Jumat, 12/10, pkl. 19.00 WITA di halaman depan kantor Institute of Resources Governance and Social Change (IRGSC), Kupang. Saya menyempatkan diri ke sana karena ada kesempatan untuk keluar dari kejenuhan menggambar rancangan bangunan.
Di situ acara Babasa ke-13. Kali ini membahas novel "Aleena, Sebuah Perjalanan Hidup" (Pustaka Media Guru, 2018) yang menghadirkan penulisnya--Asni Yurika. Pembahasnya adalah Pdt. Emmy Sahertian. Moderatornya adalah Manuel Alberto Maia.
![Pdt. Emmy Sahetian, Manuel Alberto](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/13/img-4206-jpg-5bc0f7e343322f05080a1e94.jpg?t=o&v=770)
Saya pun langsung mengambil posisi di barisan kursi depan. Menyimak dengan saksama. Empat lampu sorot yang digantungkan di pohon-pohon dari empat sudut dengan intensitas cahaya yang relatif pas itu bisa membantu saya untuk lebih terfokus pada obrolan.
Dalam novel perdananya Asni menceritakan tentang perjuangan hidup, pengorbanan, dan seterusnya. Sebuah cerita dari pengalaman hidupnya selama 3 tahun di Pakistan ketika menjadi relawan kemanusiaan.
Sebagian bahannya berasal dari kisah-kisah nyata para perempuan di sekitar tinggal sementaranya. Asni menyebut tempat tinggalnya "Penjara Bintang Lima". Apa pun tersedia. Tetapi, tetaplah "penjara".
Ya, penjara bagi para perempuan. Asni melihat secara gamblang bahwa para perempuan tidak memiliki keleluasaan untuk keluar rumah atau tempat tinggal. Bukan hanya di kota, melainkan hingga pelosok. Ya, tidak ada seorang perempuan pun yang ditemuinya bebas bepergian.
Ia pernah menemukan perempuan di jalan. Itu pun seorang nenek dan seorang cucunya yang sedang mengemis. Selain itu, tidak ada perempuan yang dijumpainya di jalan-jalan.
Pada malam yang cerah berlampu sorot Asni tidak berbicara mengenai agama, baik ketika menyampaikan proses kreatifnya maupun dalam novelnya. Sama sekali tidak ada dalam setiap bab novelnya.
Tetapi realitas kehidupan yang dialami dan diamatinya di sebuah negara yang sangat kental dengan adat-budaya patriarkhi, dan ledakan bom yang biasa terjadi. Militerisme dan kaum radikalisme pun dipenuhi laki-laki.
Sementara para perempuan, apalagi muda, dilarang berada di luar rumah. Kalau seorang perempuan tepergok berada di luar rumah, bisa runyam urusannya, bahkan termasuk aib. Juga berdampak serius perihal perjodohan pada perempuan muda dan lajang (jomlo).
Pada suatu kesempatan saya menanyakan perihal Benazir Bhutto yang pernah menjadi perdana menteri (1988 dan 1993) serta pengaruh kebijakannya. Sebab, pada sesi pembahasan serta tanya-jawab, sama sekali tidak menyinggung nama mantan perdana menteri bergender perempuan itu.
Asni mengakui bahwa Benazir Bhutto dan pengaruh kebijakannya memang tidak dituliskannya. Ia hanya mengisahkan kehidupan sehari-hari di sekitarnya. Adat yang didominasi laki-laki. Bukan masalah politik, dan apa yang dituliskan oleh pelbagai media mengenai Benazir Bhutto serta "warisannya" pun berbeda dengan realitas yang disaksikan oleh Asni. Â
Masalah politik di Pakistan memang riskan untuk dibicarakan oleh para perempuan di sana, meski kebijakan mengenai tatanan hidup berbangsa-bernegara sangat dipengaruhi oleh politik serta Benazir Bhutto akhirnya menjadi "tumbal" politik patriarkhi (terbunuh pada 27 Desember 2007). Politik pun sangat dipengaruhi oleh adat-budaya patriarkhi hingga salah satu bab dalam novelnya diberi judul "Negeri Para Lelaki".
Sudah pasti, iklim politik di Indonesia lebih kondusif alias tanpa perlu direcoki dengan rentetan bom bunuh diri. Tidak juga ada peraturan ketat-keras seputar mobilitas perempuan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Malam pembahasan novel yang diselingi dengan pentas baca puisi oleh Ardy Milik dan Anggita itu saya penasaran pada isi novelnya. Seperti apakah kisah-kisah Asni hingga akhirnya mendorongnya untuk dijadikan sebuah novel yang ditulisnya selama 1 bulan, dan sebagian kecil dibacakan oleh Abdi Keraf secara atraktif. Â
![Ardy Milik membacakan puisi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/13/img-4208-jpg-5bc0f8456ddcae686b7026b2.jpg?t=o&v=770)
![Anggita membacakan puisi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/13/img-4211-jpg-5bc0f8d0677ffb6d2103be06.jpg?t=o&v=770)
![Abdi Keraf membacakan secuplik isi novel](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/13/img-4215-jpg-5bc0f945677ffb7be824b094.jpg?t=o&v=770)
*******
 Kupang, 13 Oktober 2018 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI