Saya tercenung ketika membaca kabar, Tabloid Bola akan "gulung lapangan" pada Jumat, 26/10. Pada edisi 19/10, muncul wajah "Si Gundul", yang menggemaskan sebagai "edisi terakhir", dan 26/10 adalah edisi pamitan.
Tabloid khusus olah raga yang terbit pertama pada 3 Maret 1984 ini memiliki kesan tersendiri bagi saya. Pada 1994 itu para pemuda di kampung kami, Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka (Babel), sedang menggandrungi sepakbola. Kesebelasannya bernama "Panser" alias Persatuan Anak Seri Pemandang.
Meski kesebelasan kelas kampung yang berdiri tahun 70-an, Panser pernah memiliki lapangan sendiri. Letaknya sekitar 500 meter dari rumah orang tua saya, dan mengarah ke Kec. Air Ruai atau Pemali.Â
Bahkan, letak lapangan mereka tepat berada di sebelah kebun orang tua saya dulu, dimana saya pun sering diajak oleh kakak angkat untuk pergi ke kebun yang kami namakan "Kebun Ata"--berada di belakang rumah Bang Ata yang juga kiper Panser tetapi kemudian menjadi wasit tingkat Kabupaten Bangka. Saya masih ingat ketika sebuah buldozer menyiapkan lapangannya.
Tidak sampai 5 tahun, kalau tidak keliru, Panser mengalami "gulung lapangan". Selanjutnya muncul beberapa bangunan, yang salah satunya milik Pak Kurnia -- seorang ketua Dewan Kesenian Bangka beberapa tahun kemudian. Panser pun berpindah tempat berlatih, yaitu di lapangan Tamansari --sebuah lapangan milik perusahaan Unit Penambangan Timah Bangka (UPTB).
Selain "pernah" memiliki lapangan sendiri, prestasi Panser sangat menakjubkan pada 1980-an. Prestasi tingkat kecamatan bahkan kabupaten Bangka yang pada masa itu wilayahnya nyaris seluruh Pulau Bangka, kecuali Kota Pangkalpinang. Juara 1-3 merupakan hal yang biasa sehingga sebagian pemainnya pun ditarik ke PS Bangka.
Saya pernah bergabung sebentar dengan Panser B alias Panser junior. Tetapi sebentar karena saya lebih fokus pada bola voli, bahkan menjadi pemain inti di sekolah.
Sayangnya, sejak 9 Juni 1987 saya meninggalkan Bangka untuk "merantau" ke Jawa. Sejak itu saya tidak bisa lagi memantau sampai di mana roda Panser menggiring bola. Sayangnya lagi, 14 Mei 2005 saya pulang, Panser tidak segarang 1980-an.
Lho, apa hubungan antara Panser dan Bola?
Tentu saja saya sering nongkrong di situ. Satu tampilan depan Bola yang saya ingat, kalau tidak keliru, adalah Rabah Madjer--pesepak bola Aljazair yang bermain untuk  FC Forto, Portugal, ketika itu. Dengan kostum FC Porto sosok Madjer memenuhi halaman depan. Dan kalau tidak keliru, tertulis, "Ayo, Madjer!" Â
Di luar lapangan, eh, ketika berada di Yogyakarta, saya langsung "gulung jaring" meskipun masih mengikuti Bola dengan cara meminjam pada teman-teman indekos. Perhatian saya, ketika itu, malah bergeser ke ranah tenis lapangan karena "terpengaruh" oleh kawan sebelah kamar.