Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik yang Cengeng

18 Oktober 2018   05:33 Diperbarui: 18 Oktober 2018   14:17 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kegandrungan banyak orang (rakyat) pada kecengengan, ternyata, mendapat "bidikan" serius di sebagian elite politik pasca-Reformasi. 

Mereka melihat kecengengan justru merupakan peluang potensial untuk meraup empati-simpati rakyat yang, diharapkan, berwujud dukungan, penggalangan massa, bahkan kemenangan dalam kompetisi politik nasional.

Adalah Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), perintis usaha nelangsa sebagai strategi politik itu, yang dimulai dengan pendirian Partai Demokrat pada 9/9/2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003. SBY pun sukses memerankan diri sebagai "korban" hingga bertahta selama 2 periode (2004-2009, dan 2009-2014). Dalam jejak digital pun masih bisa ditelusuri.

Situs resmi Partai Demokrat (PD), www.demokrat.co.id, tertera, "Partai Demokrat didirikan atas inisiatif saudara Susilo Bambang Yudhoyono yang terilhami oleh kekalahan terhormat saudara Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan Calon wakil Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001."

Satu peristiwa yang mengorbitkan nama SBY adalah ketika SBY--selaku Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) -- dijuluki "Jenderal Kekanak-kanakan" oleh suami Presiden Megawati, Taufik Kiemas, pada 1 Maret 2004.

Menurut catatan Vivanews (9/6/2013), Taufiq Kiemas menyebut SBY sebagai "jenderal kekanak-kanakan" karena mengadukan masalah internal pemerintahan ke wartawan. 

"Kalau anak kecil lagi genit-genitan, ya merasa diisolasi seperti itu. Kalau memang bukan anak kecil dan merasa dikucilkan, lebih baik mundur," kata Taufiq, pedas.

Peristiwa itu, tentu saja, didului oleh peristiwa-peristiwa sebelumnya. Menurut Vivanews berdasarkan buku Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono karya Garda Maeswara (2010), "Antara Januari hingga Februari 2004, SBY beberapa kali tidak dilibatkan dalam rapat-rapat pengambilan kebijakan di bidang politik dan keamanan. Misalnya, soal kunjungan beberapa pejabat ke Aceh. Padahal, SBY saat itu menjabat sebagai Menko Polkam."

Mengapa "SBY beberapa kali tidak dilibatkan"? Garda Maeswara mencatat, "Partai Demokrat yang berdiri 2001 makin membuat nama SBY melesat. Di beberapa survei tahun 2003, nama SBY muncul sebagai calon presiden dalam berbagai macam jajak pendapat. Setidaknya, SBY menempati urutan lima besar. 

Megawati yang saat itu presiden punya keinginan duduk lagi di kursi nomor satu Indonesia. Namun, dia menyadari bahwa kepopuleran SBY yang melesat begitu cepat, dapat menyingkirkan dirinya."

Mengapa bisa begitu? Coba kembali melihat sekilas tentang awal berdirinya PD tadi. "Kekalahan yang terhormat".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun