Mohon tunggu...
Agustinus Maran
Agustinus Maran Mohon Tunggu... Guru - Guru Pelosok

Menulislah selagi dunia tak pernah menghakimi tulisanmu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keheningan

3 Juli 2022   20:23 Diperbarui: 3 Juli 2022   20:43 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

: kepada gadis pemilik kafe

Sebuah surat.

Kutulis surat ini selepas beranjak dari kafemu. Terburu-buru, sebelum lantunan adzan magrib bergema dan kubiarkan saja ia berumah dalam ratusan titik dan koma yang tak berniat beranjak. Sembari membawa hidangan, kutahu, nikmat mana lagi yang kau suguhkan ketika nasi hangat dan telor ceplok bertemu dengan sambal balado magrib ini. Sungguh jauh lebih nikmat dari pesanan makanan online. Saya yang berusaha diet terpaksa berserah diri menikmatinya. Kendati demikian, aku lebih tidak sengaja belajar menikmati dan menemukan makna hidup di tempat yang sering kali hal itu terjadi tanpa disadari dalam momen-momen kecil secara sekilas tanpa memikirkan apa pun. 

Bye the way, apa kabarmu? Untuk saat ini semesta raya menyediakan misteri yang agung menciptakan alasan tentang keheningan untuk belajar menjaga diri lebih baik. Mungkin harus membuat pilihan dan tidak memaksa tubuh kita karena hidup itu harus dinikmati, dan kenikmatan itu seperti yang kau tawarkan sekarang. Bersyukur rasanya untuk mampir menikmati perjalanan memperkaya hidup biar separuh waktu mendefinisikan diri dalam secangkir es teh.

"Ini tempat terindah untuk cuci mata", katamu. Dihadapan kata-kata itu semacam doa khusuk merindukan pelukan. Itu butuh kerja ekstra untuk berpura-pura dan berhati-hati mengakui pun menghargai sementara ada yang lebih saksama mengamati dan meyakinkan orang untuk menghabiskan waktu, menghitung satu dua diri dalam rasa yang kau tawarkan. "Waooooow", balasku. Senatural itukah caramu?

Sepertinya kita tak berjarak lagi. Seandainya aku dapat bercermin di sini, mungkin kita akan saling mengenal. Apakah sebuah kenangan untuk hanya dikenang? Mengapa sebuah peristiwa tak harus diulang? Perempuan sayu, yang selalu ada dengan pesanmu: "Kita tidak akan membincangkan beban lagi." Sesungguhnya ini adalah beban itu bersama serpihan masa lalu yang telah jadi epitaf itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun