Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekuatan Pikiran, Membangun Kesehatan dari Dalam

18 Januari 2025   04:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   17:27 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pikiran dan emosi memiliki keterkaitan yang erat dalam proses penyembuhan tubuh. Kondisi emosional kita, baik positif maupun negatif, dapat memengaruhi bagaimana tubuh bereaksi terhadap penyakit, pengobatan, dan pemulihan. Pemahaman ini menjadi dasar penting dalam pendekatan holistik terhadap kesehatan. 

Emosi negatif seperti rasa marah, kecemasan, dan kesedihan yang berlarut-larut dapat memperlambat proses penyembuhan tubuh. Menurut Candace B. Pert (Molecules of Emotion: The Science Behind Mind-Body Medicine, 1997), emosi negatif memengaruhi tubuh melalui molekul-molekul tertentu yang berinteraksi dengan sistem imun. Ketika seseorang dipenuhi emosi negatif, tubuh cenderung menghasilkan hormon stres seperti kortisol, yang dalam jangka panjang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memperlambat penyembuhan luka. Studi yang diterbitkan oleh Segerstrom & Miller dalam Psychological Bulletin (2004) menemukan bahwa stres kronis dapat menghambat aktivitas sel pembunuh alami (natural killer cells), yang penting dalam melawan infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak. Ini menunjukkan bahwa emosi negatif bukan hanya berdampak pada mental, tetapi juga memengaruhi langsung proses biologis tubuh.

Menyimpan emosi  negatif yang terpendam dapat menjadi penghalang dalam mencapai kesehatan yang optimal. Menurut Bessel van der Kolk (The Body Keeps the Score: Brain, Mind, and Body in the Healing of Trauma, 2014), trauma emosional yang tidak diolah dapat tersimpan dalam tubuh, menyebabkan ketegangan otot kronis, insomnia, dan penyakit psikosomatik. Melepaskan emosi terpendam membantu tubuh melepaskan energi yang terkunci dan memulihkan keseimbangan. Praktik seperti berbicara dengan terapis atau seseorang yang dipercaya memungkinkan individu mengungkapkan emosi yang sulit dihadapi sendirian. Ini membantu menciptakan ruang emosional yang lebih sehat, mengurangi stres, dan mendorong proses penyembuhan alami tubuh. 

Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Pikiran yang Sehat

Pikiran yang sehat memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup, terutama ketika dihubungkan dengan kebahagiaan, rasa syukur, dan kesehatan jangka panjang. Membangun pola pikir optimis tidak hanya membantu menghadapi tantangan hidup tetapi juga memperkuat ketahanan fisik dan emosional. 

Hubungan antara kebahagiaan, rasa syukur, dan kesehatan jangka panjang: Kebahagiaan dan rasa syukur memiliki dampak mendalam terhadap kesehatan jangka panjang. Penelitian yang diterbitkan oleh Emmons & McCullough dalam Journal of Personality and Social Psychology (2003) menunjukkan bahwa rasa syukur dapat meningkatkan kesejahteraan mental, mengurangi stres, dan memperbaiki kualitas tidur. Ketika seseorang merasa bersyukur, tubuh menghasilkan lebih banyak hormon kebahagiaan seperti serotonin dan dopamin, yang membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Menurut Martin Seligman (dalam Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment, 2004), orang yang menjalani hidup dengan rasa syukur memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi, risiko penyakit kardiovaskular yang lebih rendah, dan umur yang lebih panjang.

Manfaat membangun pola pikir optimis dalam menghadapi tantangan hidup: Optimisme membantu seseorang melihat peluang dalam setiap tantangan, yang pada akhirnya memperkuat ketahanan mental. Penelitian oleh Scheier & Carver dalam Health Psychology (1985) menemukan bahwa individu dengan pola pikir optimis lebih mungkin untuk pulih lebih cepat setelah menjalani operasi besar dan memiliki hasil kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan individu pesimis. Optimisme juga mendorong individu mengambil langkah-langkah proaktif dalam menghadapi stres, seperti mencari solusi daripada menyerah pada rasa putus asa. Dengan berpikir positif, otak dapat lebih fokus pada upaya peningkatan diri, meningkatkan produktivitas, dan memperluas jaringan sosial yang mendukung. 

Pada akhirnya, pikiran memiliki peran besar dalam membangun kesehatan dari dalam, di mana pikiran positif dapat memperkuat sistem imun, mempercepat penyembuhan, mengurangi stres, dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan mengelola pikiran dan emosi secara bijak, tubuh akan merespons dengan keseimbangan dan kekuatan yang lebih baik. Langkah sederhana seperti melatih rasa syukur, berpikir optimis, dan melepaskan emosi negatif, jika dilakukan secara konsisten, dapat membawa dampak signifikan pada kesehatan fisik dan mental. Mulailah berpikir positif hari ini untuk menciptakan hidup yang lebih sehat dan bermakna! (*)

Merauke, 18 Januari 2025

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun