Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sepucuk Surat dari Seorang Oknum Caleg Cantik yang Sarjana Sekaligus Journalis

4 April 2014   11:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13965923191788964375

[caption id="attachment_330003" align="aligncenter" width="620" caption="Headline kotaksuara.kompasiana.com | Gedung DPR/MPR RI - Ilustrasi/ Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Jumat, 4 April 2014, pkl.02.45 WITA, saya mengantar kawan – sebut saja Parmin – ke gerbang pagar rumah untuk pulang. Sebuah amplop putih tergeletak di halaman dalam samping gerbang. Pada sudut kiri amplop terdapat kartu nama seorang caleg perempuan – sebut saja Jio – dari sebuah partai. Cukup cantik.

Saya buka amplop tidak terekat itu. Isinya dua lembar, dan terselip kartu nama seorang caleg lainnya tapi masih satu partai. Tidak secantik si Jio.

“Wah, bisa jadi bahan tulisan juga, Bang,” kata Parmin sambil cengar-cengir.

Saya pun cengar-cengir tanpa menanggapinya dengan kata-kata. Parmin memang tahu kebiasaan saya karena selama sekian bulan dia sudah membaca tulisan-tulisan mbeling saya seputar kampanye dan Pemilu 2014. Terlebih, baru sekian jam lalu kami ngobrol tentang ‘demam pemilu’. Lalu saya tutup amplop itu.

*

Selepas kepulangan Parmin, saya buka kembali amplop tadi ketika sampai di ruang renung. Jangan-jangan ada uang terselip dalam lipatan surat, pikir saya. Ternyata tidak ada. Sayang sekali. Pasalnya, kalau ada, paling tidak, saya bisa menjadikannya sebagai ‘arsip sejarah’ pribadi, dan menulis tentang realitas politik uang (money politic).

Dengan lipatan yang terbuka, saya membaca isi surat ‘serangan dini hari’ itu. Terdapat dua lembar surat. Satu lembar berisi basa-basi dan ‘permohonan’. Lembar lainnya berisi “Riwayat Hidup”.

Dalam kesatuan surat terlipat tiga seperti surat resmi umumnya. Pada lipatan depan, seperti biasa, “tempat dan tanggal” pembuatan dan “siapa dan alamat” tujuan surat membuat saya tersentak. Tertanggal 9 Maret 2014. Wah, lama juga, ya, baru sampai di halaman rumah, pikir saya.

Saya periksa lagi amplop yang tanpa perangko itu. Alamat yang dituju dibuat melalui cetak stempel.

Kepada Yth :

Warga Balikpapan Tengah

di Tempat

Pantas saja lama, lha wong tidak ada nama dan alamat yang jelas. Jangan-jangan ini surat nyasar (keliru sasaran). Ah, mana ada surat nyasar selain peluru nyasar?

Saya baca kembali isi surat. Masih terlihat ketiadaan nama dan alamat tepat. Tulisannya begini. Kepada Yth :

Bapak/Ibu/sdr(i)

Peserta Pemilih Pemilu Legeslatif 2014

Di – Balikpapan Tengah

Serta-merta saya tersenyum. Saya tidak terdaftar sebagai pemilih alias di-golput-kan oleh pemerintah, lha kok disebut “Peserta Pemilih”? Ini jelas surat nyasar! Tapi, saya baca saja daripada ‘peluru’-nya mubazir.

Kepada Yth : Bapak/Ibu/sdr(i) Peserta Pemilih Pemilu Legeslatif 2014 Di – Balikpapan Tengah. Caleg ini biasa menulis surat resmi atau tidak sih, pikir saya. Menulis “Bapak/Ibu/sdr(i)” saja masih salah, khususnya huruf kapital pada “sdr(i)”, bagaimana kalau membuat surat resmi untuk urusan rakyat yang tertuju kepada eksekutif?

Juga pada kata “Legeslatif”. Sudah nekat menjadi caleg, kok tidak bisa menulis kata yang benar? Bahaya sekali caleg model begini. Kata “Legeslatif” tentu saja berbeda dengan “Legislatif”. Ah, sekolah di mana nih si caleg?

Atau, sengaja salah, “legislatif” menjadi “legeslatif” karena toh hanya surat nyasar. Tapi, kalau surat itu jatuh ke tangan “Peserta Pemilih” yang benar, jangan salahkan si pemilih yang tidak memilih Jio. Soalnya, “Peserta Pemilih” akan memilih calon legislatif, bukan calon legeslatif.

Tapi, bisa jadi itu tulisan anggota tim suksesnya. Saya periksa lagi tanda tangannya. Jelas ada tanda tangan Jio tanpa tambahan “atas nama” (a.n.). Waduh, caleg model apa ini kalau keliru memiliki tim sukses. Tim sukses pasti dibayar. Pasalnya, mana ada orang Balikpapan yang mau menjadi tim sukses gratis? Tapi, masak sih penulis surat yang dibayar semacam itu malah membuat surat ‘sekadar’?

Saya jadi penasaran pada sosok cantik caleg ini. Segera saya buka lembar kedua, yang berisi “Riwayat Hidup”. Wah, Jio seorang sarjana bahkan journalis (kata itu saya ambil dari tulisannya) selama sembilan tahun! Pengalamannya, baik pengalaman kerja maupun organisasi, seabrek-abrek! Apalagi, posisinya dalam struktur organisasi, bahkan sampai ke Jakarta, tidak jauh dari jajaran “elit”.

Mau-tidak mau saya menggeleng-geleng. Status sosial dan reputasi yang tidak berbanding lurus dengan amplop. Sekilas saja begitu memilukan. Tapi, bagaimana dengan tulisannya pada lembar pertama?

Saya buka lagi lembar pertama untuk mencermati tulisannya. Seketika saya mempercepat gelengan, disertai senyum sinis. Begini tulisannya yang membuat saya begitu.

Salam Sejahtera semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan curahan RahmatNya dan mengalir pula Syafaat bagi kita sekalian dalam menjalankan aktifitas keseharian

Luar biasa pangkat dua Si Jio yang sudah sarjana, journalis, dan seterusnya ini menulis pada paragraf pertama! Bagaimana pada paragraf kedua?

Izinkan Melalui lembar ini saya memperkenal diri. Dengan harapan surat ini kiranya dapat mewakili saya untuk bersilaturahmi dengan bapak/ibu/sdr(I).

Luar biasa pangkat tiga! Lho, yang pangkat satu, mana? Ya, pada lipatan depan yang berisi “tempat dan tanggal” dan “kepada” yang dituju oleh surat tadi. Ada pangkat empat? Coba simak paragraf ketiganya.

Saya **** (maaf, terpaksa saya sama edit nama asli Jio) dipilih dan percaya oleh Dewan Pimpinan Cabang Partai ***** (maaf lagi, terpaksa saya sama edit nama partainya) kota Balikpapan mewakili keterwakilan 30 % perempuan diparlemen. Dan saya maju bersama 90 Calon Legeslatif dari daerah pemilihan Balikpapan Tengah dengan No.URUT x ((lagi-lagi maaf, terpaksa saya sama edit nomor urutnya) dari PARTAI *****.

Alangkah amat sangat luar biasa sekali tulisan Si Caleg yang cantik, berpendidikan tinggi, seorang journalis sekaliguselit partai ini! Saya tidak sanggup membaca terusannya sebab khawatir kepala saya terlepas dari leher gara-gara menggeleng terlalu kencang.

*

Sebenarnya saya hendak segera mengabarkan temuan ini kepada Parmin melalui pesan singkat (SMS). Berhubung sudah subuh dan pasti Parmin sudah bermimpi tentang Arin, terpaksa saya urungkan saja.

Ah, semoga Arinmu kelak tidak mengikuti jejak Jio, Min.

*******

Panggung Renung – Balikpapan, 04 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun