Thomas dan Hoaks
Saya sudah menyinggung mengenai Natanael dan Thomas berkaitan dengan suatu kepercayaan terhadap kebenaran. Mengenai hal ini saya lebih mengutamakan Thomas karena, ya, persoalan percaya-tidak percaya lebih melekat pada sosok Thomas dibanding Natanael.
Selisih zaman berangka sekitar 2.000 tahun bukanlah berarti tanpa relevansi atau justru dicari-cari relevansinya. Ini menyangkut soal percaya-tidak percaya di era kencangnya laju informasi-komunikasi menembus ruang-waktu, dan tidak perlu pula saya mengikutkan Harry Panca dalam Dunia Lain.
Kencangnya laju informasi-komunikasi mutakhir, mau-tidak mau atau suka-tidak suka, diiringi pula dengan berita yang tidak jelas alias bohong. Kalau Thomas tidak mudah percaya pada berita benar (kebenaran), saya belajar padanya justru pada berita bohong (hoaks).
Memang, Thomas tidak memerlukan waktu lama (berbulan-bulan atau bertahun-tahun) untuk suatu kebenaran, sementara saya memerlukan waktu cukup lama untuk percaya pada suatu kebohongan (hoaks). Ya, semisal tadi, cerita Rommy yang baru 2018 ini menyingkap hoaks, bahkan fitnah (bukankah fitnah lebih kejam daripada membunuh?), tentang Jokowi pada Pilpres 2014 alias sekitar 4 tahun. Sepakat-tidak sepakat, ajaran Thomas perlu saya pergunakan di era kekinian.
Â
*******
Panggung Renung -- Balikpapan, 18 April 2018