Mohon tunggu...
Agustinus Daniel
Agustinus Daniel Mohon Tunggu... -

Credo ut Intelligam - Aku percaya maka aku mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tujuan Hidup Universal

20 Mei 2016   01:40 Diperbarui: 20 Mei 2016   01:57 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ini adalah transkrip dari video pertama dalam seri MISTAGOGI Meditasi Yesus yang saya unggah ke u-tube.

Lihat videonya di sini.

Seri MISTAGOGI Meditasi Yesus ini dimaksudkan untuk membagikan pemahaman tentang misteri iman kristiani melalui sudut pandang spiritualitas Meditasi Yesus.

Pada video yang pertama ini kami akan berbagi mengenai salah satu masalah yang paling mendasar yang sering menjadi pertanyaan setiap orang dalam semua tradisi, yaitu tujuan hidup.

Sama seperti seorang atlet yang bersuka cita ketika berhasil meraih kemenangan, kita bahagia manakala kita berhasil mencapai tujuan kita...

Problemnya....banyak orang yang tidak mengetahui apa tujuan hidupnya. Mereka juga tidak tahu apa yang sesungguhnya diinginkan oleh jiwanya. Tidak perlu heran jika banyak orang yang tidak juga merasa bahagia di tengah segala kesenangan dan kenikmatan duniawi yang ada di sekelilingnya.

Kehidupan duniawi dengan segala kompleksitasnya sering membuat orang terjebak pada tujuan hidup yang salah. Apalagi ketika kehidupan duniawi itu meminggirkan atau bahkan menyingkirkan sama sekali kehidupan spiritual.

Seperti orang yang tersesat di dalam hutan tanpa dibekali kompas ataupun peta, kita terjebak pada tujuan-tujuan sesaat yang tampak di depan mata. Dalam kondisi seperti ini setiap pilihan yang kita ambil hanya membuat kita semakin tersesat dan menjauh dari tujuan hidup kita yang sesungguhnya.

Semangat duniawi yang begitu dominan di jaman ini membuat kita menempatkan uang, kekuasaan, kenikmatan duniawi, atau bahkan informasi/pengetahuan sebagai tujuan hidup yang harus diraih. Banyak orang mengira hal-hal duniawi semacam itu yang dibutuhkan oleh jiwanya.

Sayangnya itu hanyalah tujuan-tujuan yang semu dan dangkal, jiwa kita tidak pernah terpuaskan dengan pencapaian duniawi semacam itu. Semuanya hanya memberikan kebahagiaan semu yang bersifat sementara dan setelah itu jiwa kita akan kembali mengalami kekosongan. Banyak yang kemudian berupaya mengatasi kekosongan ini dengan sia-sia melalui keserakahan dengan selalu menginginkan lebih, atau berbagai hiburan tidak sehat, dan obat-obatan terlarang yang tidak hanya merusak diri sendiri tapi juga orang lain.

Dengan kata lain, banyak orang yang hidup tanpa arah dan tujuan yang benar, dan itu membuat mereka kehilangan kemanusiaannya. Itulah yang tengah terjadi pada manusia-manusia modern.

Lalu apa sebenarnya tujuan hidup kita?

Ada yang mengatakan bahwa tujuan hidup bukanlah sesuatu yang perlu kita temukan atau kita cari, tapi sesuatu yang harus kita definisikan sendiri. Dengan demikian setiap orang memiliki tujuan hidup yang khas.

Sayangnya itu hanya benar bagi orang atheis atau skeptik. Bagi mereka tidak ada yang berhak menentukan tujuan hidup selain diri mereka sendiri. Para atheis dan skeptik memang tidak mungkin memiliki tujuan hidup yang obyektif, tujuan hidup mereka sepenuhnya subyektif dan bisa berubah-ubah sesuai dengan perkembangan kondisi dan kesadaran.

Seperti kompas yang berubah-ubah adalah kompas yang tidak bisa dipercaya, demikian juga tujuan hidup yang berubah-ubah: sangat rapuh dan tidak bisa dipercaya.

Akhirnya mereka akan jatuh pada nasib yang sama: sekalipun mereka mampu mencapai tujuan hidup subyektif dan relatif yang sudah mereka tetapkan, jiwa mereka tetap belum terpuaskan... selalu tersisa kekosongan....

Tujuan hidup yang bersifat subyektif dan relatif ini tentu saja tidak benar bagi mereka yang percaya pada Tuhan Sang Pencipta.

Lihatlah di sekeliling kita, tidak akan kita temukan satupun barang ciptaan manusia yang tidak memiliki fungsi atau tujuan. Semua barang-barang itu dibuat dengan tujuan tertentu.

Jika manusia tidak menciptakan sesuatu tanpa tujuan, mungkinkah Tuhan menciptakan segala sesuatu tanpa tujuan? Tidak masuk akal...

Semua yang diciptakan Tuhan pasti memiliki tujuan. Oleh karenanya manusia sebagai ciptaan-Nya yang terbaik pasti juga diciptakan dengan tujuan tertentu. Dan tujuan yang dirancang Tuhan bagi ciptaan terbaik-Nya pastilah tujuan yang terbaik yang mungkin ada serta berlaku untuk semua orang.

Dari situlah manusia mendapatkan tujuan hidupnya yang obyektif, absolut dan universal. Tujuan hidup yang ditetapkan oleh Tuhan Sang Pencipta ini akan memberikan kebahagiaan sejati manakala kita bisa mencapainya. Tidak akan ada kebahagiaan yang lebih dari itu, dan saat mendapatkannya jiwa kita akan terpuaskan seperti ikan yang menemukan air.

Lalu apakah tujuan hidup manusia yang obyektif, absolut dan universal ini?

Ada yang mengatakan, tujuan hidup kita tidak lain adalah untuk menyembah Tuhan. Memang benar kita harus menyembah Tuhan, tapi bukan untuk itu kita diciptakan. Mengatakan kita diciptakan untuk menyembah Tuhan sama saja dengan mengatakan Tuhan membutuhkan kita untuk menyembah Dia. Apakah Tuhan tidak sempurna sehingga Dia membutuhkan sesuatu dari ciptaan-Nya sendiri?

Sama juga dengan orang yang mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk mengasihi Tuhan.... Kita memang harus mengasihi Tuhan, tapi bukan untuk itu kita diciptakan. Apakah Tuhan kekurangan kasih sehingga Dia membutuhkan kasih dari ciptaan-Nya sendiri?

Apakah Tuhan itu kesepian sehingga Dia membutuhkan ciptaan untuk memperhatikan Dia?

Tuhan kita adalah Tuhan yang sempurna sejak sebelum Dia menciptakan segala sesuatu. Ini sangat penting untuk dipahami. Tuhan kita adalah Allah Tritunggal yang dalam ketiga pribadi-Nya dipenuhi kasih yang sempurna: Bapa mengasihi Putra dan Roh Kudus, Putra mengasihi Bapa dan Roh Kudus, dan Roh Kudus mengasihi Bapa dan Putra. Dengan kata lain, Allah Tritunggal hidup dalam kasih dan kekudusan yang sempurna sejak kekekalan, sejak sebelum segala sesuatu ada. Dia sama sekali tidak membutuhkan apapun lagi dari luar Diri-Nya.

Ini berbeda dengan Allah unitarian yang sebelum adanya penciptaan berada dalam keadaan kesepiaan yang tak terbayangkan. Dalam pandangan unitarian, mungkin saja Allah unitarian yang maha kesepian ini membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kesepiannya, oleh karenanya cukup masuk akal jika Allah unitarian menciptakan manusia untuk menyembah dia.

Masalahnya..., karena Allah unitarian membutuhkan sesuatu dari luar dirinya, maka dia memiliki kekurangan dan tidak sempurna. Dan karena Allah unitarian tidak sempurna, maka dia bukan Tuhan yang sesungguhnya. Atau dengan kata lain, konsep Allah unitarian bukanlah konsep ketuhanan yang benar.

Sesederhana itu...

Jika Allah kita, yaitu Allah Tritunggal, adalah Allah yang sempurna dan tidak membutuhkan ciptaan, lalu untuk apa Dia menciptakan segala sesuatu?

Bayangkanlah seorang pelukis yang hidup berkecukupan. Ketika dia melukis, dia tidak melukis karena dia membutuhkan uang dari hasil penjualan lukisannya. Dia bebas dari tuntutan apapun yang mengharuskannya untuk melukis. Satu-satunya yang diinginkannya saat melukis adalah mengekspresikan seluruh rasa seninya dalam karya lukisannya secara bebas.

Itu dia...

Tuhan menciptakan segala sesuatu, bukan karena Dia membutuhkan ciptaan tapi karena Tuhan ingin mengekspresikan seluruh kemuliaan-Nya dalam ciptaan. Dan itu semua dilakukan-Nya dalam kebebasan yang penuh.

Bagi Tuhan keadaan tanpa ciptaan maupun ada ciptaan adalah sama baiknya, sebab Dia sudah cukup dengan diri-Nya sendiri. Tuhan tidak kekurangan apapun tanpa ciptaan dan Tuhan juga tidak mendapat nilai tambah apapun dengan adanya ciptaan. Tapi Dia telah memilih untuk mengadakan ciptaan karena Dia INGIN.., bukan BUTUH.., sekali lagi.. Dia INGIN mengekspresikan kemuliaan-Nya dalam ciptaan. Bersyukurlah kita karena Tuhan memilih untuk mengadakan ciptaan.

Sebagai Maha Pencipta, Tuhan tidak akan berhenti mencipta sampai Ia menghasilkan ciptaan yang sempurna. Itu sebabnya dalam Kitab Kejadian Tuhan tidak berhenti mencipta sebelum hari keenam. Itulah saat dimana Tuhan menciptakan manusia sebagai karya terbaik-Nya, yaitu sebagai citra-Allah. Dalam diri manusia inilah seluruh kemuliaan Tuhan menemukan ekspresi terbaiknya. Pada hari ketujuh, Tuhan berhenti mencipta dan Dia beristirahat untuk menikmati seluruh ciptaan yang telah menjadi ekspresi kemuliaan-Nya.

Sekarang kita tahu apa tujuan hidup kita yang sesungguhnya, yaitu kita hidup untuk menjadi ekspresi kemuliaan Tuhan. Dan hanya dengan menjadi ekspresi kemuliaan Tuhan itu juga kita memperoleh kebahagiaan yang sejati dimana seluruh keinginan dan kerinduan terdalam jiwa kita terpenuhi. Itu adalah tujuan hidup obyektif yang tertinggi dan universal yang mungkin ada. Silahkan cari dalam agama atau filsafat manapun, tidak akan anda temukan tujuan hidup manusia yang lebih baik dari ini....

Itu sebabnya kita diperintahkan untuk mengasihi Tuhan dan sesama karena dengan mengasihi Tuhan dan sesama maka hidup kita menyatakan kemuliaan Tuhan.

Itu sebabnya Tuhan memanggil kita untuk menjadi kudus dan sempurna seperti Bapa di surga karena dengan menjadi kudus dan sempurna kita menjadi ekspresi kemuliaan-Nya yang sempurna juga. Itu sebabnya Tuhan menghendaki kita menguduskan hari sabat karena dengan menguduskan hari Sabat kita diingatkan kembali pada tujuan hidup kita sebagai ekspresi kemuliaan dan kekudusan Tuhan.

Dengan menyadari tujuan hidup kita sebagai ekspresi kemuliaan Tuhan, seluruh perintah dan hukum-hukum dalam Kitab Suci menjadi jelas dan masuk akal. Semuanya itu diberikan kepada kita bukan sebagai beban, melainkan agar hidup kita dapat kembali menjadi ekspresi kemuliaan Tuhan seperti pada mulanya manusia diciptakan dan kitapun dapat memperoleh kebahagiaan yang sempurna dalam hidup yang seperti itu.

Jika kita hidup menuruti hukum-hukum dan perintah-perintah Tuhan, jika kita mengasihi Dia dan mengasihi sesama kita, jika kita menjauhi dosa dan hidup dalam kekudusan, maka suatu saat jiwa kita memperoleh kepenuhan dan kita akan mencapai kebahagiaan sejati sehingga kita bisa berkata dengan segala kerendahan hati seperti Bunda Maria, "Jiwaku memuliakan Tuhan..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun