Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Upah Pekerja dan Makelar Tenaga Kerja dalam Sebuah Projek Pembangunan

27 Juli 2019   21:44 Diperbarui: 28 Juli 2019   09:41 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sabtu merupakan hari gajian bagi para pekerja dalam sebuah projek pembangunan. Tentu saja hal tersebut sudah dibicarakan sebelum kerja sama direalisasikan.

Dan saya selalu membayar mereka, khususnya melalui mandor atau kepala tukang, sesuai dengan hasil kerja (volume atau bobot dalam progress) yang disepakati. Kesepakatan ini dibicarakan sejak awal, dan direalisasikan setiap Sabtu.

Upah Pekerja
Dalam sebuah projek pembangunan, salah satu tanggung jawab saya adalah membayar upah pekerja. Sebelum mengajukan seberapa nilainya kepada atasan alias "bos", setiap Kamis saya akan memeriksa sekaligus memperkirakan seberapa bobot pekerjaan mereka sampai Sabtu.

Lalu pada Jumat sore saya menghubungi "bos" agar "bos" menransferkan sekian rupiah jika posisi projek dan kantor cukup jauh. Atau, terkadang, "bos" datang ke projek.   

Pada minggu-minggu awal, perkiraan saya bisa meleset, baik "lebih" maupun "kurang". Setelah itu perkiraan saya bisa mendekati realitas.

Dari sebagian pengalaman saya, seorang mandor berbeda dengan mandor lainnya dalam hal "permintaan" upah. Ada mandor atau kepala tukang yang tidak pernah "meminta" apalagi "protes". Mandor jenis ini, tentu saja, sudah lama (lebih dua tahun) bekerja dengan "bos" saya.

Ada juga mandor yang meminta sekian rupiah, tetapi belum tentu saya langsung memenuhi permintaannya. Apa pun alasannya, hasil kerja menentukan nilai upah yang menjadi haknya.

Saya pernah "bersitegang" dengan seorang mandor berkaitan dengan upah. Sabtu pagi saya, mandor, dan seorang anak buahnya berada di sebuah projek, dan bersama-sama menghitung bobot hasil kerjanya. Keputusan akhirnya, si mandor harus menerima kenyataan dengan sejumlah rupiah dari saya.

Bukan cerita palsu bahwa ada mandor atau kepala tukang yang meminta dengan nilai besar, tetapi tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Ada juga mandor atau kepala tukang yang "kabur" setelah menghabiskan sekian rupiah, tetapi hasil kerjanya masih belum seberapa.      

Upeti dari Upah Pekerja
Bukan sesuatu yang asing ketika seorang mandor atau kepala tukang tiba-tiba hendak memberikan saya sekian rupiah dari upah yang diterimanya. "Sebagai terima kasih saya," katanya.

Ya, biasalah, karena "wujud" terima kasih sangat mudah ditemukan dalam sebagian projek. "Terima kasih" telah mengajak untuk bekerja. "Terima kasih" untuk upah mingguan yang diterima sesuai dengan permintaan.

Tidak berbeda dengan istilah "fee", "komitmen", "balas budi", "balas jasa", dan sejenisnya, 'kan?

Bagi saya, hal semacam itu merupakan bagian dari kolusi (gratifikasi alias korupsi). Tentu saja saya menolak, bahkan dengan apa adanya saya mengucapkan "terima kasih" karena tim mandor sudah bekerja dengan baik sehingga saya dipercaya oleh "bos" untuk terus bekerja sampai projek selesai dalam bentuk "terima kunci".  

Lagi, bagi saya, ketika saya dipercaya oleh "bos", janganlah saya justru "memperdaya" untuk "memperkaya" diri melalui "upeti" dari mandor atau kepala tukang. Meski bukan orang kaya, saya bersyukur atas kepercayaan "bos" pada saya sehingga saya bisa terus bekerja.

Dan,  setiap bertemu dengan calon mandor atau kepala tukang baru secara empat mata, saya selalu mengingatkan bahwa si mandor atau kepala tukang jangan pernah memberi "upeti" kepada saya. "Saya bukan peminum keringat dan darah pekerja," kata saya.

Makelar Tenaga Kerja
Kalau saya boleh keliru, istilah "makelar kasus" (Markus) pernah bising pada sekitar 2008-2009. Ada pula "makelar projek", "makelar tenaga kerja", dan makelar-makelar lainnya, di samping makelar barang.

Makelar, calo, tukang catut, dan sejenisnya merupakan hal yang biasa terjadi dalam sebagian realitas dunia kerja. Istilah "orang dalam" sering menjelma sebagai "makelar" bagi keberadaan seorang mandor dalam sebuah projek.

Upeti pun merupakan bagian vital dalam "transaksi" atau "negosiasi" jasa atau tenaga kerja. "Orang dalam" akan mengajak dan menerima apabila si calon tenaga kerja (mandor atau kepala tukang) bersedia menyetorkan sejumlah uang pada waktu-waktu tertentu, khususnya ketika hari gajian, semisal Sabtu.

Saya merupakan "orang dalam" di sebuah perusahaan atau "projek". Posisi saya sudah jelas sebagai "siapa" dalam struktur organisasi perusahaan atau suatu projek. Manajer Projek (Project Manager/PM), Manajer Lokasi (Site Manager/SM), ataupun Pelaksana Lapangan (Supervisor).

Akan tetapi, saya bukanlah seorang makelar tenaga kerja dalam suatu projek. Setiap akan diadakan sebuah negosiasi harga jasa, saya selalu mengajak "bos" untuk terlibat. Kalau "bos" berhalangan, saya akan menyampaikan hasil negosiasi berikut dengan nomor ponsel calon mandor atau tukang.

Saya selalu berharap, semoga semuanya mendapatkan hasil, baik dalam wujud fisik berupa bangunan maupun upah mingguan yang sepadan dengan kemampuan masing-masing. 

*******
Kupang, 27 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun