Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berjualan Buku Sendiri dan Tsunami Selat Sunda

23 Desember 2018   19:25 Diperbarui: 27 Desember 2018   00:50 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam Minggu, 22/12, pkl.9.30 WIB atau pkl. 10.30 WITA, saya masih berada di sebidang halaman parkir Universitas Balikpapan (Uniba). Di situ saya berjualan buku-buku saya sambil ngobrol dengan Arief, Adi, dll. setelah menikmati acara teater, musik, baca puisi, dan lain-lain yang ditampilkan oleh anggota baru dalam Unit Kegiatan Mahasiswa "Seni dan Musik" (SEMU) Uniba.

"Di kampus ada acara Semu. Ada penampilan anak-anak anggota baru. Teater musikalisasi puisi. Kebetulan puisiku ditampilkan. Mau lihat? Kalau mau aku jemput Bang," ajak Alfian sebelumnya, pkl. 16.28 WITA.

Saya mau saja. Di samping mau melihat suasana "lain" setelah pulang dari Kupang dengan suasana "aksi solidaritas di depan kantor gubernur NTT" (19/12), juga mencoba berjualan buku seperti yang biasa dilakukan oleh Felix Nesi (baru meraih Juara I Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018) dengan lapak Toko Buku "Fanu".

(Ki-ka) Istri Nur Koiri, Nur Koiris, saya, dan Vrendy (Dok. Alfiansyah)
(Ki-ka) Istri Nur Koiri, Nur Koiris, saya, dan Vrendy (Dok. Alfiansyah)
(Ki-Ka) Saya, Bob, Nur Koiri, Vrendy, dan Dio (Dok. Alfiansyah)
(Ki-Ka) Saya, Bob, Nur Koiri, Vrendy, dan Dio (Dok. Alfiansyah)
Saya pikir, menjual buku sendiri secara langsung merupakan "ritual" yang wajib saya lakukan, baik sebagai pemilik buku maupun penerbit minimalis. Saya harus melihat, bagaimana respons para mahasiswa yang sedang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang kesenian dengan jaminan nama saya yang tidak terkenal sama sekali.

Saya dan Alfian berangkat pkl. 19.45. Di punggung saya tersampir ransel berukuran sedang yang berisi buku-buku karya tunggal. Satu kumpulan gombal (2016), satu kumpulan kartun humor (2017), dua kumpulan puisi (2018), dua cerpen (2018), dan satu kumpulan artikel utama di Kompasiana.Com.   

Bulan dan bintang tidak terganggu oleh mendung. Dalam perjalanan saya membayangkan "profesi" baru yang akan saya lakoni dengan kesadaran dan kesenangan karena merasa kembali "muda" seperti mahasiswa S-1 lagi.

Bergaul dengan sebagian mahasiswa Uniba, khususnya UKM SEMU, bukanlah hal yang baru-asing. Sejak sekitar 2013 saya sudah beberapa kali ke sana untuk acara-acara "khusus". Hanya saja, kedatangan saya kali ini terhitung sejak saya "menyendiri" untuk berkarya selama sekitar 3 tahun silam (2015).

Di sana saya bertemu beberapa lulusan Uniba yang pernah aktif di unit kegiatan itu. Nurchoiri, Vrendy, Bob, Di0, Adi, dan lain-lain. Mereka memang masih memiliki kepedulian pada generasi penerus, meski sekadar hadir dan naik panggung dengan bermusik seperti ketika masih aktif.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Alfian (kiri)
Alfian (kiri)
Dan, dari awal hingga akhir acara (pkl.22.00), cuaca sangat mendukung kegiatan di sebidang halaman parkir yang berdekatan dengan deretan kantin yang sudah sepi itu. Semua yang hadir dan yang terlibat sangat senang hingga bubar.

Sampai pkl.22.30 saya belum beranjak dari lapak buku. Saya dan 6 orang masih asyik ngobrol sambil duduk melingkar di meja yang menjadi lapak. Kopi hitam menemani obrolan kami.

Dok. Alfiansyah
Dok. Alfiansyah
Sekitar pukul 23.00 kami bubar. Buku saya terjual sebanyak 11 eksemplar. Saya senang sekali karena baru kali ini saya benar-benar membuka lapak secara langsung.

Bulan dan bintang masih berbinar-binar. Sementara di sebidang halaman parkir lainnya beberapa orang sedang berlatih bela diri.

Sesampai di rumah saya kaget. Ternyata pkl.22.30 WITA atau 21.30 WIB telah terjadi tsunami di kawasan wisata pantai Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten. Di sana ada acara riung (gathering) perusahaan PLN dengan mengundang artis dari Ibu Kota, semisal grup band Seventen.

*******
Balikpapan, 23 Desember 2018    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun