Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Kasihan pada Prabowo?

24 Agustus 2014   20:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:41 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ya, kenapa kasihan? Katanya, Prabowo ber-IQ 152 alias jenius. Katanya (lagi), dia ahli strategi perang. Lantas dengan kejeniusan dan ahli begitu, apakah pantas dikasihani lantaran kalah bersaing dalam Pilpres 2014, baik dalam hitung cepat (quick count), hitung resmi (KPU), maupun hasil hukum bersifat mengikat (MK)?

Apakah pantas dikasihani setelah dia berorasi dan menggugat tanpa peduli perasaan orang lain bahkan dengan penuh keyakinan menyebutkan “kecurangan yang terstruktur-sistematis-massif” begitu?

Apakah karena kesalahan bahkan, mungkin, kesengajaan timsesnya, termasuk seorang Mahfud MD yang sudah menyatakan “gagal memenangkan Prabowo” tetapi ‘takut’ menyatakan ‘kebenaran’? Mengapa menyalahkan orang lain dengan dalil kemungkinan, padahal Prabowo jenius dan ahli strategi perang, apalagi usianya bukanlah 16 atau 26 tahun?

Apakah pantas dikasihani ketika Prabowo membiarkan para pendukungnya berbuat apa saja bahkan berlaku bak preman dengan ancam-mengancam, termasuk mengganggu kegiatan orang lain di sekitar gedung MK? Tidak sedikit pun dia melarang para pendukungnya melakukan semua ‘kengerian’ itu. Kalau memang ‘biasa’ bertempur, mana mungkin para prajurit dibiarkan liar-buas semacam itu tanpa komando yang tegas, kan?

Apakah pantas menyalahkan Tuhan dan roh-roh orang mati karena tidak juga memutarbalikkan hal-hal yang tidak mungkin menjadi mungkin? Bukankah ritual-ritual, dari ibadah syukur yang ‘profetik’ sampai membawa jimat-jimat, sudah dilakukan tetapi situasi (fakta) tidak juga patah? Bukankah mereka mengaminkan bahwa Prabowo adalah ‘titisan’ Tuhan lalu diralat sebagai ‘titipan’ Tuhan, yang masih bisa disaksikan berulang-ulang di internet? Bukankah hal-hal semacam itu sangat tidak masuk akal (irrasional) dan bertolak belakang dengan IQ 152?

Dengan tingkat delusional yang kronis dia enggan mengucapkan “terima kasih, MK, atas pelajaran demokrasi bagi Indonesia” dan “selamat” atas kemenangan Jokowi lantaran terlalu arogan bin pongah. Apakah pantas Prabowo, yang ber-IQ 152 dan ahli strategi perang, dikasihani?

*******

Sabana Karang, 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun