Mulai ramai lagi rumor angka berpamor setelah acara pengundian nomor urut capres-cawapres dalam kontestasi Pilpres 2019 di ruang sidang utama gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, pada 21 September 2018. Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapat undian nomor 1. Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor 2.
Nomor antara Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo berubah posisi. Pada Pilpres 2014, bertempat di kantor KPU, 1 Juni, silam undian nomor 1 adalah pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Nomor 2 adalah Jokowi-Jusuf Kalla.
Memang, angka atau nomor bukanlah sesuatu yang mutlak dalam ranah matematika. Ranah metafisika pun tidak bisa dinafikkan begitu saja, bahkan masih mampu memengaruhi realitas logika sebagian kalangan. Misalnya, mengenai angka mujur-malang, angka untung-rugi, angka aman-celaka, dan seterusnya. Misalnya lagi anak nomor 1 memiliki kelebihan-kekurangan dibanding dengan anak nomor 3, 4, 5, dan seterusnya. Atau, misalnya, angka tanggal lahir dengan membawa pamor tertentu.
Selanjutnya, pada 2018 atau seusai undian 21 September, muncul cocoklogi lainnya. Sejarah atau mitos nomor genap jadi presiden-wakil presiden dimulai pada 2004. SBY-JK nomor urut 4 menang. Pada 2009 SBY-Boediono bernomor urut 2 menang. Lalu 2014 Jokowi-JK bernomor urut 2 menang.
Ada juga yang mencocoklogi kata "ganjil" dan "genap". Artinya, nomor genap berpeluang untuk menang. Nomor ganjil berpeluang untuk ginjal-ginjal alias kalah. Begitu, ya? Kok seperti ganjil-genap nomor pelat kendaraan di sebagian jalan raya DKI Jakarta, ya?
Realitas "takdir" mendadak berputar ketika terjadi pertukaran angka atau posisi nomor undian antara Prabowo-Jokowi untuk Pilpres 2019. Belum ada kabar, Tuhan akan "diseret" ke nomor berapa untuk memenangkan salah satu pasangan. Partai-partai yang diklaim sebagai "partai Tuhan" pun belum mengentaskan hasil mediasi dan meditasi.
Tidak menutup kemungkinan, dalil-dalil dari kitab suci sedang dikaji lagi oleh sebagian spiritualis yang berpihak pada salah satu kontestan. Mungkin juga perlu tafsir-tafsir yang relevan-kekinian pada angka dan istilah "ganjil-genap" agar mampu meyakinkan calon pemilih bahwa Tuhan berpihak ke salah satu kontestan. Â
Bagi kalangan spiritualis, setiap angka atau nomor memiliki pamor (kemuliaan). Angka atau nomor 1, 2, 3, dan seterusnya bukanlah sekadar deretan bilangan. Ada semacam kekuatan atau dampak spiritual yang dibawa oleh setiap angka atau nomor. Oleh karenanya, pamor tidak bisa dilepaskan dari dalil-tafsir kitab suci, dan budaya atau mitos tertentu.
Semua dalil dan tafsir pun disesuaikan dengan wilayah Indonesia bagian mana. Wilayah Indonesia bagian barat tidak sama dengan bagian tengah, dan timur. Tentu saja kaum spiritualis menyesuaikan dalil-tafsir dengan peta calon pemilih potensial sekaligus simpatisan di tiga wilayah Indonesia. Barangkali karena Tuhan pun harus ditafsirkan sesuai dengan wilayah masing-masing agar angka dan kategorial "ganjil-genap" benar-benar relevan.