Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sebuah Siasat pada Suatu Kesempatan Berdurasi Sembilan Jam

11 Mei 2019   11:30 Diperbarui: 11 Mei 2019   12:28 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Santai saja, Gaes. Sebelum berangkat pun istri saya sempat mengingatkan bahwa waktu tunggu di Surabaya adalah sembilan jam. "Santai saja. Yang penting, bawa bekal. Makanan di bandara mahal-mahal," sahut saya.

Kenyataan (realitas) hidup sepatutnya perlu untuk disadari dan disyukuri. Saya menyadari bahwasannya saya tidak memiliki uang untuk membeli tiket alias ongkos penerbangan. Saya pun bersyukur bahwasannya ongkos perjalanan ditanggung sepenuhnya oleh kawan saya.

Bagaimana, Gaes? Mudah saja, 'kan? Paling mudah lagi adalah saya membawa bekal berupa nasi goreng yang dibuatkan oleh istri saya (kami tidak berpuasa)!

Menyiasati Kesempatan
Mengenai "waktu tunggu" semacam itu juga pernah saya singgung dalam artikel "Cinta Kita Berakhir dalam Bagasi, Lion Air". Dan, jangankan orang lain, lha wong istri saya saja masih heran, kok saya suka menikmati waktu tunggu yang lama asalkan perhitungan keuangan saya sudah termasuk ekonomis alias irit.

Sebenarnya, kalau saya mau lebih mudah "menyita" waktu, caranya adalah dengan membuat status di media sosial agar beberapa kawan di Surabaya bisa mengajak saya keluar sebentar untuk menikmati sebagian Kota Surabaya atau singgah ke rumah mereka. Hanya saja, saya tidak suka merepotkan orang lain. Cukup saya sendiri yang melakukan kerepotan untuk diri saya sendiri dalam waktu yang lumayan panjang itu.

Oh, maaf, Gaes, alangkah tidak elok saya sebutkan sebagai "kerepotan". Yang elok, ya, "menyiasati kesempatan" dengan belajar pada realitas. Maklum sajalah, saya memang suka belajar pada realitas di sekitar saya asalkan tidak memboroskan keuangan saya. Aduhai!

Terminal Kedatangan dan Terminal Keberangkatan
Kedatangan saya di bandara ini, biasanya, tidak dilanjutkan dengan berpindah terminal. Maksud saya, penerbangan Balikpapan-Surabaya dan Surabaya-Kupang atau bolak-balik selalu menggunakan maskapai penerbangan yang sama sehingga antara terminal kedatangan dan keberangkatan tetaplah berada di lokasi yang sama.

Terminal yang selalu didaratkan oleh penerbangan yang saya gunakan adalah Terminal 1 atau, kali ini, 1A. Di situ pula saya bisa mencari tempat untuk minum kopi dengan harga "terjangkau" (Rp5.000 per gelas plastik) yang dijual oleh seorang ibu. Tentu saja tempatnya bukan di antara lapak-lapak bernama "kafe" atau "kedai kopi" yang tersedia di dalam bangunan terminal.

Karena suasana Ramadan, saya tidak berhasil menemukan ibu itu. Lidah saya sudah "mengidam" kopi, dan kopi "kelas bawah" yang sesuai dengan kemampuan kantong saya. Saya tidak mau "memaksakan" kantong saya untuk mengikuti "kehendak" lidah dengan cara duduk di salah satu kafe atau kedai kopi yang menyajikan kopi "kelas menengah-atas".

Saya sempat kebingungan, Gaes, meski tidak ada gerutuan atau kekecewaan mengenai "nasib" saya kali ini. Saya memeriksa tiket lagi. Dalam tiket penerbangan ke Kupang tercantum "Terminal 2". Kemudian, sekitar pkl. 10.30 WIB, saya menanyakan perihal "Terminal 2" pada seorang petugas di sekitar situ.

Mobil Khusus ke Terminal 2
Terminal 2 berada di luar Terminal 1, Gaes. Jarak keduanya pun relatif jauh. Saya harus menggunakan angkutan khusus ke Terminal 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun