Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tetap Bekerja Ketika Idulfitri di Kupang

6 Juni 2019   00:29 Diperbarui: 6 Juni 2019   01:42 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Ardy Milik, 4/6/2019

Selamat Idulfitri 1 Syawal 1440 H
Mohon maaf lahir dan batin

Ini pertama kali dalam sejarah hidup saya. Bekerja di projek perbaikan dan pengembangan sebuah rumah tinggal dalam perumahan sangat sederhana ketika Idulfitri. Dan, saya sadari bahwa saya sedang berada di Kupang, NTT.

Kemarin atau pada H-1 (4/5/2019) saya diberi tahu oleh tukang bahwa besok dia akan mengerjakan ini-itu, dan pasir akan datang. Sementara setumpuk semen sedang dalam perjalanan dari sebuah toko bahan bangunan yang terkenal di Ibu Kota NTT itu.

Saya pun menanggapinya bahwa besok Idulfitri. Toko bahan bangunan pasti tutup, karena hari raya umat Islam juga bertanggal merah. Ternyata dia lupa bahwa besok Idulfitri, dan bertanggal merah. Dia sempat bingung, apakah besok pasir tidak datang, dan seterusnya.

Saya memakluminya karena dia non-Muslim. Saya dan dia juga berbeda mengenai latar belakang pergaulan. Latar pergaulannya berada di lingkungan non-Muslim, baik ketika masih kanak-kanak, rumah tinggalnya kini, maupun dalam dunia pekerjaannya (bermitra kerja dengan sesama non-Muslim). Lumrah saja jika dia tidak mengingat hari perayaan kemenangan umat Islam dari "pertandingan iman" selama satu bulan (Ramadan).

Saya juga non-Muslim. Akan tetapi, saya sudah sering mengalami masa libur ketika Idulfitri, semisal di Jawa atau Jakarta. Satu minggu menjelang hari raya, para pekerja sibuk menyiapkan diri untuk mudik. Lalu, nanti, satu mingu setelah hari raya, mereka akan kembali. Artinya, dua minggu projek pembangunan pasti libur.  

Berkenalan dengan Tetangga Sekitar

Sejak memulai pekerjaan di rumah tinggal berluas lahan 7x12 meter persegi alias rumah sangat sederhana (RSS) pada 3 Juni itu, saya berusaha untuk berkenalan dengan tetangga sekitarnya. Minimal samping kanan-kiri dan depan atau seberang. Kebetulan mereka juga penghuni baru, meski terlebih dulu menjadi penghuni.

Sebagai perantau sejati, saya menyukai sebuah lingkungan baru, terlebih karena kepentingan pekerjaan, semisal di Sentul, Bogor, Jabar. Saya selalu mencari alasan atau kesempatan yang tepat untuk memulai sebuah obrolan dengan tetangga sekitar atau orang-orang di sekitar tempat bekerja saya, supaya saya bisa melakukan pekerjaan dengan baik-fokus.

Dari obrolan permulaan perkenalan hingga pulang sebelum gelap (malam), saya memperkenalkan diri sebagai pelaksana (supervisor) di rumah yang saya tangani, selain asal daerah saya. Saya juga mengetahui bahwa tiga tetangga terdekat adalah keluarga Muslim, dan pendatang.  

Tetangga samping kanan alias berdempetan langsung dengan rumah yang sedang saya tangani berasal dari Padang, Sumatera Barat. Sebut saja Abang, dan mantan karyawan sebuah rumah makan Padang di Kupang. Saya bisa berkenalan karena si Abang sedang membuat pagar samping atau pembatas.  

Tetangga di samping kiri dan berbatasan dengan jalan samping berasal dari Lamongan, Jawa Timur. Sebut saja Mas. Si Mas bekerja di sebuah pengadilan.

Tetangga di depan rumah atau seberang jalan depan berasal dari Bone, Sulawesi Selatan. Sebut saja Pak Haji. Keseharian Pak Haji adalah berdagang di toko kecil depan rumahnya. Setiap hari saya membeli sebotol minuman kemasan di situ, bahkan satu kali meminjam galah pemasang bola lampu.

Tetangga lainnya, yaitu sebuah keluarga muda dan rumahnya berada satu deret dengan rumah Pak Haji. Pada awal pekerjaan (3/6) saya sudah ngobrol sekilas dengannya mengenai pengadaan air bersih. 

Air bersih merupakan persoalan krusial di sebagian wilayah Kupang, dimana air tidak mengalir setiap hari dan setiap rumah tidak memiliki sumur (sumber air sendiri). 

Pada hari itu juga saya berkesempatan dalam pembagian air dengan tetangga itu melalui mobil tangki air berisi 5000 liter, sehingga projek bisa tersedia air untuk bekerja dan lain-lain.  

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Strategi Melaksanakan Pekerjaan

Berkenalan dengan orang-orang di sekitar tempat bekerja merupakan salah satu strategi saya dalam pelaksanaan pekerjaan yang sekian tahun saya pelajari sendiri. Paling tidak, tata krama seperti dalam istilah Jawa, yaitu kula nuwun alias "permisi".

"Permisi", bagi saya, bukanlah sekadar basa-basi, melainkan tradisi bersosial-masyarakat yang paling mendasar. Kesadaran diri sebagai "orang baru" dan dipercayakan sepenuhnya oleh pemberi pekerjaan di lingkungan "baru" merupakan kunci untuk memulainya.

Dokumen Ardy Milik, 4/6/2019
Dokumen Ardy Milik, 4/6/2019
Melalui pergaulan sederhana ala orang tradisional itulah saya bisa lebih mengenal situasi lingkungan sekaligus strategi melaksanakan pekerjaan masing-masing penghuni di lahan yang sempit dan sangat rapat. 

Lahan sempit nan rapat bukanlah sebuah masalah, melainkan sebuah tantangan yang harus saya hadapi dan kelola dengan aduhai. Pekerjaan yang sangat teknis tidaklah bisa dilepaskan dari situasi non-teknis. Bahkan, tidak mustahil jika situasi non-teknis malah lebih penting untuk diselesaikan terlebih dulu agar tujuan secara teknis bisa berlangsung dengan sebagaimana mestinya.

Kebetulan ketiga tetangga telah memperbaiki dan mengembangkan (renovasi) rumah mereka. Dengan begitu saya bisa menanyakan tentang bagaimana mereka menyiasati kondisi sekitar, misalnya menempatkan bahan bangunan, siapa yang mengerjakan pekerjaan, dan seterusnya. Berikutnya, tentu saja, "pengalaman" mereka menjadi strategi saya tanpa "mengganggu" tatanan "baru" di sekitar saya.

Tanggung jawab saya sebagai pelaksana pekerjaan yang secara langsung membawahi tukang bangunan merupakan hal yang pernah saya laksanakan dan saya mengenal kecenderungan tukang bangunan. Biasa saja, sih.

Artinya, saya bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengelola pekerjaan sekaligus hal-hal apa saja yang berkaitan dengan orang-orang di sekitar lokasi projek. Sementara tukang bangunan bisa leluasa (fokus) melaksanakan tanggung jawab mereka tanpa perlu repot memikirkan persoalan non-teknis dengan orang lain di sekitar tempat bekerja.   

Berlebaran di Lingkungan Baru

1 Syawal 1440 H berada pada 5 Juni 2019. Artinya, hari ketiga setelah saya memulai pekerjaan. Tukang tidak libur, dan bahan bangunan (pasir) akan tiba di lokasi.

Saya pun berangkat ke lokasi, meski sudah melewati tengah hari. Penampilan saya berbeda dengan dua hari sebelumnya. Rapi, dong. Tidak lupa pakaian harian saya siapkan dalam tas ransel.

Saya mau berlebaran di lokasi. Saya mengajak rekan saya yang merupakan orang kepercayaan pemilik rumah untuk kelak mengelola rumah yang sedang saya tangani. 

Rekan saya asli NTT, tepatnya orang Manggarai, Flores. Sebut saja "Nyong". Nyong inilah yang justru "wajib" bersilaturahmi dengan tetangga terdekat agar bisa saling mengetahui dan mengenal antarpenghuni. Kalau pekerjaan saya selesai (100%), toh, Nyong yang akan sering bertemu dengan mereka. Saya akan berada entah di mana lagi.

Bagi saya, berlebaran di lokasi merupakan waktu yang sangat tepat untuk bersilaturahmi dengan orang-orang di sekitar lokasi. Ya, latar belakang saya memang selalu ber-Idulfitri dengan orang-orang di sekitar sejak masih kanak-kanak di Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Babel, kebetulan mayoritas saudara saya adalah Muslim, hingga kini saya menetap di Balikpapan, Kaltim.

Dua tetangga tidak terlihat, yaitu si Abang dan si Mas. Saya dan Nyong menyeberang ke rumah Pak Haji. Pak Haji dan Bu Haji berada di rumah. Lantas ngobrollah kami mengenai ini-itu. Pada saat bersamaan, truk pengangkut pasir sudah datang, dan tukang beserta anak buahnya sedang menangani pekerjaan di situ.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Selesai dari bertamu di rumah Pak Haji, saya dan rekan saya tidak langsung menuju tempat penurunan pasir, melainkan beralih ke rumah seorang lainnya, yaitu tetangga yang sempat berbagi air dengan projek saya. 

Saya berpikir lebih jauh bahwa setelah projek saya selesai, automatis persoalan pengadaan air bersih bisa dikelola oleh rekan saya, sehingga rekan saya "wajib" berkenalan dengan tetangga itu.

Sayangnya, rumah tetangga itu kosong. Saya dan rekan saya kembali ke tempat semula, yaitu tempat penurunan pasir yang berada tepat di samping pagar tetangga samping kiri alias si Mas Pengadilan. 

Tidak apa-apa, karena kemarin situasi sudah saya bicarakan dengan si Mas, asalkan tidak mengganggu aksesbilitas dan sirkulasi kendaraan para penghuni dan lain-lain.

Setelah proses perapian posisi pasir terselesaikan dengan baik, melintaslah sebuah mobil keluarga. Ternyata dalam mobil tersebut berisi tetangga yang rumahnya kosong tadi. 

Saya tidak segera beranjak, karena saya harus memberikan waktu kepada tetangga itu beserta keluarganya untuk turun dari mobil dan melegakan diri dari perjalanan berhari raya.

Sekitar lima belas menit kemudian barulah saya dan rekan saya bertamu ke rumah tetangga itu. Maka ngobrollah kami sebagaimana lazimnya rakyat biasa-tradisional.

Ya, beginilah adanya saya dalam pelaksanaan pekerjaan sekaligus tetap bersilaturahmi dengan orang-orang sekitar. Tidak ada hal yang istimewa selain kelaziman hidup bertetangga di Indonesia.

Selanjutnya adalah bertamu ke rumah Penyair Ragil Sukriwul yang bapaknya berasal dari Malang, Jatim dan ibunya berasal dari Rote, NTT! Lumayanlah, selain kembali menikmati ketupat lebaran, juga lebih tiga jam saya berada dalam suasana Idulfitri di rumah si penyair. 

Saya pun sempat ngobrol dengan bapaknya menggunakan bahasa Jawa, khususnya Krama Inggil. Aduhai sekali Idulfiti kali ini!

*******
Kupang, 5 Juni 2019  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun