Kalaupun, lagi, saya mengirimkan karya, pasti ke media-media di luar Kaltim. Istri saya pun sempat merasa asing pada nama saya yang tercantum bersama cerpen "Kemarau Pun Singgah di Kampung Kami" (harian Sinar Harapan Jakarta, 7 Maret 2009) dalam kliping karya saya sendiri.
Baru pada 2011-2013 beberapa tulisan saya muncul di media lokal (Tribun Kaltim), baik esai/opini maupun semacam berita (press release) terkait kegiatan sastra dan jurnalisme mahasiswa di Balikpapan. Sama sekali bukan karya sastra seperti puisi, cerpen, dan sekitarnya.
Saya sempat mengira bahwa itu bukan nama saya. Bukankah kesamaan nama bisa saja terjadi?
Tetapi sampai 2018 atau 9 tahun menjadi warga Kaltim, sambil kadang-kadang menulis hal terkait sastra saya belum juga menemukan "Agustinus Wahyono" di media-media massa di Kaltim, daerah lain, ataupun nasional selain saya. Saya yakin, nama "Agustinus Wahyono" dalam buku tersebut memang nama saya
Dan, dengan dua kali tercantumnya nama saya sekaligus "pengarang Kalimantan Timur" dalam buku terbitan 2008 tersebut seolah suatu kebetulan, semacam ramalan, "penerawangan masa depan" (deja vu), atau justru "suratan hidup" alias "takdir". Sungguh mengejutkan sekaligus mengherankan saya.
Â
*******
Kupang, 15 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H