Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Biasakah Korupsi di sela Meja Menteri-Parpol itu?

16 Agustus 2014   04:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:25 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koalisi tanpa transaksi, apakah mungkin? Transaksi tanpa negosiasi berbuntut bagi kursi, apakah mungkin? Kursi tanpa korupsi, bagaimana?

Sudah sering terungkap bahwa korupsi sangat potensial berada di antara jabatan menteri dan partai politik. Kasus korupsi yang membawa Andi ke pengadilan adalah “menteri sekaligus orang partai”. Begitu juga dengan Surya. Dan lain-lain, termasuk menyeret pula orang-orang dalam sebuah partainya. Biasalah praktik korupsi semacam itu.

Praktik korupsi lainnya, yang berhubungan antara “menteri” dan “partai” terjadi pada Luthfi. Luthfi bukanlah menteri tetapi petinggi partai. Uang hasil korupsi diperolehnya dari ‘kader partai’ yang menjadi menteri. Malpraktik semacam itu terjadi pula di lingkup daerah. Biasa juga, karena “kader” harus ‘menghidupi’ partainya.

Oleh karenanya, biasa pula jika sebuah partai menuntut jatah posisi menteri, dan banyak partai cenderung merapat ke kekuasaan, selain tujuan politik adalah murni demi kekuasaan. Dengan kekuasaan, ada anggaran yang bisa dialokasikan untuk ‘menghidupi’ partai.

Akan tetapi, apakah ‘kebiasaan’ korupsi melalui jabatan menteri dan orang parpol itu harus dikompromi (ditolerir) sehingga mengentalkan istilah “tradisi korupsi”?

Sesungguhnya aneh bin ajaib hidup di Indonesia yang sudah 69 tahun ini, ketika korupsi dijadikan tradisi bahkan kemerdekaan mutlak oleh kalangan birokrasi.

Bagaimana, Pak Jokowi-JK; apakah tradisi korupsi akan dilestarikan melalui transaksi bagi-bagi kursi ke parpol di rumah transisi?

*******

Sabana Karang, 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun