Kawan asal Bangka ini memiliki usaha di bidang penyewaan alat berat, dan toko khusus menjual suku cadang (spare part) alat berat. Ketika harga batu bara mengalami keanjlokan yang sangat signifikan pada 2015, kawan saya menjual sebagian alat beratnya, dan sebagian lainnya dibawa pulang ke Bangka.
Berikutnya, saudara saya (asal Bangka) yang tinggal di Samarinda juga pernah menghubungi saya, apakah saya mempunya relasi ke sebuah perusahaan penambangan batu bara. Katanya, seorang kawannya sedang menganggur, dan keahliannya adalah mengoperasionalkan alat berat.
Meski kepada saudara dengan kawannya yang profesional, saya tidak tidak bisa menjawab atau memberi "harapan". Yang terbayang di benak saya adalah lubang-lubang tambang yang tanpa pernah dilanjutkan dengan upaya perbaikan secara benar-berguna.
Pada waktu lainnya saya berkunjung ke Banjarmasin, Kalsel. Di Kota Pasar Apung itu saya menginap di sebuah hotel kelas melati yang memiliki ruang makan-minum pagi sekaligus tempat main bola sodok (bilyar). Pada malam hari saya nongkrong di situ untuk minum kopi gratis sekaligus melihat orang-orang bermain bola sodok.
Yang sangat mengagetkan saya, sekelompok orang yang bermain bola dosok itu menggunakan bahasa Bangka dengan aksen yang khas dan nada yang sangat jelas. Tak pelak saya mendekati mereka untuk berkenalan.
Sekelompok orang Bangka itu memang biasa menginap di situ. Mereka adalah para pebisnis alat berat di Kalsel, yang salah satunya berperan dalam penambangan batu bara.
Dari ketiga realitas tadi saya baru mengetahui bahwa beberapa usaha penambangan batu bara di Kalimantan terkait dengan usaha segelintir orang Bangka, yaitu di bidang alat berat. Dan, bagi saya, usaha alat berat, baik pengadaan maupun suku cadang alat berat, bukanlah hal asing bagi sebagian orang Bangka.
Orang Bangka tidaklah asing dengan geliat penggalian menggunakan alat berat. Aktivitas penambangan timah, yang kemudian memunculkan istilah "tambang inkonvensional" (TI), merupakan hal yang biasa sejak 2000-an. Salah seorang mantan bos saya di Bangka juga pengusaha di bidang alat berat.
Oleh karenanya, pengembangan wilayah usaha (ekspansi) bisnis alat berat dari Bangka ke Kalimantan kemudian bukanlah hal yang mengagetkan lagi. Dampak lingkungannya berupa lubang-lubang tambang pun bukanlah pemandangan yang luar biasa jika dilihat dari udara melalui penerbangan biasa ke Bandara Depati Amir, Pangkalpinang.
Birokrat Andil dalam Geliat Penambangan Batu Bara
Pada September 2013 beberapa kawan melakukan penelitian di beberapa wilayah Kaltim. Penelitiannya bersifat menyeluruh, dari isu lingkungan, antropologi, sosiologi, dan seterusnya.
Kebetulan saya pun bertemu dengan mereka. Dari obrolan sambil menyeruput kopi, saya mendapat infromasi bahwa penambangan batu bara di Kaltim tidak terlepas dari "usaha" milik segerombolan oknum birokrat, minimal jajaran komisaris atau kepemilikan saham perusahaan penambang. Oknum birokratnya pun bukan hanya setempat, melainkan juga dari pusat (Ibu Kota Negara).