Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meneguhkan Nilai Sakramen: Belis Sebagai Simbol, Bukan Beban

25 Januari 2025   04:30 Diperbarui: 24 Januari 2025   18:27 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada umumnya tradisi belis di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah simbol penghormatan dan ikatan keluarga, tetapi sering berubah menjadi beban ekonomi yang menghambat pasangan menikah secara sakramental di Gereja. Ketegangan antara adat dan ajaran Gereja ini membutuhkan peran kenabian Gereja untuk meneguhkan makna sakramen perkawinan sebagai panggilan ilahi, sambil menghormati nilai budaya. Tulisan ini menawarkan pemikiran untuk mereformasi tradisi belis agar tetap menjadi simbol kehormatan tanpa memberatkan, melalui kolaborasi antara Gereja dan masyarakat adat, sehingga iman dan budaya dapat berjalan harmonis.

Belis dalam Perspektif Adat dan Gereja

Makna Tradisional Belis: Ia memiliki makna mendalam sebagai simbol penghormatan kepada keluarga mempelai wanita dan pengikat kekeluargaan antara dua keluarga besar, mencerminkan nilai luhur seperti kebersamaan dan tanggung jawab sosial. Namun, belis kini sering berubah menjadi tuntutan ekonomi yang berat, diukur berdasarkan status sosial atau kemampuan finansial keluarga, sehingga menggeser maknanya menjadi beban yang memicu konflik, penundaan pernikahan, atau pengabaian sakramen perkawinan di Gereja.

Perspektif Gereja tentang Pernikahan Sakramental: Gereja Katolik memandang pernikahan sebagai sakramen suci yang merupakan panggilan ilahi untuk membangun keluarga Kristen yang berakar pada cinta dan iman. Namun, tuntutan belis yang berlebihan sering bertentangan dengan nilai-nilai Injil, menjadikan pernikahan urusan transaksional yang menghambat penerimaan sakramen perkawinan. Gereja bertanggung jawab membimbing umat agar tradisi belis tetap dihormati sebagai simbol budaya tanpa mengorbankan nilai sakramental, sehingga pernikahan dapat memuliakan Tuhan dan menciptakan harmoni antara adat dan iman.

Dampak Negatif Belis yang Berlebihan  

Beban ekonomi: Tuntutan belis yang berlebihan merupakan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh keluarga. Banyak yang merasa tertekan untuk memenuhi tuntutan belis yang tinggi, bahkan jika hal itu melampaui kemampuan mereka. Tekanan finansial ini tidak hanya menguras sumber daya keluarga, tetapi juga memicu konflik internal, terutama ketika kemampuan ekonomi yang terbatas tidak sejalan dengan ekspektasi adat. Dalam jangka panjang, beban ekonomi ini dapat menghambat kemajuan keluarga dan menciptakan ketegangan sosial di dalam komunitas.

Penundaan atau pengabaian Pernikahan Sakramental: Tuntutan belis yang belum terpenuhi sering menjadi penghalang bagi pasangan untuk melaksanakan pernikahan sakramental di Gereja. Dalam banyak kasus, adat mengharuskan penyelesaian belis sebelum upacara pernikahan dapat dilangsungkan, baik secara adat maupun di Gereja. Hal ini menyebabkan penundaan yang berkepanjangan, bahkan hingga bertahun-tahun, yang mengakibatkan pasangan hidup bersama tanpa ikatan sakramental. Lebih buruk lagi, ada pasangan yang akhirnya memutuskan untuk tidak menikah di Gereja sama sekali karena merasa tidak mampu memenuhi tuntutan adat. Situasi ini menempatkan pasangan dalam posisi yang rentan secara spiritual, karena mereka kehilangan kesempatan untuk menerima sakramen perkawinan yang merupakan tanda rahmat Tuhan dalam kehidupan mereka.

Pergeseran nilai tradisi: Pada awalnya, belis dimaksudkan sebagai simbol penghormatan dan ikatan kekeluargaan. Namun, dalam praktiknya, nilai tradisi ini sering bergeser menjadi sesuatu yang bersifat transaksional. Belis yang seharusnya melambangkan rasa hormat dan pengakuan terhadap keluarga mempelai wanita, kini lebih sering dipandang sebagai ajang untuk menunjukkan status sosial atau kemampuan ekonomi keluarga mempelai pria. Pergeseran ini mereduksi nilai budaya belis, mengubahnya menjadi beban material daripada simbol kehormatan. Akibatnya, makna spiritual dan sosial dari tradisi ini memudar, digantikan oleh fokus pada aspek ekonomi yang menciptakan jarak antara adat dan nilai-nilai Kristiani. 

Peran Gereja dalam Mereformasi Tradisi Belis

Dampak-dampak negatif di atas menunjukkan bahwa tradisi belis, meskipun memiliki nilai budaya yang tinggi, perlu direformasi agar tidak lagi menjadi penghalang bagi umat untuk menjalani hidup sakramental sesuai ajaran Gereja.

Edukasi dan pendampingan pastoral: Gereja memiliki tanggung jawab untuk memberikan pemahaman yang mendalam kepada umat tentang makna sakramen perkawinan sebagai pusat kehidupan Kristiani. Melalui edukasi dan pendampingan pastoral, umat dapat diajak untuk memahami bahwa pernikahan bukan sekadar pemenuhan tuntutan adat, tetapi merupakan panggilan suci untuk membangun keluarga yang berakar pada cinta, iman, dan nilai-nilai Injil. Kursus pernikahan yang diselenggarakan Gereja dapat menjadi platform untuk mengintegrasikan nilai-nilai adat dan iman. Dalam kursus ini, pasangan calon pengantin bersama keluarga mereka dapat diajak berdialog tentang bagaimana tradisi belis dapat dijalankan secara simbolis tanpa menjadi beban yang memberatkan. Pendampingan pastoral ini juga dapat mencakup bimbingan praktis tentang pengelolaan keuangan untuk menghadapi tuntutan adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun