Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menyelamatkan Ikan yang Tenggelam di TPA

4 Maret 2019   09:44 Diperbarui: 4 Maret 2019   16:08 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ikan kerapu dan ikan baronang (Foto Alfian & Vrendy)

Vrendy melakukan strike lagi. Seekor ikan kapas-kapas berhasil diselamatkannya. Sementara Alfian masih menarik-ulur senar pancing tanpa joran atau, di kampung halaman saya, sebutannya adalah "pancing ambur" (pancing lempar).

Alfian langsung mengabadikannya dalam ponsel pintar. Tidak lupa, kemudian dikirimkan gambarnya pada akun WA-nya Nur Choiri. "Mancing, mantap!" mungkin begitu ditulis Alfian untuk "memanasi" mata Nur.

"Bang, pakai pancing kawanku saja. Entah jam berapa dia nanti datangnya," saran Vrendy sambil mengeluarkan sebatang joran dari ranselnya setelah meletakkan ikan kapas-kapas ke tempat penampungan.

"Ya," jawab saya. Kopi masih seukuran setengah cangkir. Kue jajanan tadi tinggal separuh kantong.

Saya akan terlibat sepenuhnya dalam "misi" mereka. Saya menggunakan joran Magnum Dexter 502. Dalam benak saya tergambar tayangan televisi berjudul "Mancing Mania" yang pernah saya tonton, dan Youtube seputar kegiatan mancing-memancing.

Joran melengkung dengan senar yang tegang. Aksi tarik-menarik yang sengit. Ikan berukuran cukup besar berhasil melewati permukaan air. Oh, betapa!

Ya, betapa konyolnya saya. Sama sekali tidak ada yang menyenggol umpan pancing saya, atau "matuk" dalam bahasa pemancing di Balikpapan. Yang terjadi justru kailnya menyangkut di akar bakau atau apalah di bawah permukaan air.

Wajar, 'kan, kalau kemudian saya kecewa?

Saya pernah menjadi pemancing di air sungai (Aik Jawe atau Aik Namcong) dan beberapa bekas penambangan timah (kolong) kampung halaman, atau di sungai-sungai sekitar dusun leluhur saya di pelosok Kab. Karanganyar Jawa Tengah, tentu saja, wajar kecewa.

Masak, sih, di sungai selebar Manggar ini saya sama sekali hanya menggigit kail sendiri? Mungkinkah karena pancingnya pinjaman alias bukan pancing saya? Saya malah teringat pada dua pancing andalan saya yang dicuri.

Tidak baik mengingat-ingat kejahatan orang, pikir saya. Alung kududok sambil minom kupi luk(Lebih baik saya duduk sambil minum kopi dulu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun