menyebut "gadis tua" atau "perawan tua" bukanlah merupakan sebuah penghargaan atau perkataan biasa, melainkan sebuah konotasi sangat negatif alias aib bagi keluarga.

Generasi muda belia zaman now, saya duga, kurang mendalami makna jomlo, dan dampak psikologis bagi keluarga yang memiliki anak perempuan berusia matang tetapi masih lajang. Maraknya pergaulan di media sosial pun semakin membuat para jomlowan-jomlowati, terutama jomlowati, menjadi tidak nyaman.

Padahal, antara jomlo dan berpasangan (pacaran, berteman istimewa), siapakah yang bisa menjamin status akan terus begitu? 

Suatu waktu si jomlo bisa mendapat jodoh. Sementara si pasangan yang ada justru mengalami putus hubungan kekasih. Iya, nggak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun