PENAHANAN RAPORT
( Sebuah refleksi Keluarga Miskin)
Ketika anak saya pulang dari acara penerimaan raport dalam rangka kenaikan kelas, ia tampak sedih. matanya memerah dan linangan air mata menyembul keluar dari kedua matanya. Dengan perasaan empati dan simpati yang amat mendalam, saya tanyakan kepadanya mengapa hal itu terjadi. Ia tidak menjawab sepatah kata pun selain menunjukkan sebuah buku kenangan siswa kelas IX dan beberapa brosur tawaran kursus belajar dari beberapa lembaga non formal yang ia bawa pulang bersama mapnya. Kini saya tahu ia sedih karena tidak bisa membawa pulang raport kenaikan kelas layaknya anak-anak yang lain.
Dengan sedih pula saya katakan kepadanya" Nak jangan sedih. Ini bukan kesalahanmu, bukan pula kesalahan sekolah. Tapi kesalahan kami orang tua yang belum bisa membayar atau melunasi biaya pendidikanmu. Bila suatu saat Tuhan mengijinkan kita bisa punya uang, kita akan membayarnya. Janganlah sedih. Pandanglah kemiskinan orangtuamu ini bukanlah sebagai suatu aib, melainkan sebagai berkat Tuhan, sekalipun kamu tinggal di sebuah garasi sempit milik orang yang bermurah hati meminjami tempat bagi kita untuk berteduh, tetaplah kamu harus bisa memandang hal ini sebagai kebaikan Tuhan yang kita terima. Bersyukurlah dan terimakasihlah kepadaNya.
Hal yang sama juga terhadap usaha pekerjaan orang tuamu yang hanya terjadi karena kebaikan orang lain. Bersyukurlah kepada orang yang membiayai kontrak tempat orangtuamu berusaha dan bekerja. Orang ini telah menghidupi kita dengan memberikan makan sehari-hari dari usaha bekerja yang orang tuamu lakukan, terutama uang saku sekolahmu. Sekalipun hanya cukup untuk membeli sebotol aqua gelas tetaplah bersyukur kepada Tuhan. Berdoalah bagi kami orangtuamu agar sehat-sehat selalu dan terutama bagi orang yang mengontrakkan tempat usaha kita. Ia telah memberi hidup kepada kamu dan orang tuamu, dan kamu tahu bahwa Allah akan selalu memelihara hidup kita karena Allah kita adalah Allah kehidupan, bukan Allah kematian. Percayalah kepadaNya.
Kemiskinan orang tuamu inilah yang menyebabkan kamu tidak bisa membawa pulang raportmu bukan karena kamu bandel atau tidak mengerjakan tugas sekolah. Sekalipun demikian, janganlah sedih hatimu, sebab sekolahmu telah bermurah hati dengan memberi waktu sesaat kamu bisa melihat raportmu. Terimakasilah kepada sekolah dan Yayasan Santo Dominikus serta para suster Konggregasi Santo Dominikus. Berdoalah bagi mereka agar kasih Allah tampak dalam hidup mereka.
Dari semuanya itu berdoalah juga bagi orang tuamu agar dalam kemiskinan ini, sedikit demi sedikit kita bisa mengumpulkan uang untuk membayar biaya pendidikanmu. Janganlah kamu sedih, kecewa apalagi putus asa. Ingatlah Tuhan Yesus itu juga orang miskin, anak tukang kayu (Mat. 13:55), tetapi Ia tetap bersemangat dalam mewartakan Kerajaan Allah. Demikian juga kamu harus bersemangat dalam belajar. Yesus sendiri juga lahir tanpa mempunyai tempat seperti kita. Ia lahir di tempat terhina di kadang hewan ( Luk. 2:7), bukan di rumah mewah. Ia juga tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya, tidak ada tempat peristirahatan (Mat. 8:20) tidak seperti burung-burung di udara yang mempunyai sarang. Bahkan ketika wafat, Ia pun tidak mempunyai tempat untuk dikuburkan (Mat.27: 60 ) selain dipinjami oleh Yusup orang dari Arimatea (Mrk. 15:42-47)
Dalam pengajaranNya pun, Yesus juga mencintai kita orang miskin dan mengatakan kepada orang kaya bahwa KerajaanNya tidak dimaksudkan untuk mereka (Luk. 6: 20.24) atau sekurang-kurangnya terlalu sukar bagi mereka masuk ke dalam kerajaanNya tanpa harus meninggalkan harta kekayaannya (Mat.19:21-26). Kekayaan bukan jaminan untuk masuk dalam kerajaanNya. Yesus justru menyebut orang miskin adalah orang yang berbahagia, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Mat.5:3). Yesus menertawakan orang kaya yang terus menerus menimbun kekayaannya, seolah dengan cara itu mereka akan memperoleh keselamatan (Luk.12:13--21) Dalam pernyataan yang paling keras Yesus menyebut orang yang bersekongkol dengan Mamon (kekayaan=Mamona) dikucilkan dari persekutuan dengan BapaNya (Abba) "sebab tak seorang dapat mengabdi dua tuan" (Mat.6:24) Karena itu sebutan orang kaya adalah orang teberkati dan orang miskin adalah orang terkutuk tidaklah benar. Di mata Tuhan kemiskinan bukan suatu aib atau kutukan, karena kamu tahu, anakku, " sekalipun Yesus kaya, namun Ia rela menjadi miskin, supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya" (2 Kor. 8:9)
Pengajaran Yesus ini terlalu sukar bagimu anakku, tetapi dari pengajaran ini kamu diingatkan agar kita bisa menghayati kemiskinan duniawi menuju kemiskinan injili, sebagaimana dihayati para suster Konggregasi St. Dominikus, tempat kamu bersekolah. Mereka menghayati kemiskinan dengan cara yang lain yaitu melepaskan keterikatan dari kekayaan duniawi dan mengikatkan diri kepada Kristus dengan berjuang menjadi miskin dan berjuang bagi kaum miskin, seraya meneladan St. Dominikus yang hidup dalam kesederhanaan, rendah hati dan cinta akan kebenaran.