Tidak cukup Pemilu Serentak terpusat pada Pilpres. Masih ada Pileg, yang luput disorot secara serius. Partai-partai berbasis agama bisa "memanfaatkan" media cetak sebagai bagian dari kampanye "terselubung". Tentu saja, tabloid "khusus" atau "untuk kalangan tertentu".
Contoh lainnya adalah harian Media Indonesia (MI), yang juga "saudara kandung"-nya Metro TV. Surya Paloh sudah berhasil "memainkan" posisi media cetak dan media serat optik untuk partainya, yaitu Nasional Demokrat (Nasdem) yang didirikannya pada 26/7/2011. Atau, harian Seputar Indonesia (Sindo), yang juga "saudara kandung"-nya RCTI, MNCTV, dan GTV, diolah-kelola oleh Harry Tanoesoedibjo hingga ia mendirikan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) pada 7/2/2015. Â
Mungkin terlalu berat jika dibandingkan dengan MI dan Sindo karena kedua media cetak ini "berduet" langsung dengan media serat optik yang juga mapan. Akan tetapi, berkaca dari tiga media cetak dadakan tadi, khususnya OR dan IB, penerbitan media cetak "khusus" sebaiknya dipertimbangkan kembali untuk 2024 dan seterusnya.
Pertimbangan ini berjangka panjang (tidak grasa-grusu dengan risiko fatal), dan bisa berdana rendah apabila diolah-kelola dengan cermat-tepat dan sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik yang memadai oleh orang-orang terpercaya di bidangnya (mumpuni). Meski tujuan utamanya tetap pada politik praktis, hanya saja bagaimana partai dan orang-orang sekitarnya mampu "memainkan" faktor kultural-sosial secara ciamik untuk melempangkan perjalanan "senyap" ke tujuan utama itu.
*******
Balikpapan, 25 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H