Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenduri Kecil Menyambut Tahun Baru

1 Januari 2019   01:51 Diperbarui: 1 Januari 2019   17:05 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vrendy dan Nur Choiri (Dok. Alfiansyah)

Malam menyambut tahun baru 2019 ada yang istimewa bagi saya. Istimewanya, saya dan istri menghadiri undangan kenduri kecil keluarga kawan kami, Nur Choiri di sebuah gang kecil depan R.S. Siloam Jalan M.T. Haryono, Balikpapan.

Selama tinggal di Balikpapan sejak 2009 atau 9 tahun, baru malam tahun baru ini saya dan istri keluar rumah, dan berkumpul dengan keluarga kawan. Biasanya kami hanya di rumah. Mertua akan mengajak berdoa bersama untuk bersyukur karena telah menerima segala kebaikan pada tahun lama, dan berharap kebaikan pada tahun yang baru.

Ya, biasanya, 31/12 sore, kami sudah menyiapkan tempat dengan perlengkapan panggangnya. Arang, jagung, ikan, dan bumbu-bumbu. Membakar jagung dan ikan seperti umumnya. Terkadang bersama kawan-kawan yang datang, khususnya kawan-kawan istri saya.

Menjelang tahun baru 2019, boleh dong, melakukan hal yang tidak biasa?

Tidak biasa itu, pertama, saya diundang Nur-Nia ketika bersantai dengan mancing di tepi sungai Kampung Nelayan, Manggar. Kebetulan istri saya menyanggupi ketika saya sampaikan undangan itu.

Kedua, bukan di rumah sendiri. Saya dan istri mencoba suasana malam tahun baru yang berbeda, apalagi bersama keluarga orang lain. Artinya, bersosialisasi atau bersilaturahmi selagi memang sedang mendapat kesempatan.

Ketiga, tidak perlu sibuk menyiapkan ini-itu lagi, meskipun hanya untuk keluarga kami sendiri. Ya, maklum sajalah, kami sedang berperan sebagai tamu undangan. Tamu undangan harus menghormati dan menghargai kesibukan si pengundang alias tuan rumah.

Tiga itu saja dulu, yang tidak biasa. Yang biasa, salah satunya cuaca sangat mendukung. Ya, entah mengapa, pada penghujung 2018 beberapa kali saya berencana untuk memenuhi ajakan kawan beracara malam, cuaca selalu mendukung. Langit kelam berbintang cerlang.

Pertama, waktu ikut acara di halaman parkir Universitas Balikpapan (Uniba). Kedua, waktu bersantai di pinggir Sungai Manggar. Ketiga,ya,malam menyambut tahun baru 2019 ini.

Mungkin saya sedang diberi-Nya kesempatan untuk kembali menemui kawan-kawan lebih muda agar tetap terjaga kebersamaan, dan selalu ada perhatian saya untuk serius mencari bibit-bibit baru dalam berkarya.

Saya mengenal Nur Choiri di Uniba pada 2013. Dia menjadi ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni dan Musik (SEMU), dan melalui Alfian, dia mengundang saya untuk menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah seminar.

Sejak 2013 itu saya dan Nur Choiri masih sering bertemu, khususnya ketika ada acara kesenian, misalnya membaca puisi, musikalisasi puisi, dan sekitarnya. Yang tidak khusus adalah dia pun sering bertandang ke rumah saya (Kebun Karya) di Kilometer 4. Kalau Natal, dia pun hadir bersama Alfian dan kawan-kawannya. Dan baru dua kali ini saya bertandang ke rumahnya.

Nur Choiri berdarah Banyuwangi, Jatim. "Lare Osing", begitu sebutannya. Sebagian waktu hidupnya juga berpindah-pindah. Pernah tinggal di Palu, Sulteng. Sejak sekian tahun baru tinggal di Balikpapan karena orang tuanya pindah ke Kota Minyak ini.

Terkadang saya dan Nur Choiri berkomunikasi dalam bahasa Jawa. Dia sangat sopan, apalagi terhadap orang yang lebih tua. Ngajeni, istilah orang Jawa. Intonasi suaranya pun tidak menghentak-hentak.

Kedekatan saya-Nur Choiri juga  terjalin ketika dia bekerja selama sekian bulan yang masih satu perusahaan dengan tempat bekerja istri saya. Istri saya, bahkan mertua saya pun menyukai cara bergaulnya Nur Choiri sehingga kami bisa menikmati kebersamaan dengan sewajarnya.

Bersama istri menikmati kenduri kecil (Dok. Alfiansyah)
Bersama istri menikmati kenduri kecil (Dok. Alfiansyah)
Maka, ya, wajarlah saya dan istri langsung menerima undangan Nur Choiri untuk menyambut tahun baru di rumahnya. Kami bersama keluarga besarnya menikmati kenduri kecil di halaman samping rumahnya yang dua-tiga tahun lalu masih dinaungi oleh sebatang pohon ceri yang rindang.

Tidak ketinggalan dua kawan akrabnya sejak kuliah, yaitu Alfiansyah dan Vrendy Zulianang. Mungkin, kalau tidak ada dua kawannya, suasana kenduri kecil itu agak kurang aduhai.

Vrendy dan Nur Choiri (Dok. Alfiansyah)
Vrendy dan Nur Choiri (Dok. Alfiansyah)
Menjelang detik-detik tahun baru kami disuguhkan oleh atraksi kembang api di kejauhan. Berdentam-dentum. Berpendar-pendar. Langit legam berbintang cerlang harus menerima kenyataan.

Ya, menerima kenyataan tidak perlu lama karena tidak ada pabrik kembang api di Balikpapan. Sekitar 15 menit saja. Entah berapa puluh-ratus juta lenyap dalam gegap gempita malam tahun baru. Biasalah di Balikpapan.

Setelah mulai reda, di ujung langit yang kelam masih berpendar-pendar. Oh, kilat di balik gumpalan awan legam. Artinya, saya dan istri harus pulang sebelum kesempatan diambil alih oleh hujan. Dan, kami pamit kepada Nur Choiri sekeluarga.

Selesaikah? Belum. Dari kawasan Jalan M.T. Haryono, kami pulang melewati kawasan Balikpapan Baru. Mendekati ujung yang mengarah ke Jalan Sungai Ampal, masih terlihat keramaian orang sekaligus atraksi kembang api di area Pasar Segar.

Malam menyambut tahun baru di Kota Beruang Madu memang selalu semarak dengan atraksi kembang api. Ini Kota Internasional di Kalimantan yang dibangun sejak kolonial Belanda. Penanda sejarah berdiri kota yang dulu terdapat banyak perusahaan asing khusus bidang minyak dan gas ini adalah sumur bor minyak Mathilda yang tertera 10 Februari 1897 di daerah Jalan Minyak.

Demikianlah saya dan istri menikmati malam menyambut tahun baru 2019 dengan suatu keistimewaan yang sederhana, guyub, dan tanpa tendensi. Bagi saya, malam itu sangat aduhai jika dibandingkan dengan malam yang sama di tahun-tahun lampau.

"Selamat Memasuki Tahun Baru 2019 Masehi."

*******
Balikpapan, 1 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun