Mohon tunggu...
Agustinus Rangga
Agustinus Rangga Mohon Tunggu... Belum Punya Profesi -

Mahasiswa Biasa | www.agustinusrangga.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Tuhan dalam Tawa

31 Oktober 2018   02:57 Diperbarui: 31 Oktober 2018   05:29 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Hey kamu jangan pakai foto papa sama mama buat bercanda! Aku nggak suka kamu coret-coret foto papa jadi mirip badut kaya gitu." Aldo sang kakak betul-betul marah melihat adiknya menyulap foto bapak ibu mereka menjadi foto badut. Tinta spidol merah tercoret di sekitar gambar wajah orang tua mereka. 

"Yah, nggak papa dong, kak. Kan wajah papa sama mama jadi lucu, Candra jadi senang lihat wajah papa mama yang lucu kaya gini."

"Kamu harus menghormati papa mama, tidak boleh gitu, tidak baik." Karena mereka semua laki-laki, perdebatan itu berlanjut dengan perkelahian hingga sang ibu melerai mereka.

Candra si adik pun menangis karena dia lebih muda dan tubuhnya lebih kecil dari kakaknya. Saat berkelahi sudah pasti si Candra kalah. Sang ibu meminta kedua anak itu menjelaskan mengapa mereka berkelahi. 

"Ma, Aldo sayang sama papa dan mama. Aldo nggak suka lihat foto mama jadi jelek kaya badut gini." Begitu Aldo menjelaskan kepada ibunya.

"Ma... maaf mama, maaf kalau Candra coret-coret foto papa sama mama. Candra juga sayang sama papa, sama mama juga. Candra nggak bermaksud jelek-jelekin mama. Candra cuma pingin mama sama papa kelihatan lucu supaya kita bisa ketawa bareng. Tapi bukan berarti Candra nggak sayang sama papa sama mama, Candra sayang sama papa, sama mama juga."

"Iya, mama tahu kalian semua sayang sama mama. Lain kali Candra jangan bikin kak Aldo marah ya jelasin baik-baik maksudnya Candra apa ke kakak, Aldo juga kalau ngasih tau adiknya jangan sambil marah-marah, seorang kakak harus mencontohkan yang baik ke adiknya. Mama nggak marah kok Candra coret-coret foto mama, sekarang kalau Aldo sama Candra sayang sama papa mama, salaman dulu, berdamai. Jangan berantem lagi, ya." Ungkap sang ibu mendamaikan kedua anaknya.

Komedi dan Tertawa

Saya (dan mungkin beberapa dari kawan-kawan juga) penyuka humor. Penikmat refleks yang muncul ketika otak menerima informasi yang lucu. Tertawa. Zaman serba internet memungkinkan saya untuk bisa mencari konten-konten komedi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ternyata komedi ini hampir seperti lagu. Ada jenis-jenis(genre)nya. Beragam jenis, beragam pula hal-hal yang menjadi bahan untuk konten komedi tersebut. Dari hal kehidupan sehari-hari sampai semua hal yang melintas di pikiran si pembuat, apapun itu, tanpa terkecuali.

Tuhan dan Ciptaan-Nya

Saya (dan pasti banyak dari kawan-kawan juga) pengagum Tuhan. Mengakui dan bangga bahwa kita adalah ciptaan-Nya. Penggemar berat Kuasa-Nya, pemuja keagungan-Nya, dan sepenuhnya terinspirasi oleh cinta-Nya. Zaman serba internet juga memungkinkan kita untuk bisa mencari banyak hal tentang Tuhan. Mencari lebih banyak bukti cinta-Nya kepada kita, menemukan lebih banyak cara untuk mengagumi-Nya, agar semakin dan semakin bangga akan Dia. Memilih Agama karena iman, terpanggil, sadar, dan secara kultural merasa sesuai dengan pilihan itu. Agama mendekatkan kita pada-Nya, bukan? 

 Kita --sang pengagum Tuhan-- berusaha sebaik mungkin untuk mengenal Dia. Bekerja keras mencari makna cinta-Nya yang begitu tulus dan misterius, berusaha total untuk memuja Dia dengan cara yang benar, dan berharap secara penuh agar dapat meraih kebahagiaan yang sempurna bersama-Nya kelak suatu hari nanti. Tuhan mengubah hidup banyak sekali orang.

Komedi tentang Tuhan

Dalam mencari konten komedi untuk hiburan, kadang saya menemukan komedi yang mengambil tema atau bahan dari Agama yang saya anut, dan Tuhan. Kebetulan komedi ini menggunakan bahasa asing, dan pembuatnya juga berasal dari luar negeri. Kebanyakan berbentuk gambar meme dan kicauan-kicauan di twitter. Awalnya saya kaget, dan mengutuk si pembuat karena konten Agama dan Tuhan yang biasanya sakral dan serius, seakan-akan direndahkan martabatnya, dan dijadikan bahan untuk membuat orang tertawa. "Agama kok dipakai untuk guyonan? Tuhan kok dibercandain?" pertanyaan-pertanyaan itu berputar di otak, bergantian seperti sipir-sipir gagah yang menjaga narapidana di sel mereka masing-masing. 

"Wah ini pasti yang membuat konten ini masuk neraka. Dosa besarlah orang-orang yang berani berbuat ini." Begitu saya mengutuk mereka, hingga saya menandai mereka sebagai penghina Tuhan. Siapa yang tidak emosi melihat idola, pujaan, inspirasi, dan panutannya setiap hari ditertawakan orang-orang? 

Positif

Semakin hari, semakin saya mengutuk para "Penghina Tuhan" itu, semakin bingung pula saya. Bukankah Tuhan berpesan agar jangan membenci orang lain? Saya juga pernah membaca salah satu tulisan dari Pengagum Tuhan yang lain, bahwa kita harus selalu berpikir positif terhadap Tuhan atas segala peristiwa yang terjadi, seburuk apapun itu. 

Lalu pikiranku berkembang sedikit, Tuhan. "A-haa" ucapnya dalam bahasa pikiran. Semua yang terjadi ternyata memang bisa membuatku semakin kagum pada-Mu. Engkau mampu hadir dan menunjukkan kekuasaan-Mu dalam berbagai bentuk, termasuk menjadi bahan komedi. Sesekali terkesan rendah hanya untuk membuatku terhibur dan tertawa. Hal yang aku sukai. Simpulku, Engkau semakin membuktikan bahwa Engkau tidak terbatas pada apapun, tidak terjangkau oleh apapun, melebihi segala definisi, maha dari segala maha. Maha segalanya. 

Selain itu Engkau juga berhasil menegurku yang seenaknya mengutuk orang lain. Menyadarkanku bahwa aku bukan apa-apa, dan tidak berhak menuduh orang lain macam-macam. Mengingatkanku kembali tentang dalamnya hati manusia yang tidak ada seorangpun tahu bagaimana isinya. Barangkali mereka mengungkapkan cinta kepada-Mu dengan cara itu. Dalam pikiranku, Engkau berhasil membuktikan bahwa tidak ada yang bisa merendahkan-Mu. 

Peristiwa

akhir-akhir ini, di youtube juga ada peristiwa beberapa komedian "dimarahi" atau diperingatkan oleh beberapa pihak karena membuat hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan dan Agama menjadi bahan bercanda. Saya percaya baik di pihak komedian itu maupun pihak yang mengingatkan mereka --atas perbuatan yang kelewatan-- sama-sama punya tujuan baik, sama-sama mencintai Tuhan, dan sama-sama mengagumi Tuhan dengan cara mereka masing-masing. Saya tidak bisa membahas lebih dalam karena keterbatasan pengetahuan saya tentang agama. Kita semua pasti berharap kedua pihak berdamai, karena perdamaian juga salah satu bentuk cinta kepada Tuhan. 

Aldo dan Candra, sama-sama menyayangi papa dan mamanya. Walau sempat bertengkar, mereka berdamai demi cinta yang lebih besar pada orang tua mereka.

Komedian dan pihak yang mengingatkan, sama-sama menyayangi Tuhan. Walau sempat bertengkar, (kita harap) mereka (juga bisa) berdamai demi cinta yang lebih besar pada Tuhan, dan tetap berteman, karena teman adalah anugerah dari Tuhan.

Catatan :

1. Gambar diambil dari situs wallpapertag.com

2. Mohon maaf bagi pemilik nama Aldo dan Candra, pinjam namanya untuk cerita ilustrasi.

3. Cerita ilustrasi dibuat bukan sebagai analogi kisah antara komedian dan pihak yang menegur komedian. Hanya untuk perbandingan. Beberapa mungkin ada yang sesuai, beberapa mungkin tidak sesuai.

4. Artikel ini dimuat pula di blog pribadi saya sebagai arsip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun