Ya, saya siap menanggapi ‘tawaran’ sekaligus tantangan mereka. Saya siapkan naskah kumpulan cerpen yang telah sekian lama tersimpan dalam komputer jinjing saya. Kemudian saya unduh format tata artistik, termasuk pedoman sampul buku, yang telah mereka siapkan. Tentu saja, saya pun harus merancang sendiri sampul buku saya.
Tawaran Sekaligus Tantangan
Baru kali ini saya mendapat ‘tawaran’ langsung dari sebuah penerbit. Penerbit tersebut pun dengan ‘berani’ mengatakan bahwa “tulisan-tulisan Anda sangat menarik dan inspiratif”. Bagi saya, hal ini merupakan ‘sejarah’ tersendiri.
Sebelumnya saya yang harus berkelana ke sana-sini dengan ‘menjajakan’ naskah-naskah saya. Tidak satu penerbit pun sudi menerima tawaran saya.
Apakah saya harus berpikir negatif terhadap apa-siapa? Pertama, terhadap diri sendiri; tulisan-tulisan saya kurang bermutu. Kedua, terhadap orang atau penerbit itu, bahwa mereka terlalu angkuh, dan tidak menghargai hasil pemikiran saya.
Tetapi, bukankah berpikir negatif sangatlah tidak baik bagi diri sendiri maupun secara kolektif?
Ya, mending berpikir positif meskipun tidak harus terlebih dulu ke bidan atau dokter spesialis kandungan. Cukup dengan menanggapi ‘tawaran’ dengan mengatakan “siap” atau “ya” setelah berusaha merenung untuk menyadari siapa diri saya.
Merenung? Ya, merenung untuk menyadari diri sendiri. Pertama, saya bukanlah penulis atau sastrawan. Kedua, tulisan-tulisan saya bukanlah tulisan-tulisan yang bermutu bagi sebagian besar orang dan penerbit terkemuka. Ketiga, saya tidak memiliki uang untuk mencetak-menerbitkan-mempromosikannya sendiri seperti ketika menerbitkan buku kumcer dengan Penerbit Abadi Karya.
Setelah merenungi sekaligus mengakui ketiga keterbatasan itu, tawaran dari sebuah penerbit merupakan suatu tantangan untuk keluar dari sikap mengasihani diri sendiri. Selanjutkan menyiapkan naskah sebagai bukti “siap” atau “ya” tadi. Beres!
Beres? O, belum. Selanjutnya, tentu saja, semacam sebuah tantangan. Tantangan untuk mensiasati karya dengan ketekunan dan pengelolaan waktu sebaik-baiknya antara persiapan naskah, penataan, pemeriksaan aksara, dan pembuatan sampul buku. Sebab, satu kenyataan paling jelas, saya pun harus bekerja sebagai seorang arsitek, bukannya penulis sekaligus redaktur sebuah penerbitan.
Sebuah ‘tantangan’ yang serius bagi saya, yang tidak terlalu memiliki kemampuan mumpuni dalam hal tata bahasa, pemeriksaan aksara, Ejaan yang Disempurnakan, dan perwajahan buku. Saya sendiri yang harus memikirkan pengolahan dan pengelolaan semua itu untuk calon buku saya sendiri. Penerbit online hanya menyediakan format tata artistik dan sampul buku, lalu mencetak-menerbitkannya.